Kala Kasus Pornografi Anak di Ruang Digital Kian Marak

Kala Kasus Pornografi Anak di Ruang Digital Kian Marak

WJtoday, Jakarta - Kasus pornografi anak di ruang digital semakin marak. Berdasarkan data National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC), konten kasus pornografi anak Indonesia selama empat tahun mencapai lebih dari 5 juta kasus.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto pernah menyampaikan bahwa kasus pornografi anak di Indonesia berada di posisi empat secara internasional. Bahkan pada tingkat regional ASEAN, Indonesia menduduki peringkat kedua. 

"Temuan konten kasus pornografi anak Indonesia selama empat tahun sebanyak 5.566.015 kasus. Dan Indonesia masuk peringkat kempat secara internasional dan peringkat kedua dalam regional ASEAN," ujar Hadi dalam konferensi pers di Kemenkopolhukam, Kamis, 18 April 2024.

Hadi menyebut berdasarkan data statistik, kasus pornografi ini menargetkan anak-anak PAUD dan sekolah dasar, penyandang disabilitas hingga santri pondok pesantren. Naasnya, Hadi menyebut, rata-rata pelaku berasal dari orang terdekat korban.

"Anak-anak didik kita di pesantren sering jadi korban. Dan pelakunya justru orang dikenal dan orang dekat," ujar Hadi

 

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah pun menanggapi hal ini. Menurutnya, peristiwa ini sangat memprihatinkan.

"Bisnis pornografi ini menyasar anak-anak kita," ucap Maryati melalui keterangannya dikutip dari metronews, Minggu, 9 Juni 2024. 

Maryati menuturkan mayoritas korban pornografi anak ini berasal dari keluarga yang tidak teredukasi dan keluarga yang kurang mampu. Ia juga menemukan korban mayoritas berusia di bawah 10 tahun.

"Akses informasi dan literasi, tantangan yang sangat besar di mana anak semakin mudah menghadapi situasi yang sangat berlipat kerentanannya," ungkap Maryati.

Ketua KPAI itu menyebut anak di bawah umur rentan menjadi korban pornografi. Sebab, mayoritas pelaku adalah orang terdekat mereka sendiri.

"Yang lebih parah ketika kontennya bukan hanya foto, tetapi sudah video. Artinya, ada interaksi, ada bujuk rayu yang dilakukan berulang kali," bebernya.

Maryati juga melihat pola-pola yang dilakukan pelaku adalah dengan menjual-belikan konten pornografi anak. Sehingga, hal itu harus diusut sampat akarnya. ***