Golden Visa: Keuntungan, Kerugian, dan Kemungkinan Penerapannya di Indonesia

Golden Visa: Keuntungan, Kerugian, dan Kemungkinan Penerapannya di Indonesia
Lihat Foto

WJtoday, Bandung - Pascapandemi Covid-19, perekonomian Indonesia berhasil menunjukkan ketahanannya, ditandai dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2022 mencapai 5,31 persen. Nilai ini lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 yang mencapai 3,70 persen. 

Realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) juga berhasil mencapai Rp654,4 triliun. Aliran investasi yang masuk ke Indonesia tentunya akan mendatangkan modal baru untuk membantu pembiayaan pembangunan, menciptakan lapangan kerja, serta transfer teknologi. 

Menyadari pentingnya investasi bagi stabilitas perekonomian Indonesia, Presiden Joko Widodo melakukan upaya meningkatkan masuknya investasi asing ke Indonesia.

Salah satu upaya yang dipertimbangkan untuk menggaet investor asing adalah rencana pemberlakuan kebijakan Golden Visa. Saat ini rencana pemberlakuan kebijakan Golden Visa  masih dirumuskan oleh kementerian/lembaga terkait, setelah sebelumnya dibahas bersama Presiden. 

Dalam sambutan Syukuran Hari Bhakti Imigrasi ke-73 tanggal 26 Januari 2023, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) secara khusus meminta jajaran Direktorat Jenderal Imigrasi untuk melakukan riset yang matang dan melakukan perbandingan dengan negara lain sebelum menetapkan kebijakan Golden Visa dimaksud.

Gambaran Umum tentang Kebijakan Golden Visa
Berdasarkan definisi OECD, Skema Izin Tinggal melalui Investasi (Residency by Investment) dan Kewarganegaraan melalui Investasi (Citizenship by Investment), atau sering disebut dengan ‘Golden Visa’ dan ‘Golden Passport”, merupakan kebijakan yang diberlakukan oleh suatu negara melalui mekanisme pemberian fasilitas izin tinggal atau berkewarganegaraan kepada Warga Negara Asing (WNA) melalui investasi atau membayar sejumlah biaya tertentu. 

Beberapa negara menggunakan istilah bervariasi dalam penamaan Golden Visa. Indonesia dapat saja menggunakan istilah lain, misalnya Visa atau Izin Tinggal Terbatas. Pemegang Golden Visa akan menikmati manfaat eksklusif yang tidak diterima oleh pemegang visa pada umumnya.

Antara lain prosedur dan persyaratan permohonan visa dan urusan imigrasi lebih mudah dan cepat, mobilitas dengan multiple entries, jangka waktu tinggal lebih lama, hak untuk memiliki aset di dalam negara, serta menjadi jalur fast track untuk pengajuan kewarganegaraan.

Skema Golden Visa diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi asing masuk di berbagai instrumen, baik itu pada investment funds, obligasi pemerintah, saham perusahaan, maupun properti. 

Pada tahun 2018, Transparency International telah melakukan kajian dan mengestimasi pada rentang waktu tahun 2008-2018, Uni Eropa menerima sekitar EUR 25 miliar (Rp407 triliun) dalam bentuk PMA berkat pemberlakukan skema Golden Visa di negara-negara anggotanya. 

Meskipun Golden Visa diasosiasikan dengan visa investor, beberapa negara juga membuka kesempatan kepada individu noninvestor dengan keahlian khusus untuk mendapatkan Golden Visa.

Praktik Pemberlakuan Kebijakan Golden Visa di Berbagai Negara
Pada tahun 2022, diperkirakan lebih dari 60 negara telah memberlakukan kebijakan pemberian izin tinggal dan kewarganegaraan berbasis investasi. 

Praktik pemberian izin tinggal dan kewarganegaraan berbasis investasi pertama kali dilakukan oleh negara Saint Kitts & Nevis, negara kecil dengan dua pulau di kawasan Karibia, pada tahun 1984. Dengan memberikan donasi minimal 150 ribu dolar AS (Rp2,2 miliar) pada instrumen Sustainable Growth Fund atau memiliki investasi di sektor real estat minimal senilai 200 ribu dolar AS (Rp3 miliar), seorang WNA bisa mendapatkan kewarganegaraan Saint Kitts & Nevis. 

Pada tahun 1986 Kanada mulai memberlakukan kebijakan pemberian izin tinggal berbasis investasi melalui Immigrant Investor Program (program ini dihentikan pada tahun 2014), disusul oleh Amerika Serikat pada tahun 1990. 

Amerika Serikat, melalui EB-5 Immigrant Investor Program, memberikan izin tinggal bersyarat selama 2 tahun dan dapat diperpanjang untuk investor asing dengan minimal nilai investasi 1,05 juta dolar AS (Rp16 miliar).

Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2007-2008, menjadikan praktik pemberian Golden Visa semakin marak dilakukan oleh negara-negara Eropa dalam rangka pemulihan ekonomi. 

