Kenaikan UMP: Kepentingan Pengusaha, Produktivitas Pekerja, dan Dampak Terhadap Investasi

Kenaikan UMP: Kepentingan Pengusaha, Produktivitas Pekerja, dan Dampak Terhadap Investasi

WJtoday, Bandung - Pemerintah telah mengumumkan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun 2024. Kenaikan terbesar berada di Provinsi Maluku Utara sebesar 7,5 persen, sedangkan nilai UMP tertinggi masih dipegang DKI Jakarta yaitu Rp5.067.381. 

Anggota Komisi XI DPR RI, Bahtra Banong meminta kenaikan UMP dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk dari sisi pengusaha dan pekerja.

“Kondisi kita dipengaruhi oleh banyak hal sehingga inflasinya tinggi, terus pasti berimbas pada harga bahan-bahan pokok. Di sisi lain juga kita tidak boleh hanya berpatokan pada satu sisi. Aspek-aspek yang lain juga harus jadi pertimbangan,” tutur Bahtra dalam keterangannya, dikutip Minggu (3/12/2023).

Lebih lanjut, Politisi Fraksi Partai Gerindra mengatakan apabila kenaikan UMP terlalu tinggi maka bisa menimbulkan keluhan dari dunia usaha. 

Di sisi lain apabila kenaikan terlalu rendah maka akan memberatkan para pekerja terutama di tengah inflasi pada sejumlah barang kebutuhan pokok.

“Misalnya itu tadi kalau juga terlalu tinggi apakah dunia usahanya nggak complain? Tapi juga kalau terlalu rendah tentu juga masyarakat yang bekerja itu kan supaya masyarakat ekonominya harus penyesuaian juga." ujarnya

Harga barang-barang mahal, inflasi tinggi kalau penghasilan mereka juga rendah bagaimana daya beli juga meningkat? Jadi memang banyak faktor yang harus kita pertimbangkan,” tutup Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.

Aturan kenaikan UMP 2024 tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. 

Terdapat beberapa penyesuaian aturan dalam penghitungan untuk UMP tahun 2024 salah satunya adalah menghapus batas maksimal kenaikan UMP sebesar 10 persen yang berlaku pada tahun lalu.

Harus Diimbangi Produktivitas Pekerja
Deputi Kepala Komite Tetap Asia Pacific Kadin Bambang Budi Suwarso mengatakan, kebijakan pemerintah dengan menetapkan upah minimum provinsi 2024 harus diiringi dengan kenaikan produktivitas dari para pekerjanya. Hal ini bertujuan agar dapat menjaga daya saing industri. 

Deputi Kepala Komite Tetap Asia Pacific Kadin Bambang Budi Suwarso mengatakan, kebijakan pemerintah dengan menetapkan upah minimum provinsi 2024 harus diiringi dengan kenaikan produktivitas dari para pekerjanya. Hal ini bertujuan agar dapat menjaga daya saing industri. 

"Sehingga harga barang kita bisa bersaing harga dengan produk sejenis di luar negeri," kata Bambang, seperti dikutip dari  Republika.

Dirinya menyayangkan jika upah yang telah dinaikan oleh pemerintah tidak sejalan dengan meningkatnya produktivitas. Maka itu, pemerintah harus bekerja sama dengan pihak swasta untuk membuat roadmap dalam meningkatkan produktivitas pekerja

"Jangan sampai setiap tahunnya upah selalu dinaikan, tapi tingkat produktivitas jadi menurun. Tentunya, hal tersebut dapat merugikan kalangan pengusaha dimana barang-barang yang dihasilkan tidak memiliki daya saing," ucapnya.

Bambang juga mempertanyakan apakah dengan kenaikan upah minimum provinsi bisa memenuhi kebutuhan hidup layak di kota– kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan dan Surabaya. Sebab menurut data komponen dan jenis kebutuhan hidup layak terdapat 64 komponen sebagai standar hidup layak. 

"Juga jadi pertanyaan, apakah masih tersisa cukup penghasilan yg dapat ditabung atau diinvestasikan, terutama buat mereka yang tinggal di kota besar seperti jakarta dan Surabaya, seiring dengan kenaikan biaya hidup pokok seperti sandang dan pangan," ungkap dia.

Sebanyak 30 provinsi sudah menetapkan upah minimum provinsi 2024 dengan persentase kenaikan 1,2 persen – 7,5 persen atau berkisar mulai dari Rp 35.750 dan yang tertingginya mencapai Rp 223.280.  

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sebanyak dua provinsi yang masih belum mengumumkan upah minimum provinsi 2024 yaitu Kalimantan Tengah dan Maluku. Sedangkan provinsi yang kenaikan upah minimum provinsi paling tinggi yaitu Maluku Utara dengan persentase 7,5 persen.

Sementara provinsi lain yang kenaikannya di atas lima persen diantaranya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan persentase 7,27 persen, dan provinsi Jawa Timur kenaikannya berdasarkan persentase 6,13 persen dan provinsi lainnya hanya menaikan upah minimum provinsi  dengan persentas sekitar satu sampai lima persen.

Dampak Terhadap Investasi
Upah minimum provinsi atau UMP 2024 di 34 provinsi mengalami kenaikan. Perusahaan di jasa audit, tax, dan advisory Grant Thornton Indonesia mengungkapkan dampaknya terhadap investasi.

"Kemungkinan itu menjadi pertimbangan (investor masuk)," kata Assurance Partner Grant Thornton Indonesia, Tagor Sidik Sigiro, dalam media talkshow di Jakarta pada Rabu (29/11).

Tagor, sapaannya, menjelaskan ini karena gaji pekerja menjadi salah satu komponen yang membentuk harga pokok penjualan (HPP) suatu produk atau jasa. Selain itu, kenaikan UMP di tengah konsisi ekonomi yang kurang bagus juga menjadi pertimbangan.

"Kalau (UMP naik) di tengah pertumbuhan ekonomi yang bagus mungkin enggak jadi soal," sebut Tagor. 

Sementara itu, ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengamini bahwa tren investasi langsung cenderung mengalami perlambatan setiap tahun politik.

"Jadi 2014 dan 2019 juga sama, bahkan 2009 ada sedikit koreksi kemudian bounce back," ujar dia dalam kesempatan yang sama.

Hal ini dapat diketahui dari data pembentukan modal tetap bruto atau gross fixed capital formation (GFCF). Menurut data World Bank atau Bank Dunia, GFCF Indonesia memang sempat mengalami penurunan pada saat pemilihan umum atau Pemilu.

Bhima Yudhistira, Direktur dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) berpendapat kenaikan UMP tahun 2024 ini masih belum ideal. 

Menurutnya, kenaikan UMP untuk tahun depan idealnya ada di kisaran 10%. Angka ini diambil dari tingkat inflasi ditambah tingkat pertumbuhan ekonomi nasional.

Bhima berpendapat, dengan rerata kenaikan UMP 2024 sebesar 3,8%, ada indikasi pemerintah tidak memandang upah sebagai stimulus untuk mendorong konsumsi masyarakat. 

Ia menambahkan jika upah rendah, belanja masyarakat terutama kelas menengah ke bawah akan tertahan. Padahal, konsumsi rumah tangga memberikan porsi yang besar bagi pertumbuhan ekonomi.  ***