Tanpa PDIP, Delapan Parpol Tegaskan Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Tanpa PDIP, Delapan Parpol Tegaskan Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Delapan partai politik (Parpol) di parlemen tegas menolak Pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup. Mereka kompak menyatakan penolakan itu dalam forum pertemuan ketum dan petinggi parpol dilaksanakan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Minggu (8/1/2023)

Partai yang hadir di antaranya, Partai Golkar sebagai inisiator, Partai NasDem, PKB, Partai Demokrat, PKS, PAN, dan PPP.  Sementara itu Partai Gerindra meski tidak hadir, mereka tetap ikut bersama dalam menyikapi penolakan proporsional tertutup. 

Sedangkan tidak ada keikutsertaan PDI Perjuangan dalam pertemuan atau pernyataan sikap.

Ketum yang hadir di antaranya, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, dan Ketum PAN Zulkifli Hasan. 

Sedangkan yang tidak hadir ialah Ketum NasDem Surya Paloh, Plt Ketua Umum PPP Mardiono. Untuk PPP dihadiri Waketum Amis Uskara, dan NasDem diwakilkan Waketum Ahmad Ali serta Sekjen Johnny G. Plate.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto membacakan lima poin yang menjadi kesepakatan. Poin pertama ialah pernyataan sikap menolak sistem proporsional tertutup.

"Kami menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak erareformasi," tutur Airlangga.

Airlangga mengatakan sistem Pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bag idemokrasi Indonesia. 

Di sisi lain, dia menyebut sistem Pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat dimana dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan partai politik.

"Kami tidak ingin demokrasi mundur," katanya.

Poin kedua, delapan partai kompak memandanv sistem Pemilu dengan proporsional terbuka merupakan pilihan yang tepat dan telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008 yang sudah dijalankan dalam 3 (tiga) pemilu.

"Gugatan terhadap yurisprudensi akan menjadi preseden yang buruk dan tidak sejalan dengan asas Ne Bis In Idem," sebut Airlangga.

Ne Bis In Idem adalah perkara dengan obyek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama, diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya.

Poin ketiga, delapan partai politik meminta KPU agar tetap menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu dengan menjaga netralitas dan independensinya sesuai peraturan perundang-undangan.

"Keempat, kami mengapresiasi kepada pemerintah yang telah menganggarkan anggaran Pemilu 2024 serta kepada penyelenggara Pemilu, terutama KPU, agar tetap menjalankan tahapan-tahapan Pemilu 2024 yang telah disepakati bersama," ungkap Airlangga.

Terakhir poin kelima, delapan partai politik berkomitmen untuk berkompetisi dalam Pemilu 2024 secara sehat dan damai dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap memelihara stabilitas politik, keamanan dan ekonomi. 

Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menyebutkan ada kemungkinan pemungutan suara Pemilu 2024 dengan sistem proporsional tertutup atau memilih partai, bukan caleg.

"Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup," kata Hasyim dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (29/12/2022).  ***