Pajak Hiburan Naik 40-75 Persen Tuai Polemik

Pajak Hiburan Naik 40-75 Persen Tuai Polemik

WJtoday, Jakarta - Pajak hiburan naik 40 persen dan maksimal 75 persen dari sebelumnya hanya 15 persen, menuai polemik. Sejumlah pihak menyatakan tidak setuju dengan kebijakan tersebut. 

Pajak hiburan sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). 

Berdasarkan pasal 58 ayat 2, khusus tarif pajak barang dan jasa tertentu atas jasa hiburan ditetapkan paling rendah 40% hingga maksimal 75%. Namun tarif itu akan ditetapkan lebih lanjut berdasarkan peraturan daerah. 

Sebagai informasi, pajak hiburan menjadi salah satu penopang penerimaan pajak di daerah. Dalam konferensi pers APBN Kita, Jumat 15 Desember 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pajak daerah tumbuh didorong oleh peningkatan realisasi pajak dari sektor ekonomi yang bersifat konsumtif. Seperti pajak hotel, hiburan, restoran, dan parkir. Adapun realisasi penerimaan pajak daerah hingga November 2023 sebesar Rp22 triliun atau tumbuh 3,8% secara tahunan. 

Sandiaga Uno Pastikan Pajak Hiburan 40% Tak Matikan Pariwisata

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menanggapi soal kenaikan pajak tempat hiburan sekitar 40 hingga 75%. Sandiaga memastikan penetapan pajak bagi penyedia jasa hiburan tidak akan mematikan usaha sektor pariwisata.

Sandiaga mengatakan, untuk mendukung para pelaku usaha sektor pariwisata, pemerintah akan tetap menjaga iklim industri dan memberikan insentif serta kemudahan bagi pelaku usaha sektor pariwisata. 

Selain itu, Sandiaga juga menanggapi isu penyedia jasa spa yang tidak masuk dalam kategori tempat hiburan, melainkan jasa kebugaran. Sandiaga mengatakan, pemerintah daerah perlu gencar menyosialisasikan penerapan pajak hiburan dan peraturan terkait pajak tempat hiburan yang tidak akan mematikan pelaku usaha di sektor pariwisata. 

Alasan Kenaikan Pajak Hiburan Ditolak

Sementara itu, Ketua Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia Azril Azahari mengaku tidak setuju dengan rencana tersebut. Sebab, pasca pandemi Covid-19, banyak dunia usaha hiburan dan pariwisata baru bangkit. 

"Pajaknya seperti biasa saja, jangan dinaikkan. Kalau tidak dinaikkan artinya kebangkitan pariwisata itu kelihatan dari berbagai sektor, bukan hanya dari kegiatan event ataupun dari destinasi wisata tapi juga dari entertainment ini," kata Azril, Kamis (11/1/2024). 

Lebih jauh, Azril menyatakan, sudah sepatutnya pemerintah harus berpihak pada industri pariwisata dan hiburan. Sebab, tidak bisa dalam meningkatkan pariwisata, dunia hiburannya ditekan dengan pajak yang tinggi. 

"Ga bisa dua-duanya jalan sekaligus, jadi harus milih. Nah ini memang jadi dilema kalau gitu membuat peraturannya ini, bisa mematikan bisnis hiburan kita, padahal itu lagi bangkit-bangkitnya," ujarnya.

"Jangan salah, entertainment ini masuk dalam ekraf. Jadi, pemerintah berpihak kemana, atau memang uang kita sudah kurang ingin mendapatkan pajak yang lebih tinggi, wah ini kasihan sekali dunia hiburan," ucapnya menambahkan. 

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Hariyadi Sukamdani menilai, bahwa kenaikan pajak hiburan yang tinggi sangat bertentangan dan keluar jalur. Pasalnya, industri ini merupakan jaring pengaman untuk menyerap tenaga kerja Indonesia secara masif, tanpa memandang tingkat pendidikan.

"Yang menjadi kenyataan di lapangan jasa hiburan itu padat karya, banyak pekerja yang justru pendidikan yang tidak terlalu tinggi dan keterampilannya juga tidak terlalu terampil ini jumlahnya besar kerja disini. Tentu ini adalah jaring pengaman," kata Sukamdani dalam dialog PRO 3 RRI. 

Oleh karenanya, ujar dia, GIPI akan mempersiapkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi untuk melindungi sektor jasa hiburan secara keseluruhan. Selain dinilai dapat mematikan industri jasa hiburan, dalam penyusunan UU No.1/2022 para pelaku usaha tidak pernah dilibatkan. 

"Pertama kita tidak pernah diajak bicara dan tidak dilibatkan saya selaku Ketua Umum. Kedua juga kita tidak pernah melihat naskah akademiknya, makanya ini dalam rangka ingin mengurangi atau mematikan industri," ucapnya. 

Diketahu, pemerintah melalui UU No.1/2022 menetapkan PBJT untuk penjualan atau konsumsi barang dan jasa tertentu. Seperti makanan dan minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian dan hiburan tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.

Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar. Dan mandi uap atau SPA, ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.***