Jamur di "The Last of Us" Bisa Muncul di Layar dan Penuhi Google Search

Jamur di "The Last of Us" Bisa Muncul di Layar dan Penuhi Google Search
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - The Last of Us adalah salah satu seri pihak pertama terbaik PlayStation dalam hal penjualan dan pujian kritis. Google baru saja memperkenalkan fitur baru yang memberikan Easter Egg kepada penggemar saat mereka mencari The Last of Us

Serial ini memberikan pandangan unik tentang genre kiamat zombie dan memanfaatkan dunianya yang brutal untuk menyoroti sejauh mana manusia akan bertahan hidup meskipun ada keadaan sulit yang harus mereka tanggung.

Sepertinya para gamer sudah tak asing bahwa narasi cerita dalam game The Last of Us sering dinobatlan menjadi yang terbaik. Semenjak awal perilisannya di tahun 2013 lalu, game garapan Naughty Dog tersebut mampu memikat hati para gamer sekaligus menciptakan standar baru dalam penyajian cerita di video game.

Tak heran apabila kisah yang menarik tersebut membuat Sony selaku publisher mengadaptasi game menjadi sebuah serial TV. Kini, serial The Last of Us telah tayang melalui platfrom HBO Max dengan respon yang cukup positif. Namun hal tersebut tidak menghentikannya untuk terus melakukan promosi melalui sebuah easter egg unik yang dapat diakses melakui situs search engine Google.

Easter egg unik ini dapat muncul apabila pengguna menuliskan “The Last of Us” di kolom search bar. Awalnya memang hanya terlihat seperti halaman biasa, namun setelah beberapa detik akan muncul tombol merah dengan gambar jamur ditengahnya. Apabila di klik, bakal “tumbuh” untaian-untaian jamur di layar.

Tumbuhnya untaian tersebut juga dapat diperbanyak dengan menekan kembali tombol merah. Sepertinya tidak ada batasan untuk menekannya sehingga apabila dilakukan secara terus-menerus, nantinya layar akan dipenuhi, atau dengan kata lain “terinfeksi” oleh jamur cordyceps. Apabila tertarik mencobanya, easter egg ini dapat diakses melalui PC maupun perangkat mobile.

Berbicara mengenai jamur cordyceps, uniknya lagi easter egg ini juga akan muncul dengan memasukan kata “cordyceps” atau “cordyceps fungus” di kolom search bar. Jamur cordyceps sendiri merupakan jenis fungi parasit sungguhan yang menurut penelitian, mampu menginfeksi dan mengendalikan otak dari serangga semut yang sudah mati. Hal tersebutlah yang menjadi inspirasi utama dalam game maupun serial TV The Last of Us.

Sutradara Serial The Last of Us HBO Ungkap Asal Usul Fungus Cordyceps Berasal dari Jakarta

Baru saja tayang sebanyak 2 episode, serial The Last of Us sudah mampu meraih kepopuleran tak hanya di kalangan para gamer, namun juga para penikmat serial TV dan fans bergenre horror. Hal tersebut tentu berkat penyajian adaptasi yang autentik terhadap sumbernya. Bahkan banyak yang menyatakan bahwa serial ini sebagai pemecah “kutukan” adaptasi video game yang umumnya sering mendapat respon yang negatif dari para fans.

Kehadiran serial TV ini juga menjadi sorotan bagi fans di tanah air. Lantaran serial sempat menampilkan adegan krusial dengan latar di Indonesia. Aktris legendaris, Christine Hakim berperan sebagai ahli mikologi yang mengungkapkan bahwa asal penyebaran infeksi jamur berasal dari Jakarta.

Melalui wawancara dengan Variety, Craig Mazin dan Neil Druckmann selaku penggarap serial menyatakan bahwa alasan Jakarta dipilih sebagai tempat awal penyebaran jamur adalah untuk menggambarkan kondisi wilayah lain pada saat wabah meyerang. Terlebih di dalam game, asal muasal jamur memang tidak diceritakan secara detail karena hanya memperlihatkan “playable character” sebagai sudut pandang utama.

Melalui adaptasi serial TV memungkinkan untuk lebih memperluas cerita di dalam game secara lebih detail. Uniknya lagi, kebetulan juga penyebaran jamur diceritakan berasal dari tepung, dimana kota Jakarta sendiri memiliki tempat penggilingan tepung terbesar di dunia.

Kepopuleran serial TV juga menjadi salah satu yang tersukses dimana The Last of Us mampu meraih penonton terbanyak kedua di platform HBO Max. Tak hanya dari serial saja, namun kesuksesan tersebut juga menular ke penjualan game yang dikatakan naik drastis hingga lebih dari 200%. Mudah-mudahan saja hal ini mampu menjadi pembelajaran bagi adaptasi video game lainnya agar tak lagi dipandang buruk oleh umum.***