Kejagung Tangkap Tokoh Penting Terkait Kasus Pemalsuan Dokumen Tambang

Kejagung Tangkap Tokoh Penting Terkait Kasus Pemalsuan Dokumen Tambang

WJtoday, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap sosok yang disebut high profile atau tokoh penting terkait kasus dugaan pemalsuan dokumen pertambangan. 

Adapun kabar penangkapan itu dibenarkan oleh Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi.

“Iya penahanan,”tutur Kuntadi, Selasa (15/8/2023).

Kuntadi tidak merinci lebih jauh perihal sosok yang ditangkap dan ditahan tersebut. 

Berdasarkan informasi, penangkapan tersebut menyasar ke pejabat anggota DPR RI.

“Terkait pemalsuan dokumen perusahaan tambang,” kata Kuntadi.

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana sendiri telah mengabarkan adanya rencana konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, pada sore. 

Hanya saja, dia belum mengumumkan lebih jauh agenda dari konferensi pers tersebut.

“Tempatnya di Gedung Bundar Jampidsus,” ujar Ketut.

Kejagung Sudah Ttetapkan 10 Tersangka

Kejaksaan Agung RI sudah menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Hari ini, Rabu, Kejaksaan Agung RI menetapkan dua orang tersangka baru dalam kasus yang merugikan keuangan negara senilai Rp5,7 triliun, yakni RJ selaku mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta HJ selaku sub koordinator rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) Kementerian ESDM.

“Terkait perkara di Kejaksaan Tinggi Sultra yang sampai saat ini sudah menetapkan tersangka 10 orang, yang hari ini kami tetapkan dua tersangka. Jadi kedua tersangka dari Kementerian ESDM,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.

Peran kedua tersangka, kata Ketut, adalah memberikan satu kebijakan yang terkait dengan Blok Mandiodo yang menyebabkan kerugian negara seluruhnya Rp5,7 triliun.

“Sekali lagi saya sampaikan dari dua tersangka hari ini kami tetapkan dan melakukan penahan sudah 10 tersangka,” kata Ketut.

Kedua tersangka selanjutnya ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari terhitung dari tanggal 9 sampai dengan 28 Agustus. Setelah perkara dinyatakan lengkap, kedua tersangka akan ditahan di Kejati Sultra.

Sebelumnya, Senin (24/7), Kejaksaan Agung juga menetapkan dua orang tersangka, yakni SM selaku Kepala Geologi Kementerian ESDM (Mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM), serta EVT selaku evaluator rencana kerja dan anggaran biaya Kementerian ESDM.

Kemudian, di tanggal 19 Juli 2023, juga ditetapkan seorang tersangka lainnya, yakni WAS selaku owner PT Kara Nusantara Investama.

Sebelumnya, penyidik Kejati Sulawesi Tenggara telah menetapkan empat orang tersangka, yaitu HW, YAS, AA dan OS.

Dalam perkara ini, modus yang dilakukan tersangka adalah melakukan penambangan di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) salah satu perusahaan tambang bernama PT A di daerah Konawe Utara, yang hasilnya dijual ke sejumlah smelter dengan menggunakan dokumen terbang atau palsu.

MAKI Desak Kejagung Usut Penambangan Ilegal

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut dugaan penambangan nikel secara ilegal di Sulawesi Tengah (Sulteng).

"Terdapat dugaan aktivitas penambangan illegal nikel di Sulawesi Tengah dan hingga saat ini belum pernah dilakukan penegakan hukum," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, dalam keterangan resmi, Kamis (29/9).

Boyamin mengatakan dugaan penambangan ilegel tersebut didasari oleh terbitnya surat legal opinion dari Kejaksaan Tinggi Sulteng yang mana terdapat banyak perusahaan izinnya telah berakhir.

Menurutnya, para perusahaan itu tetap bisa menambang karena memiliki dasar legal opinion yang diterbitkan oleh Kejati Sulteng.

"Kejagung semestinya telah melakukan revisi dengan memberikan pendapat bahwa Kejaksaan bukan lembaga terkait yang berwenang menyatakan IUP atau IUPK telah memenuhi ketentuan," ujarnya.

"Pendapat hukum Kejaksaan merupakan pandangan hukum yang tidak bersifat mengikat dan tak dapat menjadi dasar diterbitkannya izin-izin terkait penambangan oleh kepala daerah," ujarnya.***