Wamenkes: Obat dan Alkes Masih Dominan Impor

Wamenkes: Obat dan Alkes Masih Dominan Impor
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Penanganan Covid-19 di Indonesia kerap terkendala pada pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) yang masih dominan dari impor luar negeri. Bahkan, Indonesia pernah mengalami kesulitan dalam penanganan Covid-19 akibat kekurangan ventilator (alat bantu pernafasan).

Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono berharap, ke depan Indonesia semakin minim ketergantungan dari impor luar negeri. Pandemi Covid-19 mengajarkan Indonesia untuk melakukan kemandirian secara total di berbagai sektor. Tak terkecuali, kemandirian di bidang kesehatan. Apalagi Indonesia memiliki keanekaragaman hayati atau biodiversitas untuk bahan baku pengembangan obat-obatan siap pakai.

“Sampai saat ini, kami juga melakukan evaluasi, 10 molekul obat yang diperlukan dalam produksi obat di Indonesia dan semuanya masih dalam impor. Ke depan, kami akan melakukan proses hilirisasi (proses mendekatkan hasil riset dan inovasi kepada penggunanya), supaya produk-produk yang tadinya diimpor, itu bisa diproduksi dalam negeri,” kata Dante dalam diskusi virtual, Selasa (10/8/2021).

Ia pun menyebut, Indonesia sesungguhnya dapat membuat obat parasetamol yang biasanya digunakan untuk menurunkan demam. Namun, bahan baku paracetamol masih mengimpor. Padahal, para-aminofenol (PAF) bisa diproduksi dari sisa bahan bakar minyaknya Pertamina.

Di sisi lain, teknologi alat kesehatan juga dapat dikembangkan dalam waktu singkat untuk memenuhi kebutuhan mendesak penanganan Covid-19. Misalnya, ventilator yang bisa dibuat dalam waktu 3-4 bulan, padahal dalam keadaan normal semestinya membutuhkan 3-4 tahun.

“Kita sudah bisa membuat alat-alat sederhana di bidang kesehatan, yang penting kita kompak,” sebut Dante.

Kolaborasi antara dunia industri dan perguruan tinggi untuk menciptakan inovasi teknologi di sektor kesehatan diperlukan ke depannya. Sebab, kondisi geografis Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang dipisahkan lautan. 

Imbasnya, banyak pulau yang terisolasi dan pelayanan kesehatan kesulitan menjangkaunya. Maka, perlu pengembangan teknologi inovasi di bidang kesehatan untuk pelayanan daerah terisolir. Misalnya, dengan mengembangkan telemedicine.

Berbagai inovasi teknologi di sektor kesehatan, kata dia, bisa menjamin resiliensi atau ketahanan untuk mencapai kemandirian.

“Ini bisa terus melakukan prosesnya, sehingga kita bisa memiliki ketergantungan minimal dengan asing, tentu tidak langsung, tetapi secara betahap dengan kualitas yang baik,” pungkasnya.  ***