Tutupi Alibi Penyiksaan Terhadap Kader HMI, Komnas HAM: Polisi Beri Keterangan Tak Benar

Tutupi Alibi Penyiksaan Terhadap Kader HMI, Komnas HAM: Polisi Beri Keterangan Tak Benar
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Polsek Tambelang, Bekasi, Jawa Barat disebut memberikan keterangan tidak benar atau berbohong kepada Komnas HAM terkait penanganan kasus begal yang menjerat guru ngaji sekaligus kader HMI, Muhammad Fikry.

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menduga tindakan ini dilakukan untuk menutupi alibi dugaan penyiksaan terhadap para korban.

"Kita sayangkan ya dan ini benar-benar problem serius menurut kami, salah satunya adalah memberikan keterangan yang tidak benar kepada Komnas HAM," kata Anam dikutip Minggu(24/4/2022).

"Untuk menutupi alibi bahwa tidak terjadi penyiksaan itu memberikan keterangan yang tidak benar kepada Komnas HAM," sambungnya.

Anam mengatakan pihak Polsek Tambelang memberikan sebuah foto bersama polisi yang menangkap bersama Fikry dan tiga temannya.

Mereka kemudian mengatakan bahwa foto itu diambil sekitar pukul 20.00 WIB, saat Fikry dan tiga kawannya tiba di kantor Polsek Tambelang dari lokasi penangkapan.

"Dari penangkapan itu langsung dibawa ke Polsek kurang lebih jam 8 sudah sampai Polsek," kata Anam menirukan penjelasan Polsek Tambelang.

Namun, kata Anam, keterangan ini diberikan diduga untuk melawan berbagai kesaksian yang diberikan korban, keluarga, dan sejumlah saksi.

Mereka mengatakan Fikry dan tiga temannya tidak langsung dibawa ke Polsek Tambelang, melainkan Gedung Cabang Telkom untuk disiksa.

Komnas HAM kemudian mendapatkan foto yang sama namun dalam bentuk yang masih utuh. Dalam foto tersebut terpampang sebuah jam digital di dinding yang menunjukkan foto diambil pukul 03.27.51 WIB.

"Kami mendapatkan foto yang sama, yang ini di-croping (dipotong) yang ini foto aslinya. Foto aslinya menunjukkan jam 03.27.51," kata Anam.

Masalah Serius

Anam berkali-kali menegaskan hal ini merupakan problem serius. Sebab, sejak pukul 20.00 WIB hingga 03.27 WIB, Fikry dan tiga temannya itu berada di bawah status ilegal.

Anam mengatakan ketika polisi menangkap seseorang, mereka harus membawanya ke tempat yang secara hukum menjadi tujuan, seperti Polsek, Polres, maupun Mabes.

Anam menyebut baik tempat transit maupun membawa orang yang ditangkap ke tempat transit merupakan tindakan ilegal.

"Kurang lebih 8 jam di gedung Telkom orang melakukan penyiksaan. Serius itu, problemnya sangat serius," kata Anam.

"Enggak ada tempat transit, tempat transit adalah tindakan ilegal," sambungnya.

Kapolri Didesak Evaluasi Kapolda Metro Jaya

Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) meminta Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengevaluasi kinerja Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran.

Desakan ini merupakan buntut tindakan anggota kepolisian yang dinilai represif hingga melakukan kekerasan saat menangani unjuk rasa kader HMI se-Jabodetabek di Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Beberapa massa kader HMI disebut luka-luka usai bentrok dengan aparat kepolisian di depan Istana Negara hari ini.

"Kita meminta Kapolri untuk mengevaluasi kinerja Kapolda Metro Jaya Fadil Imran," kata Arven.

Arven menilai Fadil telah gagal dalam mewujudkan tag line Polri Presisi dan tidak humanis saat menghadapi aktivis dan mahasiswa.

Arven mengaku kecewa jajaran kepolisian di bawah naungan Polda Metro Jaya membubarkan dan diduga melakukan pemukulan terhadap sejumlah kader HMI.

"Terkait penanganan sore ini, jadi kan anak buahnya (Fadil) semua yang turun ini," ujar Arven.

Baca Juga : Aksi Unjuk Rasa HMI, Dua Orang Ditangkap Polisi

Sebagai informasi, kader HMI se-Jabodetabek menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka guna mendesak agar kader HMI Bekasi sekaligus guru ngaji yang dituduh melakukan begal, Muhammad Fikry, dibebaskan.

Demo sempat diwarnai cekcok hingga bentrok antara mahasiswa dengan polisi. Tak hanya luka-luka, sejumlah kader HMI juga ditangkap dalam demo tersebut.

PB HMI meyakini Fikry menjadi korban salah tangkap dan kriminalisasi oknum Polsek Tambelang dan Polres Metro Bekasi.

Aksi tersebut diwarnai cekcok, saling dorong, dan pemukulan saat massa hendak bergeser ke Patung Kuda Arjuna. Sebanyak tiga kader HMI ditangkap dan ditahan di Polres Metro Jakarta Pusat. Sementara kader HMI lainnya luka.

Kasus Kader HMI

Fikry ditangkap anggota Polsek Tambelang dan Polres Metro Bekasi bersama delapan orang lainnya pada 28 Juli 2021.

Sebanyak empat di antaranya kemudian ditetapkan sebagai pelaku pembegalan di Jalan Raya Sukaraja pada dini hari 24 Juli 2021. Mereka adalah Fikry, Muhammad Rizky, Abdul Rohman, dan Randi Aprianto.

Keluarga dan kuasa hukum para terdakwa membantah keempat remaja itu melakukan pembegalan. Sebab, saat waktu kejadian Fikry sedang tidur di musala di samping rumah. Hal ini terekam CCTV dan beberapa saksi.

Ahli teknologi digital yang dihadirkan di sidang, Roy Suryo menyatakan CCTV tersebut asli dan akurat. Ia juga menyatakan Fikry dan motornya yang menjadi barang bukti tidak di lokasi begal.

Sementara, Rizky sedang bekerja di kandang ayam, Abdul sedang mengantar ayam dan macet di kawasan Kalimalang, dan Randi menginap di rumah temannya. Keberadaan mereka tidak di lokasi begal diperkuat sejumlah saksi.

Anggota Polsek Tambelang diduga melakukan tindak kekerasan terhadap Fikry dan tiga rekannya di Gedung Cabang Telkom Tambelang. Lokasinya di seberang Polsek.

Mereka diduga dianiaya dan dipaksa mengakui melakukan begal tersebut.

Polsek Tambelang dan Polda Metro Jaya membantah dugaan kekerasan tersebut dan kasus terus bergulir di persidangan.

Jaksa kemudian menuntut Muhammad Fikry, Muhammad Rizky, dan Randy Apriyanto dihukum 2 tahun penjara pada sidang 24 Maret lalu. Sedangkan Abdul Rohman dituntut 2,5 tahun penjara.

Kasatreskrim Polsek Tambelang, Haryono juga enggan bicara banyak. Dia membantah ada kecacatan prosedur dan kekerasan terhadap Fikry saat menangani kasus begal.***