Dugaan Korupsi di PT DI, Alaska: Usut Tuntas Aliran Uang Haram ke Pejabat

Dugaan Korupsi di PT DI, Alaska: Usut Tuntas Aliran Uang Haram ke Pejabat
Lihat Foto
WJtoday, Jakarta - Aliansi Lembaga Analisis Anggaran dan Kebijakan Publik (ALASKA) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut setuntas-tuntasnya kasus dugaan aliran uang haram ke sejumlah pejabat Kemenhan, TNI, dan lembaga negara lainnya, terkait dugaan korupsi di PT Dirgantara Indonesia.

Dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (5/11/2020), aliansi yang terdiri dari Center for Budget Analysis Lembaga CBA, Kajian dan Keterbukaan Informasi Publik Lembaga KAKI PUBLIK,  mengutarakan dugaan kuat adanya aliran duit haram sebesar Rp178,98 miliar. 

Disebutkan uang tersebut sebagai upeti atas sejumlah proyek yang dijadikan bancakan antara oknum pejabat dan swasta.

Koordinator ALASKA Adri Zulfianto meyakini terungkapnya aliran duit haram ratusan miliar ke sejumlah pejabat Kemenhan, TNI, dan lembaga negara lainnya hanyalah puncak gunung es. Dia menyebut  terdapat 79 proyek yang diduga dijadikan bancakan, nilainya sangat besar.

"Kami mendukung penuh penyelidikan yang dilakukan KPK. Langkahnya, tidak boleh setengah-setengah, tidak boleh pandang bulu apalagi tebang pilih, atawa pilih-pilih tanduk." kata Adri.

Ditambahkannya, hal tersebut harus ditunjukan, dan dibuktikan KPK dengan langkah-langkah sebagai berikut.

Pertama, KPK harus mengusut tuntas persoalan yang muncul dalam proyek pengadaan helikopter Bell 412EP Kemenhan-TNI AD APBNP 2011, karena di sana tertulis nama nama besar di dalam tubuh Kementerian Pertahanan.

Kedua, KPK harus berani menegasikan posisinya sebagai pucuk dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi, dalam dokumen dugaan aliran uang upeti terdapat banyak nama-nama pejabat. Artinya, KPK harus memanggil nama nama pejabat tersebut, 

Ketiga, pengusutan dugaan korupsi khusus terkait pengadaan pesawat dan helikopter oleh PT Dirgantara, harus segera dituntaskan, karena Total kerugian negara yang sementara dicatat KPK sebesar Rp303 miliar.

Menurut ALASKA, dalam pemanggilan dan pemeriksaan ini KPK harus memposisikan semua sama di hadapan hukum, tidak boleh ada tebang pilih dalam menyikapi dugaan pelanggaran yang berpotensi pelanggaran hukum korupsi, sekalipun itu menyerempet tindak korupsi. Sehingga, pejabat yang bandel dan sulit kerjasama tidak perlu ragu untuk melakukan pemanggilan paksa.

Selanjutnya, telusuri harta kekayaan nama-nama pejabat yang diduga terlibat, guna kepentingan penyelidikan aliran uang haram tersebut. Jika diperlukan usut juga harta kekayaan keluarga dan orang-orang terdekatnya, karena praktik KKN ini diduga terjadi sudah lama dan mengakar (sepanjang 2008-2016).

“Harapannya, tips klasik pemberantasan korupsi hingga ke akar-akarnya buat KPK di tubuh PT Dirgantara Indonesia ini, bisa menjadi pil keberanian tersendiri bagi lembaga anti rasuah yang merupakan tumpuan penegakan hukum di Nusantara, KPK mau dan beranikah?” pungkasnya.  ***