Tingginya Konsumsi Masyarakat saat Ramadan dan Lebaran, Peredaran Uang RI Diproyeksi Meningkat Rp150-170 Triliun

Tingginya Konsumsi Masyarakat saat Ramadan dan Lebaran, Peredaran Uang RI Diproyeksi Meningkat Rp150-170 Triliun
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Jumlah uang beredar pada saat Ramadan dan Lebaran diproyeksi meningkat sejalan dengan tingginya konsumsi masyarakat secara umum dan naiknya mobilitas publik terkait mudik. 

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, secara seasonal ada peningkatan persediaan uang kartal oleh BI untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini sejalan dengan normalisasi pasca pandemi Covid-19, di mana mobilitas publik lebih tinggi dari tahun lalu.

"Oleh sebab itu, terdapat potensi tambahan uang beredar (M2) sekitar Rp150-170 triliun pada momentum Ramadan dan Idul Fitri tahun ini," jelas Josua saat dihubungi, Jumat (12/4/2024).

Josua menuturkan, biasanya perputaran uang akan meningkat cepat baik di kota maupun daerah. Namun, menjelang Lebaran dan momentum mudik, perputaran uang di daerah akan cenderung lebih cepat. 

"Tentunya perputaran uang yang lebih cepat akan menggerakan roda perekonomian karena ativitas transaksi perdagangan barang dan jasa akan meningkat," urai Josua. 

Adapun sektor-sektor ekonomi yang berpotensi memiliki dampak positif di tengah momentum Idul Fitri dan mudik lebaran, antara lain sektor perdagangan, jasa penyediaan akomodasi, serta makanan-minuman.

Selain itu, sektor transportasi secara keseluruhan, baik transportasi darat, laut, udara dan kereta api juga cenderung akan meningkat sejalan dengan peningkatan pembelian tiket mudik.

"Secara umum, hitungan kami dampak Ramadan dan Lebaran ke ekonomi dapat mendorong pertumbuhan sebesar 0,14 - 0,25 poin. Jadi kami masih lihat pada Kuartal I-2024 ekonomi Indonesia cukup berpeluang untuk tumbuh di kisaran 5 – 5,1%," ungkap Josua.

Ia menambahkan, beberapa faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi tersebut adalah meningkatnya belanja pemerintah terutama terkait bansos dan pelaksanaan Pemilu, serta adanya low-base effect dari Kuartal I-2023 karena periode terlama Ramadan bergeser dari April pada tahun lalu (triwulan II) menjadi Maret pada tahun ini (triwulan I). 

"Memang benar inflasi yang dalam tren meningkat karena kenaikan harga pangan dapat menjadi hambatan bagi pertumbuhan ekonomi pada 1Q24 karena dapat mengganggu daya beli masyarakat. Namun faktor THR, bonus, serta kenaikan gaji dapat menahan penurunan daya beli akibat inflasi terutama bagi golongan middle income," terang Josua.

Ia juga berpendapat, pemerintah harus mulai mendesain kebijakan untuk membantu daya beli kelas menengah dan segera dapat menurunkan inflasi pangan karena jika tidak maka kemungkinan momentum Ramadan dan Lebaran bisa menjadi terganggu karena faktor inflasi pangan. 

"Kami melihat tantangan ekonomi pada periode Ramadan adalah pengendalian inflasi pangan di tengah supply yang terganggu karena El Nino, cuaca ekstrem, dan terganggunya jalur distribusi. Namun, demand yang meningkat secara musiman," tutupnya.***