15 Mantan Pimpinan KPK Soroti Pemilu 2024 hingga 'Perilaku' Presiden dan Para Pejabat Negara

15 Mantan Pimpinan KPK Soroti Pemilu 2024 hingga 'Perilaku' Presiden dan Para Pejabat Negara
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Sebanyak 15 mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan sikap merespons perilaku pejabat negara pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. 

Sebanyak 15 bekas pimpinan KPK yang menyatakan sikap yakni Taufiqurachman Ruki, Erry Riyana Hardjapamekas, Amien Sunaryadi, M Busyro Muqodas, Abraham Samad, Chandra M Hamzah, Waluyo, dan Bibit Samad Riyanto.

Lalu, Mas Achmad Santosa, Basaria Pandjaitan, Laode M Syarif, Adnan Pandu Praja, Mohammad Jassin, Zulkarnaen, dan Haryono Umar. Mereka semua pernah memimpin KPK pada 2003 sampai 2019.


Presiden dan Jajaran Lupa Standar Etika

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jajaran dinilai melupakan standar moral dan etika.

“Menyikapi perkembangan siatuasi kehidupan berbangsa, dan bernegara pada kurun waktu akhir-akhir ini, yang seakan-akan telah kehilangan kompas moral dan etika,” kata mantan Komisioner KPK Basaria Pandjaitan di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Senin, 5 Januari 2024.

Basaria mengatakan merosotnya moral dan etika pejabat jelang pemilu sangat bahaya. Jokowi dan jajaran mesti kembali ke muruah awal sebagai pelayan publik.

“Mengimbau agar Presiden, dan seluruh penyelenggara negara untuk kembali berpegang teguh pada standar moral, dan etika dalam menjalankan amanah yang diembannya,” ucap Basaria.

Basaria mengatakan banyak pejabat yang melupakan tata kelola pemerintahan yang baik. Karena, mendukung calon tertentu. Hal tersebut, kata dia, berdampak indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia merosot drastis.

“Yang di tahun 2019 skornya mencapai 40, dan menurun drastis menjadi 34 di tahun 2022 dan 2024, dan menempati ranking 115 dari semua negara yang disurvei,” tegas Basaria.

Sikap pejabat negara ini juga dinilai membuat indeks negara hukum Indonesia mendapatkan nilai 0,53 pada 2023. Angka itu sangat jauh dari nilai ideal indeks negara hukum.

Karenanya, para pejabat negara termasuk Jokowi diminta kembali fokus bekerja untuk Indonesia. Salah satunya yakni menguatkan agenda pencegahan korupsi.

“(Lalu) menghindari segala benturan kepentingan, karena benturan kepentingan adalah akar, dan langkah awal untuk menuju praktik korupsi,” ujar Basaria.

Para pejabat juga diminta tidak menggunakan bantuan sosial (bansos) sebagai alat kampanye. Mewakili eks Pimpinan KPK, Basaria ingin bansos disalurkan berdasarkan daftar penerima yang sah, bukan atas kepentingan pihak tertentu.

“Tata kelola bantuan sosial akhir-akhir ini menjadi sorotan karena dilakukan dalam rentang waktu menjelang dilaksanakannya Pemilihan Umum 2024, dan tidak memperhatikan prinsip-prinsip good governance,” tegas Basaria.

Penegak hukum termasuk TNI juga diminta tidak berpihak kepada calon tertentu. Eks pimpinan KPK tidak mau Polri, maupun TNI tidak adil karena perbedaan dukungan terhadap calon presiden.

“(Terakhir) menjamin tegaknya hukum (rule of law) dan bukan rule by law,” kata Basaria.


Bansos Mesti Dijauhkan dari Kepentingan Pemilu

Pemerintah diminta tak menggunakan bantuan sosial (bansos) untuk kepentingan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Tuntutan disampaikan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2003-2019.

