JPU Bacakan Replik di Sidang Herry Wirawan, Kajati Jabar Konsisten Tuntut Hukuman Mati

JPU Bacakan Replik di Sidang Herry Wirawan, Kajati Jabar Konsisten Tuntut Hukuman Mati

WJtoday, Bandung - Hari ini, Kamis (27/1/2022), tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar membacakan replik atau jawaban atas pleidoi atau pembelaan yang disampaikan Herry Wirawan, terdakwa pemerkosa 13 santriwati. Pembacaan replik dilakukan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Dodi Ghazali Emil mengatakan, replik bakal dibacakan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat Asep N Mulyana. 

"Ya, saat ini Pak Kajati sudah ada di PN. Rencananya begitu (pembacakan replik,)" kata Kasipenkum kepada wartawan di PN Bandung

Dodi Gazali Emil menyatakan, setelah replik, agenda sidang selanjutnya pembacaan duplik atau jawaban kedua dari terdakwa dan penasihat hukum atas replik JPU. Setelah itu hakim akan menjatuhkan vonis untuk terdakwa. 

Namun, ada atau tidaknya pembacaan duplik, belum bisa dipastikan. 

"Nah, ini belum tahu apakah akan ada duplik atau tidak, tergantung dari penasihat hukumnya," ujar Dodi Gazali Emil. 

Isi Replik, Kajati Jabar: Kami Konsisten Tuntut Hukuman Mati

Tim jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar membacakan replik atau jawaban atas pleidoi (pembelaan) Herry Wirawan, terdakwa pemerkosa 13 santriwati dan kuasa hukumnya, Kamis (27/1/2022). Jaksa konsisten menuntut hukuman mati dan kebiri terhadap Herry Wirawan.

Kepala Kajati Jabar Asep N Mulyana yang juga JPU dalam perkara ini mengatakan, persidangan perkara dengan terdakwa Herry Wirawan dalam tahapan penyampaian replik atas tanggapan dari pleidoi yang disampaikan tim penasehat hukum terdakwa maupun terdakwa herry wirawan sendiri. 

"Dalam replik kami pada intinya kami tetap pada tuntutan semula dan memberikan penegasan beberapa hal pertama bahwa tuntutan mati diatur dalam regulasi diatur dalam ketentuan perundang-undangan artinya bahwa yang kami lakukan sesuai ketentuan yang berlaku," kata Kejati Jabar kepada wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung.

Kedua, ujar Asep N Mulyana, tim JPU menegaskan bahwa restitusi atau ganti rugi yang diajukan merupakan hasil penghitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). JPU menganggap nilai restitusi itu tidak sepadan dengan penderitaan korban. 

"Kami menyampaikan kepada majelis hakim, meminta agar yayasan dan aset terdakwa dirampas untuk negara dan dilelang. Hasilnya digunakan untuk restorasi korban baik, sekolah (pendidikan) maupun kepentingan keberlangsungan hidup anak anak korban tanpa sedikit pun mengurangi tanggung jawab negara dan pemerintah melindungi korban," ujar Asep N Mulyana.

Jadi, tutur Kajati Jabar, penyitaan aset tidak semata mata mengeeliminasi tanggung jawab keberlangsungan korban tapi kami akan memastikan anak korban bisa sekolah lagi langsung kehidupan di masa akan datang.

"Mengapa kami menyita yayasan dan membubarkan yayasan karena yayasan boarding school dan sebagainya merupakan instrumentia delikta artinya alat yang digunakan terdakwa untuk melakukan kejahatan," tutur Kajati Jabar.

Tanpa ada yayasan dan boarding school, kata Asep N Mulyana, tidak mungkin terdakwa melakukan kejahatan secara sistematis. Oleh karena itu, JPU meminta kepada majelis yayasan disita bersamaan dengan tuntutan pidana sebagai percerminan asas sederhana.

"Tanpa mengurangi dan mendahului putusan pengadilan, kami menyiapkan Rumah Aman Adhiyaksa di Jatinangor, Sumedang untuk menampung dan melakukan pembinaan ke anak korban dari kejahatan Herry," ucap Asep N Mulyana.

JPU, ujar Kajati Jabar, berkesimpulan tetap pada yang dibacakan saat persidangan sebelumnya, yaitu menuntut terdakwa Herry Wirawan hukuman mati dan kebiri.

"Tuntutan mati, sekali lagi bahwa tunturan mati diatur dalam peraturan perundang-undangan artinya secara legal ketika kami mengajukan tuntutan diatur dalam regulasi jadi bukan semaunya kami sendiri. Artinya sampai saat ini, kami konsisten mengajukan tuntutan hukuman mati," ujarnya.

"Kami tidak akan berpolemik soal itu dan tuntutan kami berbasis kepada korban, untuk kepentingan terbaik anak anak," tutur Kajati. 

Diketahui, tim JPU dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar menuntut hukuman mati dan kebiri bagi Herry Wirawan, terdakwa pemerkosa 13 santriwati di Bandung. Kuasa hukum korban pun majelis hakim menjatuhkan vonis sama dengan tuntutan jaksa.

Tuntutan tersebut dibacakan langsung oleh Kepala Kejati Jabar Asep N Mulayana, di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE. Martadinata, Selasa (11/1/2022).

"Kami pertama menurut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera pada pelaku. Kedua, kami juga meminta hakim untuk menyebarkan identitas terdakwa dan hukuman tambahan, kebiri kimia," kata Asep N Mulyana. 

Herry dituntut hukuman sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama. 

Selain hukuman badan, Herry juga dituntut membayar denda Rp500 juta dan restitusi atau ganti rugi untuk korban Rp331 juta. Bahkan, JPU juga meminta majelis hakim membekukan dan membubarkan seluruh pondok pesantren dan yayasan yang dikelola Herry Wirawan.

Kemudian menyita seluruh aset, baik tanah, bangunan, maupun kendaraan milik Herry. Semua aset itu dilelang dan hasilnya diberikan untuk para korban dan anak yang dilahirkan akibat perbuatan keji Herry.***