Sebar Tawaran Diversi ke Tersangka Agnes Gracia, Jaksa Agung Diminta Evaluasi Kajati DKI

Sebar Tawaran Diversi ke Tersangka Agnes Gracia, Jaksa Agung Diminta Evaluasi Kajati DKI
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Jaksa Agung RI ST Burhanuddin diminta untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Reda Mantovani terkait pernyataannya saat menanggapi kasus Mario Dandy cs.

Pengamat hukum dari Unvesitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyampaikan, Reda Mantovani telah melampaui kewenangannya ketika memberikan opsi diversi kepada Agnes Gracia alias AG (15) ketika kasus tersebut masih ditangani kepolisian.

“Kejaksaan tidak bokeh ikut campur sebelum kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan,” kata Fickar dalam keterangannya Senin (20/3/2023).

Reda seharusnya, terang Fickar, tidak berkomentar ketika kasus tersebut belum dilimpahkan ke Kejaksaan. Apapun alasannya, seharunsya masing-masing institusi menghormati kewenangan masing-masing.

“Kecuali kepolisian meminta masukan. Masing-masing lembaga punya otonomi sendiri, tidak boleh saling mengintervensi,” tegasnya.

Oleh karena itu, ditegaskan Fickar, Jaksa Agung harus mengambil sikap tegas terhadap Reda Mantovani demi mengedukasi jaksa lainnya lebih berhati-hati dalam bersikap.

“Ya harus (dievaluasi) karena sok tau,” tegasnya.

Pihak Kejaksaan Agung pun diketahui harus ikut turun tangan menjelaskan pernyataan dari Reda Mantovani mengenai pemberiaan maaf kepada pelaku penganiayaan David Ozora.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengklaim, mereka tidak bakal memberikan Mario Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas Rotua Pangodian Lumbantoruan Restorative Justice (RJ) alias penyelesaian perkara di luar pengadilan.

“Ini melebihi batas yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan No:15 /2020 serta perbuatan yang dilakukan oleh tersangka sangat keji dan berdampak luas baik di media maupun masyarakat,” kata Ketut.

Terkait dengan pelaku anak AG yang telah ditetapkan sebagai anak berkonflik dengan hukum, Ketut menjelaskan UU Sistem Peradilan Pidana Anak mewajibkan Aparat Penegak Hukum agar setiap jenjang penanganan perkara pelaku anak, untuk melakukan upaya-upaya damai.

Upaya tersebut dimaksudkan dalam rangka menjaga masa depan anak yang berkonflik dengan hukum yakni diversi bukan restorative justice.

Meski demikian, diversi hanya bisa dilaksanakan apabila ada perdamaian dan pemberian maaf dari korban dan keluarga korban.

“Bila tidak ada kata maaf, maka perkara pelaku anak harus dilanjutkan sampai pengadilan,” klaim Ketut.

Dari berbagai informasi, kewenangan RJ tidak hanya dapat dilakukan Kejaksaan, tapi juga Polri dan Mahkamah Agung. Kapolri sudah sempat mengeluarkan SE-Kapolri No:SE/8/VII/2018, 27 Juli 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif Dalam Penyelesaian Perkara Pidana.

Setahun kemudian, Jaksa Agung menerbitkan Peraturan JA No:15/2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdadarkan Keadilan Restoratif.

Juga pada tahun yang sama, Dirjen Badan Peradilan Umum (BPU) menerbitkan SK Dirjen BPU No: 1691/XJU/SK/PS.00/12/2020, 22 Desember 2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif.

Belakangan, 2021 Kapolri menerbitkan Peraturan Polri No: 08/2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Di tahu sama, Jaksa Agung menerbitkan Pedoman No: 18/2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rahabilitasi Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif.***