Indonesia yang Gemah Ripah Loh Jinawi Ternyata Alami Kesulitan Beras

Indonesia yang Gemah Ripah Loh Jinawi Ternyata Alami Kesulitan Beras
Lihat Foto

WJtoday, Bandung - Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati meminta pemerintah untuk segera melakukan langkah-langkah antisipatif untuk menstabilkan harga beras. Pemerintah pun disarankan untuk lebih sering melakukan operasi pasar guna mengintervensi harga beras kembali normal.

“Jadi, saya mendorong pemerintah untuk lebih cepat bergerak, sementara harga beras ini yang menjadi kebutuhan pokok bangsa Indonesia ini masih terus naik. Pemerintah harus cepat melakukan langkah-langkah antisipatif." kata Anis dalam keterangannya, dikutip Rabu (25/10/2023).

"Jadi sebetulnya banyak yang bisa dilakukan operasi pasar, misalnya. Dan pemerintah mengambil intervensi untuk bisa menstabilkan harga-harga beras,” dia melanjutkan.

Politisi Fraksi PKS ini pun menyampaikan keprihatinannya atas kejadian ini. Ia menyebut Indonesia yang dikatakan sebagai negara gemah ripah loh jinawi, lumbung padi, lumbung beras, ternyata mengalami kesulitan beras.

“Memang ada pengaruh-pengaruh cuaca, pengaruh-pengaruh lain yang membuat produksi beras itu menjadi menurun. Kemudian juga kondisi luar negeri yang tidak menentu yang membuat impor beras itu juga tidak bisa sesuai dengan yang diharapkan." sebut Anis.

"Akibatnya adalah terjadi kelangkaan beras tidak mudah didapatkan dan kalaupun ada itu harganya tinggi,” imbuh Wakil Ketu Badan Akuntabilitas Keuangan (BAKN) DPR RI ini.

Lebih lanjut, Anis juga meminta pemerintah melakukan kerja sama lintas kementerian untuk segera melakukan langkah efektif dan tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan provokatif yang bisa memancing kegaduhan di tengah masyarakat.

“Beras ini adalah makanan pokok bagi bangsa Indonesia. Ya kita tidak bisa mengganti dengan serta merta begitu. ’Ayo sekarang makan singkong dan sebagainya’, sampai saat ini beras jadi makanan pokok, karena itu memang tugas pemerintah untuk bisa mengatasi inflasi beras ini,” pungkasnya.

BPS Ungkap Fakta Tak Terduga Impor Beras RI
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, Indonesia merupakan negara net importer atau pengimpor bersih beras.

Artinya, mengutip definisi di laman investopedia, net importer adalah negara yang membeli lebih banyak barang dari negara lain dalam perdagangan global, dibandingkan menjualnya ke negara tersebut dalam periode waktu tertentu.

BPS mencatat, ketergantungan Indonesia akan beras impor berpotensi semakin meningkat.

Hal itu disampaikan Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti saat saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi tahun 2023, Senin (11/9).

Mengutip paparannya saat rapat tersebut, terungkap pada tahun 2019-2022, mayoritas beras yang masuk ke Indonesia merupakan beras khusus. Seperti glutinous rice (HS 10063030), basmati rice (HS 10063050), dan broken rice (10064090).

Pada tahun 2023, pemerintah kembali mengimpor beras konsumsi, yaitu semi milled or wholly milled rice (HS 10063099).

"Indonesia merupakan net importer beras. Kalau dilihat ketergantungan kita akan beras impor, ada tren meningkat," kata Amalia, dikutip Selasa (12/9).

Dia pun menjabarkan asal impor beras Indonesia. Yaitu, pada periode Januari-Juli 2023, sumber utama impor beras terbesar berasal dari Thailand, Vietnam, India, dan Pakistan.

"Impor beras terbesar sepanjang Januari-Juli 2023 berasal dari Thailand dengan volume 658 ribu ton atau mencakup 49,39% dari total impor beras," sebutnya.

Dijabarkan, impor beras dari Vietnam pada periode sama adalah sebanyak 561 ribu ton atau dengan porsi 42,11%, kemudian dari India 66 ribu ton dengan porsi 4,93%, lalu Pakistan sebanyak 43 ribu ton dengan porsi 3,21%.

Seperti diketahui, pemerintah memerintahkan Perum Bulog mengimpor beras konsumsi untuk mengisi cadangan beras pemerintah (CBP) yang terus menyusut sejak akhir kuartal tahun 2022 lalu. Di saat bersamaan, harga beras merangkak naik sejak Agustus 2022, dan dalam sebulan terakhir terus melonjak signifikan, bahkan berulang kali cetak rekor.

