Ditunjuk Untuk Jadi Saksi Mahkota Oleh Jaksa, Haris dan Fatia Tolak Saling Bersaksi

Ditunjuk Untuk Jadi Saksi Mahkota Oleh Jaksa, Haris dan Fatia Tolak Saling Bersaksi

WJtoday, Jakarta - Dua terdakwa pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanty menjalani lanjutan sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (14/8).

Sidang kali ini awalnya diagendakan untuk mendengarkan saksi ahli dari jaksa penuntut umum (JPU). Namun, karena sudah tidak ada lagi saksi ahli,  JPU menghadirkan Fatia dan Haris untuk saling memberi kesaksian.

Akhirnya perdebatan terjadi antara jaksa, hakim, dan pengacara kubu Haris Azhar serta Fatia Maulidiyanti dalam sidang kasus Luhut Pandjaitan, Senin siang. Mereka memperdebatkan soal pemeriksaan saksi mahkota dan terdakwa pada persidangan hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Perdebatan berawal saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan pemeriksaan saksi ahli sudah selesai.

"Pada kesempatan ini kami menghadirkan saudari Fatia sebagai saksinya Haris Azhar dan Haris Azhar sebagai saksinya Fatia. Ahli sudah selesai," ujar Jaksa Penuntut Umum Shandy Handika saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Namun baik Haris dan Fatia menyatakan menolak memberikan keterangan sebagai saksi mahkota untuk satu sama lain. Pihak jaksa menganggap penolakan itu tidak memiliki dasar.

Jaksa anggap keterangan terdakwa sebagai saksi mahkota sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan tertera dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2014. Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menyatakan tetap menolak menjadi saksi dalam perkara yang sama.

Namun Haris dan Fatia tidak akan menolak jika diperiksa sebagai terdakwa. Walau saat ini mereka sebagai terdakwa, Haris menegaskan bahwa seorang terdakwa tidak boleh dipaksa untuk mengakui kejahatan yang dituduhkan.

"Karena dalil pembuktian itu ada di Jaksa Penuntut Umum bebannya, bukan pada saya," tutur Haris Azhar dalam kesempatan yang sama.

JPU Shandy Handika mengatakan pemeriksaan keduanya sebagai saksi mahkota juga perlu. Dia menyebut keterangan Haris dan Fatia juga tertera sebagai saksi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat penyidikan di Polda Metro Jaya.

"Dalam praktik peradilan, ini adalah hal yang sudah dianggap lazim dan memang efektif," tutur Shandy.

Tetapi, tim pengacara dari Haris dan Fatia membantah kliennya menjadi saksi satu sama lain dalam perkara yang sama. Dua aktivis HAM itu justru hanya diperiksa sebagai tersangka dalam kasus ini.

Pihak Haris dan Fatia pun menganggap pemeriksaan ini dipaksakan dan menganggap jaksa kekurangan saksi untuk pembuktian. Jaksa pun membantah lagi, bahwa sebenarnya Haris dan Fatia sama-sama memberi keterangan sebagai saksi saat proses penyidikan.

"Saya ingin menegaskan lagi apa yang disampaikan oleh kuasa hukum saya. Waktu saya diperiksa, saya dipanggil sebagai tersangka, tidak sebagai saksi untuk Fatia," ujar Haris Azhar.

Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana pun menawarkan pemeriksaan terdakwa lebih dulu, baru saksi yang meringankan atau a de charge. Hakim Anggota Muhammad Djohan Arifin memegang pada ketentuan Pasal 165 ayat (4) KUHAP.

Dia menyebut pemeriksaan terdakwa sebaiknya lebih dulu, baru saksi yang meringankan atau a de charge. Tetapi dalam perkara hukum pidana yang lain, biasanya saksi yang meringankan lebih dahulu, kemudian pemeriksaan terdakwa yang terakhir.

"Terdakwa memberi keterangan dulu, baru untuk menguji itu jaksa atau penasihat hukum bisa menghadirkan saksi yang meringankan. Kalau kita nggak periksa terdakwa dulu, apa juga yang mau diringankan sama saksi-saksi, karena terdakwa belum memberikan keterangan," ujar Djohan Arifin.

Namun setelah perdebatan, akhirnya Hakim Ketua Cokorda mengambil keputusan bahwa sidang ditunda pekan depan pada 21 Agustus 2023. Haris dan Fatia akan diperiksa sebagai terdakwa.

Asfinawati sebagai pengacara Haris dan Fatia menilai JPU tidak siap menangani perkara ini. Sehingga kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan ini terkesan dipercepat saja.

Dia juga menyatakan sebaiknya ada juga kehadiran saksi ahli untuk dimintai keterangan selama pemeriksaan perkara ini.

"Akhirnya perkara yang dipaksakan, seakan banyak saksinya, banyak ahlinya, tapi nggak dihadirkan," ujar Asfinawati setelah sidang.

Dalam kasus ini, Haris Azhar dan Fatia dituduh mencemarkan nama baik Luhut soal ikut serta dalam pertambangan di Papua. Mereka membuat pernyataan dalam sebuah podcast yang akhirnya berujung pada jalur hukum.

Video tersebut berjudul 'Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1! >NgeHAMtam'. Hal yang dibahas dalam video itu adalah kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia dengan judul 'Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya'.

Haris dan Fatia didakwa Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP. Setiap pasal tersebut di-juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.***