“Memperbaiki tata kelola pemerintah yang baik (good governance), khususnya tata kelola penyaluran bantuan sosial berdasarkan daftar penerima bantuan yang saha, sesuai nama, dan alamat,” kata mantan Komisioner KPK Basaria Pandjaitan di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Senin, 5 Februari 2024.

Mereka meminta bansos diberikan ke masyarakat yang benar-benar membutuhkan berdasarkan data akurat. Sikap itu ditegaskan, karena adanya fenomena penyerahan bansos untuk meraup suara bagi calon tertentu di Pemilu 2024.

“Tata kelola bantuan sosial akhir-akhir ini menjadi sorotan karena dilakukan dalam rentang waktu menjelang dilaksanakannya Pemilihan Umum 2024, dan tidak memperhatikan prinsip-prinsip good governance,” ujar Basaria.


Penyalahgunaan Makin Tampak

Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyindir pejabat yang mementingkan pemilihan umum (pemilu). Mereka seolah all in untuk pemilu, ketimbang pekerjaannya. 

“Karena makin hari mendekat, makin tampak juga penyelewengan, dan penyalahgunaan itu, oleh karena itu sebagai orang tua, yang tua-tua ya, aku muda saja, merasa masa kita diam saja untuk melihat kondisi yang seperti ini,” kata mantan Komisioner KPK Laode M Syarif di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Senin, 5 Februari 2024.

Mantan pimpinan KPK, kata dia, harus turun gunung menyikapi fenomena yang terjadi saat ini. Pihaknya berpesan supaya penyelenggara negara berikutnya tak seperti itu.

“Oleh karena itu, sebenarnya, pesannya bukan hanya pada existing goverment, tetapi juga pada pemerintahan yang akan datang,” tegas Laode.

Mantan pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas menegaskan sikap pihaknya bukan didasari kepentingan kelompok tertentu. Sikap didasari keprihatinan para mantan komisioner Lembaga Antirasuah.

“Satu hal lagi yang ingin saya sampaikan bahwa kegiatan hari ini dirancang berdasarkan obrolan kangen kemarin siang, jadi, bukan rencana lama yang dirancang dengan berbagai pihak, sama sekali tidak,” tegas Erry.


Masyarakat Didorong Pilih Calon Berkomitmen Berantas Korupsi

Masyarakat diajak memilih calon presiden yang punya komitmen memberantas korupsi. Sehingga, kepala negara terpilih dapat menjadi panglima tertinggi pemberantasan korupsi.

“Presiden yang harus kita pilih itu adalah presiden yang harus mau menjadi panglima pencegahan, dan pemberantasan korupsi,” kata mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif di Gedung ACLC, Jakarta Selatan, Senin, 5 Februari 2024.

Laode tak membeberkan siapa calon yang menurut dia punya komitmen pemberantasan korupsi. Masyarakat mesti memilih sendiri dengan melihat visi dan misi para calon.

“Sekarang silakan ditegakkan atau dipercayakan kepada siapa dari yang tiga itu agar KPK juga menjadi lebih kuat ke depannya, seperti itu,” ujar Laode.


Penegak Hukum Netral di Pemilu

Seluruh penegak hukum diminta menjaga netralitas di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Polri, Kejaksaan, hingga TNI diminta tak berupaya memenangkan calon tertentu.

“Aparat penegak hukum (Polri, Kejaksaan), dan TNI diharapkan selalu imparsial, adil, dan tidak berpihak untuk memenangkan calon presiden atau calon wakil presiden atau calon legislatif tertentu,” kata mantan Komisioner KPK Basaria Pandjaitan di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Senin, 5 Februari 2024.

Penegakan hukum harus dilaksanakan sesuai tugas pokok dan fungsi, bukan atas kepentingan calon tertentu. Jangan sampai penegakan hukum jadi alat untuk menjatuhkan pasangan calon tertentu.

“Menjamin tegaknya hukum (rule of law), dan bukan rule by law,” tegas Basaria.***