SEKSInya Impor Beras, Dibenci tapi Direstui

SEKSInya Impor Beras, Dibenci tapi Direstui
Lihat Foto

Wjtoday, Bandung - Sudah dua minggu ini masalah impor beras 1 juta ton menjadi polemik yang berkepanjangan dan mengasyikkan. Pro kontra terus berlangsung. Pemerintah tetap dengan rencananya, namun mereka yang menolak pun tak kalah gencar menyampaikan argumennya.

Pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan merasa khawatir dengan kondisi cadangan beras yang kita miliki saat ini. Mendag sedikit "meragukan" dengan data BPS. Menurut nya data BPS itu bersifat proyektif. Sesuatu yang belum pasti.

Sekiranya terjadi cuaca ekstrim dan tidak berpihak kepada produksi beras, bisa jadi kita bakal menghadapi masalah di kemudian hari. Oleh karenanya tidak bisa tidak impor harus dilakukan. Kita jangan main-main dengan komoditas yang sifatnya strategis dan politis.

Mendag juga menjamin pemerintah tidak akan menurunkan harga gabah dan beras di tingkat petani. Pemerintah melalui Perum Bulog tetap akan membeli gabah dan beras sesusi dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Namun begitu, berbagai kalangan yang menolak rencana impor beras pun memiliki alasan menarik untuk dicermati lebih dalam. Salah satu nya adalah pandangan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil yang menyatakan dari pada impor beras, lebih baik beli beras petani Jawa Barat yang sekarang ini surplus 322.000 ton.

Tidak hanya itu, beragam alasan lain juga diutarakan oleh mereka yang menolak rencana pemerintah ini. Ada yang berpendapat impor beras ini bakal mempengaruhi kondisi psikologis petani di lapangan.

Petani yang saat ini sedang ketar-ketir menyambut tibanya panen raya, memang sedang dihadapkan pada anjloknya harga gabah di beberapa daerah. Masalahnya tentu bakal lebih runyam bila Pemerintah pun melakukan impor beras.

Harga yang sudah anjlok ditengarai bakal semakin melorot. Memang, pemerintah sendiri sudah menjamin harga di tingkat petani tidak bakal diturunkan. Justru yang jadi soal adalah sampai sejauh mana kita bisa memegang janjinya pemerintah itu?

Apakah pemerintah dapat mengendalikan pasar beras, dimana lebih dari 90 % dikuasai oleh pihak swasta, sedangkan pemerintah melalui Perum Bulog hanya menguasai 8 - 9 % saja. Inilah sesungguhnya yang butuh pendalaman lebih lanjut.

Di sisi lain, ada juga akademisi yang memiliki keyakinan bahwa produksi beras dalam negeri dalam musim tanan kali ini bakal melimpah. Merunut data BPS, produksi sekarang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu.

Guru Besar ini optimis bahwa kita tidak butuh impor untuk waktu-waktu sekarang. Yang cukup menghebohkan adalah keterangan Dirut Perum Bulog yang menggambarkan nasib dan kondisi beras impor yang kita beli tahun-tahun sebelumnya.

Dijelaskan Budi Waseso, lebih dari 100 ribu ton beras impor kini rusak dan numpuk di gudang-gudang Bulog. Dengan pemahaman lain, sebetulnya kita harus hati-hati dengan impor beras. Janganlah gegabah melahirkan kebijakan impor beras.

Apa yang menarik dari perdebatan diatas ? Jawabnya tegas : impor beras itu benar-benar seksi. Impor beras sendiri memang kita benci, namun tetap direstui. Kita jadi ingat apa yang disampaikan Presiden Jokowi beberapa saat lalu.

Kata Presiden, kita harus cinta produk dalam negeri dan benci produk luar negeri. Dalam kaitannya dengan impor beras, sepertinya layak disebut benci tapi rindu. Kita membenci produksi petani luar negeri, namun kita pun tetap merindukan produksi mereka.

Kendati pun ada kecenderungan Pemerintah bakal ngotot melakukan impor beras, namun berbagai argumen yang disampaikan para penolak impor beras, ada baiknya dijadikan bahan pertimbangan, sekiranya nanti pemerintah bakal melahirkan kembali kebijakan impor beras.

Semoga keseksian impor beras, akan memberikan berkah bagi kehidupan, dan tidak menjadi malapetaka kehidupan di negeri ini.***


ENTANG SASTRAATMADJA
(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).