Soal Konflik Statuta UI, Ini Kata Nadiem Makarim

Soal Konflik Statuta UI, Ini Kata Nadiem Makarim
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menanggapi perubahan Statuta Universitas Indonesia (UI) yang belakangan membuat heboh publik. Ada tiga hal pokok yang disampaikan.

Pertama, Nadiem menjelaskan perihal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI yang menggantikan PP Nomor 68 Tahun 2013 ini. Dikatakan bahwa inisiatif tersebut sudah dilakukan sejak 2019 lalu.

“Inisiatif pembahasan usulan perubahan PP telah dilakukan sejak tahun 2019. Pembahasan telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan melibatkan semua pihak terkait. Pemerintah telah menerima masukan dari berbagai pihak,” jelas Nadiem, Jumat (23/7).

Mengingat PP tersebut telah diundangkan, maka PP tersebut untuk saat ini sudah berlaku. Meskipun begitu, ia menyampaikan bahwa Kemendikbudristek membuka diri untuk mendengarkan masukan dari berbagai pihak, terutama sivitas akademika UI.

Lebih lanjut Nadiem menekankan langkahnya untuk menyelesaikan permasalahan. 

“Saya menugaskan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi untuk menampung aspirasi dari sivitas akademika UI terkait PP Statuta UI,” terang dia.

Terakhir adalah himbauan kepada seluruh sivitas akademika UI

“Pemerintah berharap agar sivitas akademika UI dapat melakukan konsolidasi dan memberikan masukan secara komprehensif kepada Kemendikbudristek,” tutup Nadiem.

Baca Juga : Jokowi Teken Peraturan Statuta UI, Rektor UI Bisa Rangkap Jabatan Asal Bukan Jadi Direksi?

Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani perubahan PP 68/2013 menjadi PP 75/2021 tentang Statuta UI. Rektor UI Ari Kuncoro, atas perubahan itu, diperbolehkan menjadi komisaris.

Pada awalnya, rangkap jabatan ini bertentangan dengan PP 68/2013 tentang Statuta UI yang di Pasal 35 huruf C dikatakan bahwa Rektor dan Wakil Rektor dilarang merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta.

Namun, kini dalam Pasal 39 huruf C mengatakan hanya melarang rektor, wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan untuk menduduki jabatan direksi di sebuah perusahaan. Sehingga tidak lagi ada larangan menjabat sebagai komisaris.***(agn)