Pemerintah Spanyol melalui Investor Visa memberikan izin tinggal bagi investor yang (i) melakukan investasi sebesar 500 ribu euro (Rp8 miliar) di sektor real estat, (ii) memegang saham perusahaan atau deposito bank dengan nilai minimal 1 juta euro (Rp16 miliar), (iii) melakukan investasi obligasi pemerintah minimal 2 juta euro (Rp32 miliar); atau (iv) memulai jenis bisnis tertentu di Spanyol yang membuka lapangan kerja, berdampak sosio-ekonomi kepada masyarakat sekitar, atau memberikan transfer teknologi.

Tidak hanya negara-negara di kawasan Amerika dan Eropa yang memiliki program Golden Visa, negara-negara berkembang di kawasan Asia Pasifik dan Afrika juga melihat Golden Visa sebagai peluang untuk menggenjot investasi asing masuk. 

Pemerintah Persatuan Emirat Arab (PEA) memberikan Golden Visa untuk izin tinggal selama 5 atau 10 tahun bagi investor, pengusaha, pekerja humaniter, mahasiswa dan lulusan berprestasi, serta individu dengan keahlian khusus seperti dokter, ilmuwan, atau pekerja seni. 

Pemerintah Thailand melalui Elite Residence Program memberikan izin tinggal eksklusif kepada WNA selama 5 tahun dengan membayar biaya sebesar 600 ribu baht (Rp265 juta) atau selama 20 tahun dengan membayar biaya sebesar 1 juta baht (Rp442 juta). 

Pemerintah Namibia melalui Residence by Investment Program memberikan izin tinggal eksklusif selama 5 tahun kepada WNA dengan syarat pembelian real estat di wilayah khusus yang telah ditentukan dengan nilai minimal 316 ribu dolar AS (Rp4,7 miliar). 

Melalui Citizenship by Investment Program, seorang WNA dapat memperoleh kewarganegaraan Vanuatu dengan syarat melakukan investasi minimal senilai 130 ribu dolar AS (Rp1,9 miliar) pada instrumen Vanuatu Development Support Programme. 

Praktik kebijakan Golden Visa telah menjadi instrumen di beberapa negara dalam rangka menarik investor asing.

Implikasi Negatif Pemberlakuan Kebijakan Golden Visa
Bagi negara-negara yang memberlakukan kebijakan pemberian Golden Visa, kebijakan ini memberikan keuntungan ekonomi dan fiskal melalui dorongan investasi sektor swasta dan peningkatan pendapatan fiskal negara. 

Namun demikian, pemberian Golden Visa juga tidak menutup kemungkinan terhadap terjadinya implikasi negatif, khususnya menyebabkan risiko fiskal dan makroekonomi seperti fluktuasi ekonomi yang cepat (boom and bust cycle) dan gelembung properti. 

Aliran investasi yang masuk dari mekanisme pemberian Golden Visa yang cenderung rentan dan mudah dipengaruhi oleh faktor eksternal, misalnya apabila muncul skema investasi yang lebih menarik yang ditawarkan oleh negara lain, maka tidak menutup kemungkinan investor akan menarik investasinya dari suatu negara dan memindahkan investasinya ke negara lain yang memiliki skema investasi yang lebih menarik.

Kebijakan pemberian izin tinggal dan kewarganegaraan berbasis investasi juga mendapat kritikan karena kebijakan tersebut diasosiasikan sebagai menjual kewarganegaraan. 

Hukum internasional mengenal 2 asas terkait kewarganegaraan, yaitu jus soli (kewarganegaraan ditentukan oleh tempat kelahiran) dan jus sanguinis (kewarganegaraan ditentukan pertalian darah). Pemberian kewarganegaraan berdasarkan investasi dianggap menyimpang dari kedua asas dimaksud. 

Selain itu, kebijakan pemberian izin tinggal dan kewarganegaraan berbasis investasi juga dikritik sebagai kebijakan yang tidak adil dan diskriminatif, mengingat orang yang memiliki uang dalam jumlah banyak lah yang akan mendapatkan hak eksklusif untuk tinggal, bekerja, dan melakukan usaha di suatu negara.

Selain itu, skema Golden Visa juga menimbulkan risiko terhadap penyalahgunaan izin tinggal dan berusaha, serta peningkatan kasus korupsi, pengemplangan pajak (tax evasion), pencucian uang (money laundering), dan pendanaan kelompok teroris. 

Risiko-risiko dimaksud mendasari penghentian pemberlakuan skema Golden Visa di beberapa negara Eropa, antara lain Hongaria menghentikan Hungarian Residency Bond Programme sejak Juli 2018, Inggris menghentikan pemberian Investor visa (Tier 1) sejak Februari 2022, Bulgaria menghentikan program Citizenship and Residency by Investment sejak April 2022, dan terakhir Portugal yang menghentikan program Residence Permit for Investment sejak Februari 2023. 