Pada akhir tahun 2022, Bulog diperintahkan mengimpor 500 ribu ton beras, yang realisasinya berlanjut sampai awal tahun 2023.

Kemudian, pada Maret 2023, Bulog kembali diperintahkan mengimpor 2 juta ton beras. Di mana, hingga saat ini, proses pemasukan masih terus berjalan.

Mengutip paparan Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Epi Sulandari sama, dari total kuota impor yang ditugaskan, sisa yang dijadwalkan masuk pada periode 1 September-31 Desember 2023 adalah sebanyak 453 ribu ton.

Langkah Antisipasi Agar tak Jor-joran Impor Beras
Ada sejumlah upaya yang bisa dilakukan pemerintah agar RI tak lagi mengimpor beras. Menurut Mantan Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso upaya pertama yang perlu dilakukan pemerintah adalah membenahi masalah-masalah yang ada di hulu produksi beras itu sendiri.

"Jadi mestinya kalau kita ingin membenahi perberasan atau pangan secara keseluruhan, ada beberapa catatan yang harus diselesaikan yang pertama, persoalan hulu pasti ya, produksinya harus ditingkatkan dengan kualitas yang baik, harus dijamin apakah sarana produksi itu sesuai dengan harapan," ujar Sutarto dalam program Blak-blakan detikcom, Minggu (28/3).

Saat ini, kondisinya produktivitas beras di Indonesia masih terbilang stagnan lantaran terhambat oleh masalah-masalah yang harusnya bisa dibenahi sejak lama.

"Sekarang ini kan stagnan produktivitas kita, karena petani kecil, petani kecil ini sulit mengakses kadang-kadang pupuknya terlambat, harganya naik, kemudian habis itu dia tidak punya modal, menunggu bantuan, bibitnya tidak pernah diganti, bibitnya sudah tidak baik, nah ini harus diperbaiki kan, dari situ hulunya," paparnya.

Hal lain yang bisa diupayakan pemerintah adalah memperbaiki hilirnya yaitu saat memasuki masa panen. Caranya dengan memberikan mesin pengering gabah bagi para penggiling-penggiling di daerah.

"Sebenarnya harusnya mesin pengering ini harus diberikan kepada penggilingan padi, penggilingan padi yang sudah ada. Jangan diberikan kepada membangun baru lagi gitu loh." jelas Sutarto.

"Penggilingan padi kita itu sudah kelebihan, jadi penggilingan padi kita itu kemampuan teknisnya itu kira-kira 3 kali lipat dari kemampuan produksi gabahnya. Tiga kali lipat makanya tidak efisien," dia menambahkan.

Adapun penggiling padi yang perlu diberi mesin pengering gabah adalah penggiling pada yang kecil-kecil di daerah-daerah. Caranya bisa dengan memberi pinjaman seperti pemerintah memberi kredit murah kepada UMKM.

"Jadi yang kecil-kecil ini harus dibekali, dengan permintaan kami ya sebenarnya, kami tidak ingin gratis tapi berilah kemudahan dan pemerintah kan memberikan kredit murah kepada UMKM, ini kan sebenarnya UMKM, wong di desa, kecil-kecil nah ini yang sulit jadi mestinya dia diberikan kredit," terangnya.

Bila permasalahan hilir ini bisa diselesaikan, misal hanya 50 ribu penggilingan pada saja dari total 172 ribu penggilingan padi yang ada di Indonesia, itu bisa mengurangi gabah yang terbuang sia-sia. Akhirnya Indonesia tak perlu lagi impor beras.

"Katakanlah dari 172 ribu penggilingan mungkin 100 ribunya saja atau bahkan 50 ribunya saja bisa kita selesaikan itu salah satu yang bisa menyelesaikan persoalan tadi itu, persoalan kualitas, mengurangi kehilangan hasil, bayangkan kalau kita bisa meningkatkan rendemen, rendemen itu bisa 5-10% kita tingkatkan kalau kita merevitalisasi, kemudian kita bisa mengurangi losses kita pasti sudah surplus dan tidak perlu impor lagi," papar Sutarto.

Dengan begitu, ia yakin setiap tahun Indonesia bisa surplus produksi beras bahkan kemudian bisa juga jadi eksportir beras.

"Jadi sekian persen kan dari 31 juta ton beras itu kan kalau kehilangan hasil dari situ saja kira-kira 10% bahkan lebih artinya apa kita mestinya sudah 34 juta. Jadi 34 juta kita sudah surplus sekitar 5 juta malah bisa ekspor. Jadi bisa ekspor dan efisiensi di situ terjadi sehingga harganya pun bisa bersaing itu yang. Jadi secara komprehensif ini yang harus kita selesaikan," tandasnya.  ***