Pembenahan UMKM dengan Digitalisasi di Tengah Pandemi

Pembenahan UMKM dengan Digitalisasi di Tengah Pandemi
WJtoday, Bandung - Dampak besar pandemi Covid-19 di Indonesia tak hanya menyerang sektor kesehatan. Ekonomi termasuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) pun tak luput terdampak besar akibat wabah virus Corona ini.

Padahal UMKM merupakan salah satu penopang ekonomi terbesar di Indonesia. Sebuah penelitian mengungkapkan, UMKM mampu menyerap 96% tenaga kerja di Indonesia. Dengan serapan tenaga kerja sebesar itu maka bila sektor UMKM terganggu akan berdampak pada masyarakat yang banyak kehilangan pekerjaan.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, sebanyak 98% usaha pada level mikro atau sekitar 63 juta terkena dampak pandemi COVID-19. Jumlah ini terus meningkat seiring waktu pembatasan interaksi masyarakat.

Pemerintah pun tengah berusaha membantu keberlangsungan UMKM melalui beberapa skema ini. Ada bantuan langsung tunai (BLT), Kartu Prakerja untuk UMKM yang masuk kategori miskin dan rentan.

Ada pula pemberian insentif perpajakan untuk UMKM yang omzetnya di bawah Rp4,8 miliar per tahun serta pemberian relaksasi dan restrukturisasi kredit UMKM dengan berbagai program.

Selain bantuan dari pemerintah, salah satu kunci untuk pertahankan usaha di tengah situasi seperti ini adalah dengan memanfaatkan platform digital. Mengingat di tengah masa pandemi ini, saat semua orang di rumah saja, hampir seluruh aktivitas dilakukan secara digital.

Saat ini UMKM yang sudah terhubung dengan ekosistem digital baru 13% atau sekitar 8 jutaan saja. Inilah saatnya 87% UMKM di Indonesia mulai melirik pasar digital agar mampu bertahan hidup dan berkembang.

Para pelaku UMKM yang terhubung dengan ekosistem digital lebih mampu bertahan menghadapi krisis. Selama pandemi Covid-19, terlihat pelaku usaha yang mampu bertahan dan tumbuh.

Pandemi Covid-19 harus menjadi momentum mempercepat digitalisasi UMKM di Indonesia. Saat ini baru 13 persen UMKM yang masuk ke ekosistem digital.

Peningkatan transaksi melalui digital sebagian besar terjadi pada segmen kebutuhan primer seperti makanan, minuman, perlengkapan sekolah, serta perlengkapan kesehatan pribadi (masker, hand sanitizer). 

Kemudian ambil langkah selalu berdialog dengan para pelaku e-commerce dan pedagang pasar demi mengingatkan perubahan perilaku konsumen ini harus diantisipasi dan ada tren belanja digital yang harus direspon.

Terlebih, saat ini kesadaran masyarakat dan konsumen mengenai higienitas semakin tinggi, sehingga pembenahan UMKM dengan digitalisasi merupakan upaya nyata memperkuat daya saing mereka agar bisa masuk ke pasar yang lebih modern.

Namun perlu dukungan yang kuat dari sektor perbankan, terutama dukungan digital payment jika digitalisasi diperluas, akan menjadi momentum UMKM mengakses pasar lebih besar selain ada kemudahan ke konsumen dan produsen di hulu, reseller di online juga bakal saling kontribusi.

Hanya saja tidak mudah mendampingi UMKM masuk ke dunia digital. Mungkin sekitar 10 persen saja yang akan langgeng dalam ekosistem baru tersebut.

Banyak faktor yang menyebabkan itu terjadi. Di antaranya kemampuan penguasaan teknologi yang masih rendah hingga kekuatan merespon konsumen secara daring juga masih lemah.

Untuk itu, butuh peran para reseller online untuk membantu pemasaran produk UMKM. Sebab UMKM sebagai produsen hampir tidak mungkin melakukan semuanya sendiri.

Apalagi momentum saat ini ketika banyak SDM berpendidikan baik tidak terserap pasar tenaga kerja atau bahkan mengalami PHK karena pandemi. SDM tersebut bisa dilatih menjadi reseller yang akan membentuk pemasaran produk UMKM secara online.***

(Cucu Sugyati/ Ketua Komisi III DPRD Provinsi Jawa Barat)