Menggapai Indonesia Emas 2045 dengan Biaya Pendidikan Perguruan Tinggi Makin Mahal

Menggapai Indonesia Emas 2045 dengan Biaya Pendidikan Perguruan Tinggi Makin Mahal

WJtoday, Bandung - Pendidikan sepertinya masih menjadi barang mahal di negeri ini. Anggaran pendidikan yang saban tahun naik justru membuat biaya pendidikan itu makin mahal. Kritik tentang biaya pendidikan yang mahal baru – baru ini gencar disuarakan oleh para netizen. 

Salah satu pemicunya adalah biaya uang kuliah tunggal (UKT) di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang viral beberapa waktu lalu. Biaya yang tinggi membuat banyak mahasiswa menunggak UKT. Namun, alih-alih membuat kebijakan pro mahasiswa, manajemen kampus justru menggandeng Danacita, sebuah platform pinjaman online (pinjol) sebagai solusi. 

Namun, bukannya mendapatkan solusi, para mahasiswa itu justru menghadapi masalah lain yakni bunga pinjol yang tinggi. Sejumlah gambar tangkapan layar transaksi pinjol diunggah netizen di Twitter. 

Saat membuka Konfrensi Kampus XXIX dan Temu Tahunan XXV Forum Rektor Indonesia di Universitas Negeri Surabaya, Jawa Timur pertengahan Januari 2024 lalu, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa anggaran pendidikan tahun 2009-2024 mencapai Rp6.400 triliun. Sementara dana abadi LPDP saat dibuka Rp1 triliun, di 2023 mencapai Rp139 triliun.

Jokowi sendiri berencana menambah alokasi anggaran pendidikan dengan tujuan memperkuat sektor riset dan meningkatkan rasio penduduk Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan tingkat S-2 dan S-3, yang saat ini masih sangat rendah. Sebaliknya, Jokowi tak menyinggung strategi untuk memperkuat biaya pendidikan jenjang sarjana atau S-1. 

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudriste) Nizam mengatakan perguruan tinggi menjadi jenjang atau jembatan terakhir untuk mengantarkan mahasiswa menjadi warga negara yang kompeten serta mandiri bekerja di dunia profesional.

Penyiapan sumber daya manusia unggul dan berdaya saing tinggi di perguruan tinggi ini membutuhkan biaya yang tidak murah, yang perlu dipenuhi secara bergotong royong oleh pemerintah, industri, dan masyarakat. 

Nizam menilai akses pendidikan tinggi di Indonesia beberapa dasawarsa terakhir terus meningkat. Namun, masyarakat mengeluhkan biaya di perguruan tinggi yang dianggap mahal. 

“Di seluruh dunia, pendidikan tinggi pun tidak murah. Jika dibandingkan dengan berbagai negara tetangga, apalagi dengan negara maju, di Indonesia relatif rendah atau tertinggal,” kata Nizam di acara bincang edukasi secara hybrid bertajuk Mengupas Skema Terbaik dan Ringankan Pendanaan Mahasiswa di Universitas Yarsi, di  Jakarta, Selasa (5/3).

Lebih lanjut Nizam memaparkan, dari berbagai data yang dikompilasi, menunjukkan rata-rata biaya total pendidikan Indonesia sekitar 2.000 dollar AS atau sekitar Rp 28 juta/mahasiswa.

Jika dibandingkan India yang berkisar 3.000 dolar AS, biaya di Indonesia berkisar 75 persennya. Jika dibandingkan Malaysia baru seperempatnya karena biaya kuliah di sana sekitar 7.000 dolar AS/mahasiswa. .

Pendidikan Tinggi Makin Mahal, Jutaan Gen Z Menganggur
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa hampir 10 juta penduduk usia muda yang berusia 15-24 tahun (Gen Z) berstatus menganggur atau tanpa kegiatan (not in employment, education, and training/NEET). Apabila dirincikan, anak muda yang paling banyak NEET justru ada di daerah perkotaan, yakni sebanyak 5,2 juta orang dan 4,6 juta di pedesaan.

Merespons hal itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengungkapkan fenomena maraknya pengangguran di kalangan Gen Z menjadi ancaman serius bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045. Kurniasih menyebut, bonus demografi jika tidak diiringi dengan hadirnya kesempatan kerja yang besar bagi generasi muda akan menciptakan bom waktu.