Selain itu, desakan untuk menghentikan program Golden Visa di negara-negara anggota Uni Eropa juga dipengaruhi faktor invasi Rusia ke Ukraina, mengingat warga negara Rusia merupakan pemegang Golden Visa terbanyak dari negara-negara anggota Uni Eropa.

Implikasi negatif dari kebijakan pemberian izin tinggal dan kewarganegaraan berbasis investasi juga tidak hanya dikhawatirkan oleh negara pemberi, melainkan juga oleh negara pihak ketiga. 

Pada Januari 2022, Komisi Eropa mengusulkan penghentian perjanjian bilateral terkait program bebas visa dengan Vanuatu yang disebabkan oleh penyalahgunaan program Citizenship by Investment Program Vanuatu. 

Untuk menarik investor masuk, Pemerintah Vanuatu mempromosikan program Citizenship by Investment dengan salah satu iming-iming memberikan akses bebas visa ke Uni Eropa, padahal perjanjian bilateral antara Uni Eropa dengan Vanuatu tersebut tidak ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi WNA yang memperoleh kewarganegaraan Vanuatu menghindari persyaratan visa Uni Eropa.

Kemungkinan Penerapan Kebijakan Golden Visa di Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2013 beserta perubahannya, serta Permenkumham Nomor 29 Tahun 2021 tentang Visa dan Izin Tinggal, WNA yang melakukan penanaman modal asing di wilayah Indonesia dapat mengajukan Visa Tinggal Terbatas dan Izin Tinggal Terbatas.

Kementerian Hukum dan HAM telah meresmikan pemberlakuan Visa Rumah Kedua (Second Home Visa) sebagai bentuk fasilitas baru untuk para investor global yang ingin tinggal lebih lama di wilayah Indonesia. Visa Rumah Kedua diberikan kepada WNA untuk tinggal di wilayah Indonesia untuk jangka waktu 5 tahun atau 10 tahun. 

WNA pemegang Visa Rumah Kedua dapat melakukan kegiatan, antara lain sebagai investor, wisatawan, dan wisatawan lanjut usia/pensiunan. Visa Rumah Kedua juga dapat diajukan bagi anggota keluarga pemegang utama Visa Rumah Kedua, yaitu anak, suami/istri, atau orang tua.

Berdasarkan peraturan pada tingkat Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, permohonan Visa dan Izin Tinggal Terbatas Rumah Kedua diajukan oleh Orang Asing atau Penjamin dengan melampirkan Proof of Fund berupa (i) rekening milik orang asing yang bersangkutan pada Bank Milik Negara dengan nilai sekurang-kurangnya Rp2 miliar atau bukti kepemilikan properti di Indonesia dengan kategori mewah. 

Adapun biaya yang dikenakan untuk pengajuan Visa Rumah Kedua sebesar Rp3 juta per orang untuk Pemegang Visa Utama dan Rp2 juta per orang untuk anggota keluarga yang ikut.

Terkait rencana penerapan kebijakan Golden Visa, Indonesia saat ini sedang mengkaji agar kebijakan Golden Visa tersebut dapat menyempurnakan kebijakan Visa Rumah Kedua yang telah diluncurkan, serta diharapkan dapat menarik target investor dan pebisnis internasional, talenta global dan wisatawan lansia mancanegara yang memenuhi persyaratan. 

Golden Visa diharapkan dapat menjadi ‘tiket emas’ bagi individu potensial dari berbagai negara untuk mengembangkan modal dan kemampuannya dalam rangka membantu peningkatan kesempatan kerja dan pembangunan ekonomi nasional Indonesia.

Kebijakan Golden Visa yang akan diimplementasikan harus memberikan kemudahan dan kepastian, salah satunya melalui pengajuan dengan one single submission yang tidak memakan waktu terlalu lama, sehingga benar-benar dapat menarik masuk investor asing dan individu bertalenta dari negara lain. 

Namun demikian, berkaca dari implikasi negatif praktik kebijakan Golden Visa dari negara-negara lain, maka perumusan kebijakan Golden Visa di Indonesia perlu dilakukan secara selektif dengan prinsip kehati-hatian dan sesuai peraturan perundang-undangan. Langkah-langkah mitigasi terhadap risiko dampak negatif pemberlakuan Golden Visa perlu dipersiapkan, seperti background checking terhadap pemohon Golden Visa dan sumber dana yang diinvestasikan, serta menyiapkan mekanisme pengawasan kepada individu yang telah mendapatkan Golden Visa. 

Kementerian Hukum dan HAM dapat bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait dalam mempersiapkan upaya mitigasi tersebut. 

Selain itu, perlu dipertimbangkan agar kebijakan Golden Visa tidak ditetapkan secara permanen, melainkan dapat sewaktu-waktu dievaluasi dan dihentikan apabila diperlukan. Terakhir, kebijakan Golden Visa diharapkan juga dapat mendorong peran dan fungsi keimigrasian sebagai fasilitator pembangunan.  ***

(Sumber: Setkab RI)