Terkait Normalisasi Hubungan Bahrain dan Israel, Warga Palestina Tersakiti

Terkait Normalisasi Hubungan Bahrain dan Israel, Warga Palestina Tersakiti
Lihat Foto
WJtoday.com - Bahrain menjadi negara keempat di Timur Tengah yang melakukan normalisasi hubungan dengan Israel setelah Mesir, Yordania, dan Uni Emirat Arab (UEA). 

Sesuai dengan pengumuman Presiden Amerika Serikat, Donald Trump pada Jumat (11/9). Pekan depan, tepatnya 15 September, UEA, Bahrain, dan Israel direncanakan akan meresmikan kesepakatan damai dalam sebuah upacara di Gedung Putih.

Keputusan Bahrain tersebut sangat menyakiti bangsa Palestina. Normalisasi hubungan Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) yang diikuti oleh Bahrain telah memantik amarah warga Palestina di Jalur Gaza pada Sabtu (12/9). 


Sembari mengenakan masker dan sarung tangan, para warga Palestina membakar foto-foto para pemimpin Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), Israel, dan Amerika Serikat (AS). 

Foto Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa, Putra Mahkota UEA Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nayhan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan Presiden AS Donald Trump dibakar sebagai bentuk protes. 

Aksi tersebut dilakukan oleh puluhan warga yang diorganisir oleh kelompok Hamas. 

"Kami harus melawan virus normalisasi dan memblokir semua jalurnya sebelum berhasil, untuk mencegah penyebarannya," ujar seorang pejabat Hamas, Maher al-Holy, seperti dikutip Reuters. 

Selain itu, Keputusan Bahrain untuk menjalin hubungan diplomatik secara penuh degan Israel telah memicu kritikan pedas dari Iran. 

Teheran telah mengutuk keputusan tersebut berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh Kementerian Luar Negerinya pada Sabtu (12/9). 

"Itu adalah keputusan yang memalukan dan keji yang akan dicatat dalam sejarah sebagai sebuah skandal," demikian bunyi pernyataan yang dimuat Radio Farda. 

"Rakyat Palestina dan dunia Islam tidak akan pernah menerima normalisasi hubungan dengan Israel," tekannya lagi. 

Seperti halnya kritik yang disampaikan pada Uni Emirat Arab (UEA), Iran juga menyebut Bahrain telah mengorbankan bangsa Palestina yang telah lama menderita demi kampanye pemilihan kembali Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. 

Sejak Trump mengumumkan normalisasi hubungan Israel dengan UEA pada 13 Agustus dan Bahrain pada 11 September, Palestina menganggap keputusan tersebut sebagai bentuk pengkhianatan. 

Pasalnya, sesuai dengan Inisiatif Perdamaian Arab, negara-negara Timur Tengah akan melakukan hubungan diplomatik dengan Israel jika ia mengembalikan wilayah pendudukan kepada Palestina dan menerimanya sebagai negara. 

Kekhawatiran Palestina dengan melemahnya komitmen negara-negara Arab membuat kelompok-kelompok berselisih di negara tersebut bersatu. 

Terlepas dari keretakan politik yang dalam sejak 2007, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang memiliki kekuasaan terbatas di Tepi Barat yang diduduki Israel, dan saingan Hamasnya telah bersatu melawan langkah negara-negara Teluk. 

Di Tepi Barat, Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Saeb Erekat, mengatakan dorongan diplomatik tidak akan mencapai perdamaian jika konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun tidak diselesaikan terlebih dahulu. 

"Perjanjian Bahrain, Israel, Amerika untuk menormalisasi hubungan sekarang menjadi bagian dari paket yang lebih besar di kawasan ini, ini bukan tentang perdamaian, ini bukan tentang hubungan antar negara. Kami menyaksikan aliansi, aliansi militer yang sedang dibuat di wilayah," kata Erekat.***