Duit Korupsi Mengalir ke Partai Politik, Bisakah Dibubarkan?

Duit Korupsi Mengalir ke Partai Politik, Bisakah Dibubarkan?

WJtoday, Jakarta - Partai Nasional Demokrat, atau secara umum disingkat dengan Partai NasDem kini tengah mendapatkan sorotan terkait dugaan menerima aliran uang korupsi dari kader. 

Adapun aliran dana tersebut terungkap dalam persidangan dengan tersangka kader partai NasDem sekaligus mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Tak hanya dari SYL, sebelumnya, pada persidangan mantan Sekjen NasDem lain yang juga mantan Menteri Komunikasi dan Informasi (Mekominfo) Johnny G Plate, terkuat fakta adanya dugaan aliran dana Rp100 juta untuk pembelian kaos partai NasDem.

Berkaca pada hal tersebut, bisakah partai politik yang kedapatan menerima aliran uang korupsi diberi sanksi?

Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Orin Gusta Andini, dalam keterangannya, dikutip dari inilahcom, menguraikan sejumlah aturan yang memungkinkan parpol dipidana akibat terima duit korupsi.

Parpol Badan Hukum Seperti Korporasi

Partai politik dalam UU Tipikor, bisa dimaknai sebagai badan hukum yayasan maupun korporasi atau yang dikenal sebagai badan hukum privat.

Hal ini, sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebutkan bahwa “Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisir, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum"

Sehingga, aturan korporasi bisa diterapkan kepada parpol.

Sementara aturan pidana korporasi, dapat mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Aturan ini, menjadi pedoman bagi penegak hukum dalam memeriksa korporasi sebagai pelaku tindak pidana.

Syarat Parpol Bisa Dikenakan Pidana

Merujuk pada Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), disebutkan beberapa syarat parpol bisa dikenakan pidana korporasi.

Bunyi Pasal 20 ayat (2):

Tindak pidana Korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama

Sementara dalam menilai kesalahan korporasi, hakim dapat menilai kesalahan korporasi sebagaimana Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung No. 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi (Perma 13 tahun 2016) menjelaskan:

Dalam menjatuhkan pidana terhadap Korporasi, Hakim dapat menilai kesalahan Korporasi sebagaimana ayat (1) antara lain:

a. Korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan Korporasi; 

b. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana; atau 

c. Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.

"Tentu saja bentuk pidana untuk parpol bukan penjara, tapi bisa denda sampai maksimal Rp100 M," kata Orin.

Sanksi Pembubaran Parpol

Orin mengatakan, sanksi pembubaran bisa dikenakan kepada parpol dengan merujuk pada UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Bisa dikenakan sanksi tambahan seperti pembubaran korporasi, dalam hal ini parpol," kata Orin.

Hal ini, sesuai dengan Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dimana dijelaskan bahwa selain pidana denda, korporasi juga bisa diberikan pidana tambahan berupa:

- Pengumuman putusan hakim

- Pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha korporasi

- Pencabutan izin usaha

- Pembubaran dan/atau pelarangan korporasi

- Perampasan aset korporasi untuk negara, dan/atau

- Pengambilalihan korporasi oleh negara. ***