Buruh Sebut Ada Celah UMP 2024 Tak Naik di Aturan Baru, Ini Respons Kemnaker

Buruh Sebut Ada Celah UMP 2024 Tak Naik di Aturan Baru, Ini Respons Kemnaker

WJtoday, Jakarta - Pemerintah baru saja menerbitkan aturan baru tentang pengupahan yakni Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Lewat aturan tersebut, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memastikan upah minimum akan naik.

Namun, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai, Kementerian Ketenagakerjaan melakukan kebohongan publik. Menurutnya, ada celah yang memungkinkan upah minimum tidak naik.

"Jika membaca dengan cermat PP No 51/2023, maka pernyataan bahwa upah minimum dipastikan akan naik adalah bentuk kebohongan publik. Hal ini, karena, di dalam beberapa pasal yang terdapat di dalam PP 51/2023 dimungkinkan tidak adanya kenaikan upah minimum," ujar Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Minggu (12/11/2023).

Dalam hal ini, Iqbal merujuk perubahan Pasal 26 Ayat (9) dalam PP No 51/2023 yang berbunyi, jika nilai penyesuaian upah minimum sebagaimana dimaksud pada Ayat (5) lebih kecil atau sama dengan 0 (nol), upah minimum yang akan ditetapkan sama dengan nilai upah minimum tahun berjalan.

Hal yang sama juga bisa ditemui dalam Pasal 26A Ayat (5) yang mengatur, jika pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bernilai negatif, nilai upah minimum tahun berikutnya ditetapkan sama dengan nilai upah minimum tahun berjalan.

"Frasa ditetapkan sama dengan nilai upah minimum tahun berjalan artinya upah minimum tidak mengalami kenaikan. Karena itu, bohong kalau dikatakan upah minimum dipastikan akan naik. Karena ada kondisi di mana upah minimum tidak naik," terangnya.

Selanjutnya Said Iqbal menjelaskan, jika pun naik, maka kenaikannya sangat kecil. Di mana formula penghitungan upah minimum sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Ayat (4) dan Ayat (5) adalah nilai upah minimum tahun berjalan ditambah nilai penyesuaian upah minimum yang akan ditetapkan. Nilai penyesuaian upah minimum yang akan ditetapkan didapat dari inflasi ditambah dengan hasil perkalian antara pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu atau alpha dikalikan upah minimum berjalan.

Dalam penjelasannya disebutkan, yang dimaksud dengan inflasi adalah inflasi provinsi yang dihitung dari perubahan indeks harga konsumen periode September tahun berjalan terhadap indeks harga konsumen periode September tahun sebelumnya (dalam persen).

Sedangkan yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi bagi provinsi, dihitung dari perubahan produk domestik regional bruto harga konstan provinsi kuartal I, kuartal II, kuartal III tahun berjalan, dan kuartal IV pada tahun sebelumnya terhadap produk domestik regional bruto harga konstan provinsi kuartal I, kuartal II, kuartal III tahun sebelumnya, dan kuartal IV pada 2 (dua) tahun sebelumnya (dalam persen).

Sedangkan bagi kabupaten/kota, dihitung dari perubahan produk domestik regional bruto harga konstan kabupaten/kota tahun sebelumnya terhadap produk domestik regional bruto harga konstan kabupaten/kota 2 (dua) tahun sebelumnya (dalam persen). 

Sementara itu, indeks sebagaimana dimaksud pada merupakan variabel yang berada dalam rentang nilai 0,10 (nol koma satu nol) sampai dengan 0,30 (nol koma tiga nol). Menurutnya, berapapun nilai pertumbuhan ekonomi, kalau dikalikan 0,1 - 0,3 maka nilainya akan menjadi lebih kecil.

"Jadi penetapan indeks tertentu sebesar 0,10 - 0,30 jelas-jelas kebijakan yang berorientasi kepada upah murah," kata Said Iqbal.

Hal ini berbeda dengan yang diusulkan KSPI dan Partai Buruh, nilai indeks tertentu yaitu 1,0 sampai dengan 2,0.

Tidak cukup sampai di sini, ketika nilai upah minimum tahun berjalan pada wilayah tertentu melebihi rata-rata konsumsi rumah tangga dibagi rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja pada provinsi atau kabupaten/kota, nilai penyesuaian upah minimum dihitung dengan ketentuan adalah pertumbuhan ekonomi dikalikan indeks tertentu dan upah minimum berjalan. Tidak memasukkan inflasi. Padahal inflasi artinya nilai uang berkurang, sehingga bisa dipastikan kenaikan upah yang tidak memperhatikan inflasi akan menyebabkan buruh kehilangan daya beli.

Tanggapan Kemnaker

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) buka suara mengenai aturan baru pemerintah yang disebut memiliki celah yang memungkinkan upah minimum tak naik. Sebagaimana diketahui, aturan upah minimum ini diatur lewat Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri menjelaskan dalam peraturan baru pasti ada penyesuaian upah minimum pasti naik.

"Pada prinsipnya berdasarkan formula dalam PP 51/2023, upah minum pasti mengalami kenaikan setiap tahun sepanjang kondisi perekonomian dan ketenagakerjaan di daerah tersebut tidak dalam kondisi tekanan (pertumbuhan ekonomi negatif, misal bencana alam besar)," katanya dikutip Senin (13/11/2023).

Bahkan, kata dia, jika kondisi ekonomi negatif pun upah minimum tidak akan turun. "Dalam hal pertumbuhan ekonomi dan inflasi bernilai negatif maka upah minimum akan ditetapkan sama nilainya dengan upah di tahun berjalan (Pasal 26)," katanya.

Menurut dia jika kondisi ekonomi tertekan, upah minimum seharusnya turun. Namun aturan ini bisa menjaga agar upah minimum tetap.

"Iya dengan formula dalam PP 51/2023 ini, tidak akan terjadi upah minimum turun. Setidaknya sama dengan nilai atau besaran upah minimum tahun berjalan atau yang ditetapkan di akhir tahun sebelumnya," ujarnya.

Sebelumnya, Ida Fauziyah mengatakan, melalui aturan baru ini, maka upah minimum dipastikan akan naik. Dia bilang, hal itu merupakan penghargaan untuk pekerja atau buruh.

"Kenaikan upah minimum ini adalah bentuk penghargaan kepada teman-teman pekerja/buruh yang telah memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi kita selama ini," katanya melalui keterangan tertulis.***