"Angka 10 juta pengangguran Gen Z sudah jadi tanda-tanda jika bonus demografis kita tidak terkelola dengan baik. Kita sudah menyadari hadirnya bonus demografi, maka di hulu pentingnya pendidikan skill dan di hilir pentingnya terbukanya luas kesempatan kerja," kata Kurniasih dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu (22/5).

Anggota Fraksi PKS DPR RI ini mengungkapkan, Gen Z semakin terhimpit karena dari sisi pendidikan tinggi kini semakin mahal dengan adanya kenaikan UKT. Sementara dari kesempatan kerja mensyaratkan sudah berpengalaman dan adanya batas usia.

"Generasi muda hari ini tidak bisa disamakan dengan generasi sebelumnya. Ada treatment khusus, terutama dari sisi pendidikan maupun dunia kerja. Harus dipermudah hadirnya lembaga pendidikan dengan skill yang saat ini sedang dibutuhkan, plus berikanlah kesempatan seluas-luasnya dari pemberi kerja," kata Anggota DPR RI Dapil DKI Jakarta II ini.

Kurniasih juga menyoroti hari ini tren angkatan kerja justru didominasi oleh pekerja informal. Hal ini membuktikan jika adanya angkatan pencari kerja yang membludak namun kesempatan kerja di sektor formal tidak memadai.

"Baru saja viral pencari kerja untuk sebuah warung makan biasa antreannya membludak seperti halnya antrean kerja di pabrik. Ini memprihatinkan karena banyak anak kerja ini tak dapat kesempatan kerja formal sehingga lowongan apapun akan dijalani termasuk sektor informal. Padahal perlindungan pekerja di sektor informal masih sangat lemah," ucap Kurniasih. 

Mewujudkan Indonesia Emas dengan Kondisi Biaya Pendikan Tinggi Mahal
Indonesia menargetkan untuk mencapai cita-cita Indonesia Emas pada 2045, yakni menjadi negara maju, lebih sejahtera dan terdapat keadilan sosial yang lebih menyeluruh bagi masyarakatnya.
 
Pemerintah mengatakan, dalam mewujudkan visi dan misi menuju Indonesia Emas, perlu untuk memprioritaskan empat pilar utamanya, yakni Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, demokrasi yang matang, pemerintah yang baik, dan keadilan sosial.
 
Namun, alih-alih memperbaiki kualitas pendidikan untuk menjadi lebih baik di Tanah Air, terdapat polemik mengenai tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi para mahasiswa. Ini tentunya menjadi sebuah hambatan untuk mewujudkan cita-cita memiliki SDM yang berkualitas.

Selain itu, pendidikan yang tinggi juga belum tentu mempermudah mereka dalam mendapatkan pekerjaan yang layak dan menjamin, khususnya bagi para kaum milenial dan Gen Z.

Mendapatkan pendidikan tinggi di Indonesia bukanlah hal yang mudah, terutama dengan biaya pendidikan yang masih menjadi hambatan utama bagi masyarakat. Kemendikbudristek menilai melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi menjadi kunci dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan unggul.

Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Dirjen Dikti Kemendikbudristek, Sri Suning Kusumawardani, mengungkapkan perlunya dukungan dari berbagai pihak untuk membantu masyarakat meraih pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi dianggap sebagai syarat mutlak dalam mempersiapkan SDM yang unggul demi mencapai visi Indonesia Emas 2045.

"Pendidikan tinggi menjadi syarat utama dalam pembentukan sumber daya manusia unggul. Bahkan, presiden juga telah menekankan perlunya memperkuat lulusan magister dan doktor pascasarjana," ungkap Sri Suning Kusumawardani, ditemui di Kemendikbudristek, Jumat (31/5), seperti dikutip dari beritasatu.com.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk segera mengembangkan strategi agar pendidikan tinggi dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat, sehingga SDM unggul dapat tercipta dengan lebih baik.

"Peran pendidikan tinggi sangat strategis, karena merupakan sumber utama dalam menciptakan SDM unggul yang diperlukan untuk kemajuan bangsa," pungkasnya.  ***