Usai Perjanjian Ekstradisi, Kejagung Kumpulkan Data Buron di Singapura

Usai Perjanjian Ekstradisi, Kejagung Kumpulkan Data Buron di Singapura
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Pasca perjanjian ekstradisi  dengan Singapura, Kejaksaan Agung tengah menginventarisasi data jumlah buronan atau pelaku kejahatan dalam daftar pencarian orang (DPO) yang diduga melarikan diri ke luar negeri, termasuk di Singapura.

"Sekarang kita sedang rekap," kata Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Febrie Ardiansyah di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Rabu malam, 26 Januari 2022.

Febrie menyambut baik perjanjian ekstradisi yang ditandatangani pada Selasa, 25 Januari 2022. Menurut dia, ekstradisi akan mempermudah Korps Adhyaksa mengembalikan buronan yang selama ini bersembunyi di Singapura.

"Mudah-mudahan dengan (ekstradisi) itu juga nanti bisa mempermudah, memperlancar untuk pengembalian DPO (daftar pencarian orang)," ujar dia.

Hal senada juga disampaikan Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi (Uheksi) pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus, Andi Herman

"Ya ini masih diinventarisir karena kan update-nya itu kan ada moving, mobile ya, nanti kita coba mendapatkan informasi secara intelijen bahwa kemungkinan keberadaan di sana kita akan melakukan koordinasi," katanya

Andi mengatakan bahwa pihaknya masih akan berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda bidang Intelijen untuk mengetahui keberadaan para buron di luar negeri.

Ia menilai bahwa perjanjian tersebut memang akan memudahkan untuk melakukan penangkapan buron yang berada di luar negeri. Namun demikian, kata dia, para buronan juga kerap berpindah-pindah untuk mengantisipasi langkah penegakan hukum.

"Sementara tim bekerja untuk melakukan inventarisasi buron-buron yang ada di luar negeri termasuk yang ditengarai sekarang ini apakah berada di Singapura," ucap dia.

"Dengan adanya perjanjian ekstradisi nih, akan memberikan kemudahan lah," tambahnya.

Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong resmi meneken perjanjian ekstradisi di Bintan, Kepulauan Riau pada Selasa (25/1). Namun, perjanjian itu tidak bisa berlaku sebelum Indonesia meratifikasinya.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pun optimistis DPR RI akan segera meratifikasi perjanjian ekstradisi tersebut.***