Imbas PPKM Darurat Imunisasi Rutin Anak Terpaksa Ditunda

Imbas PPKM Darurat Imunisasi Rutin Anak Terpaksa Ditunda

WJtoday, Jakarta - Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Pulungan mengatakan bahwa terpaksa harus menunda imunisasi rutin pada anak selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

"Terpaksa menunda imunisasi rutin. Tak mau anak-anak terpapar, terutama di daerah PPKM," katanya saat rapat bersama DPR di Jakarta, Senin (5/7/2021).

Akibat Covid-19 ini, menurutnya imunisasi memang terganggu. Hal ini karena Puskesmas juga bahu membahu dalam menangani masyarakat yang terpapar Covid-19.

"Imunisasi terganggu. Collapse kita semua. Puskesmas juga melayani Covid-19. Ada potensi penyakit lain. Kita lihat varian Delta ini. Apakah varian Delta, bukan karena Delta. Tapi karena kita abai, anak tidak di-testing, anak diajak jalan-jalan, anak tidak pakai masker," ujarnya lagi.

Dia berpesan kepada orang tua, agar jangan pernah membawa anak ke tempat umum dan kerumunan. Sebab jika anak-anak terpapar, akibatnya bisa terjadi lost generation.

"Jangan pernah membawa anak ke tempat kerumunan dan tempat umum. Efek sosial pandemi akan lama. Kesehatan mental anak terganggu," katanya lagi.

Bahkan, menurutnya long Covid-19 juga bisa menimpa anak-anak.

"Long Covid-19 pada anak, kalau abai men-testing anak cucu, 6-9 bulan lagi dapat long Covid-19. Rambut rontok, tak bisa konsentrasi, badan ngilu-ngilu, dia akan sesak," tegasnya.

Selama ini, lanjutnya, banyak anak memang memiliki komorbid, misalnya saja auto imun hingga obesitas. Namun menurutnya, mereka tidak meninggal karena banyak super spesialis yang bisa merawat dengan baik.

"Tapi ketika mereka kena Covid-19, telat terdeteksi, kami tak bisa menolong. Tolong kami untuk dilakukan testing lebih banyak. Satu kasus ada 30 tracing. Tingginya mortalitas karena RS overload, anak mau dibawa ke mana kalau sakit Covid-19," ujarnya.

Belum lagi transparansi data yang menurutnya rancu. Saat ini, total kasus positif di Indonesia mencapai 2 juta kasus. Dari angka tersebut seharusnya ada 250 ribu anak yang terpapar. Nyatanya, data real IDAI hanya tercatat 140 ribu.

"Tidak ada transparansi data. DKI bisa online. Ada yang bisa minta. Yang lain tidak tahu datanya bagaimana. Bagaimana carinya? Kami tanya dokter anak setiap minggu," pungkasnya.***