Penggugat Perppu Cipta Kerja Desak MK Gelar Sidang Secara Tatap Muka

Penggugat Perppu Cipta Kerja Desak MK Gelar Sidang Secara Tatap Muka

WJtoday, Jakarta - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang baru saja dikeluarkan pemerintah pada akhir 2022, digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Perppu itu mencabut UU Cipta Kerja yang sebelumnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.

Penggugat Perppu Cipta Kerja mendesak agar MK tidak lagi menggelar sidang secara online. Salah satu alasannya karena Indonesia sudah keluar dari pandemi Covid-19.

"Kami mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membuka persidangan secara offline mengingat Status PPKM sudah dicabut, dan Indonesia sudah tidak lagi mengalami pandemi namun sudah menjadi endemi," kata kuasa penggugat, Viktor Santoso Tandiasa kepada wartawan, Jumat (13/5/2022).

Permohonan tersebut diajukan oleh Hasrul Buamona (dosen dan konsultan hukum kesehatan), Siti Badriyah (Koordinator Advokasi Migran CARE), Harseto Setyadi Rajah (konsultan hukum para anak buah kapal), Jati Puji Santoso (mantan ABK migran), serta dua mahasiswa, Syallom Mega G Matitaputty dan Ananda Luthfia Ramadhani.

"Persidangan online mempersulit kami, kuasa hukum secara teknis saat ingin berkomunikasi dengan klien saat persidangan," ujar Viktor.

Di mana PPKM sudah dicabut oleh Presiden Jokowi akhir 2022 lalu. Namun hingga hari ini, MK masih menggelar secara online.

"Apalagi klien kami sering menghadapi kendala teknis jaringan sehingga seringkali apa yang disampaikan terputus karena kendala jaringan," ucapnya.

Selain itu, penggugat juga meminta Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mundur dari jabatannya. Sebab, Anwar Usman akan mengadili Perppu yang menjadi hak prerogratif pemerintah dengan kepala pemerintahan adalah kakak iparnya.

"Kami meminta agar dalam penanganan Perppu ini, Ketua Mahkamah konstitusi tidak ikut mengadili karena Perppu adalah hak prerogatif pemerintah dengan kepala pemerintahan adalah presiden," kata Viktor.

"Sementara Ketua MK adalah ipar dari Presiden. Maka Ketua MK sudah seharusnya tidak ikut mengadili perppu ini karena akan menimbulkan konflik of interest karena hubungan semenda tersebut," sambung Viktor.

Dalam permohonannya, Viktor membeberkan sejumlah alasan menggugat Perppu Ciptaker.

"Ini adalah bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Karena MK diamanatkan oleh konstitusi dalam Pasal 24 itu sebagai lembaga yang secara konstitusional berwenang menguji UU. Artinya putusan MK harus dipatuhi seluruh pihak ketika MK sudah melakukan pemutusan dan itu sudah mewakili suara konstitusi, artinya ketika tidak dipatuhi oleh siapa pun, termasuk presiden maka itu bentuk pembangkangan terhadap konstitusi," kata Viktor.

Selain itu, Viktor juga menilai alasan kegentingan yang dikatakan Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Perppu cenderung dipaksakan. Menurutnya, itu hanyalah alasan yang dibuat pemerintah untuk mengakali putusan MK.

"Saya tidak melihat bentuk kegentingan karena MK berikan waktu 2 tahun. Artinya ketika putusan MK diucapkan 2021 kalau pemerintah dan DPR serius perbaiki maka harusnya cepat selesai. Tapi di sini keduanya tidak menindaklanjuti putusan MK kemudian dia katakan ada kegentingan yang memaksa. Artinya kegentingan yang memaksa itu pemerintah sendiri yang buat, kalau cepat dilakukan maka tidak ada itu," tegasnya.***