Solusi Keberlangsungan Usaha Genting Jatiwangi dan Minimnya Serapan Garam Petani Cirebon

Solusi Keberlangsungan Usaha Genting Jatiwangi dan Minimnya Serapan Garam Petani Cirebon

WJtoday, Bandung - Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan mencari solusi untuk membantu keberlangsungan industri genteng di Jatiwangi, Majalengka dan minimnya serapan garam petani di wilayah Kabupaten Cirebon.

Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengatakan pihaknya dalam kunjungan ke Majalengka dan Cirebon mendapatkan keluhan dari para pengusaha genting dan garam.

Di Jatiwangi, para pengusaha pabrik genteng tradisional mulai mengeluhkan makin minimnya sumber daya manusia yang mau bekerja menjadi pengrajin genting.

“Sejak banyak pabrik garmen, jumlah karyawan makin nihil, jadi krisis tenaga kerja. Banyak pekerja memilih ke pabrik garmen yang persyaratannya dan pekerjaannya lebih ringan dibanding bekerja di pabrik genting,” katanya, Rabu (10/11/2021).

Menurutnya kondisi ini pelan-pelan membuat industri genting tradisional di Jatiwangi semakin habis. Cerita pengusaha bangkrut bahkan sudah terjadi bertahun-tahun dan tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.

“Bangkrut atau tutupnya pengusaha genting Jatiwangi merupakan tanggung jawab kita bersama, bukan hanya tanggung jawab pemilik. Pemerintah ikut andil karena ini menyangkut ekonomi masyarakat Jawa Barat. Apalagi genting Jatiwangi sudah jadi ikon Jawa Barat,” tuturnya.

Uu menilai persoalan ini bisa terjawab dengan mengganti tenaga manusia menggunakan mesin. Namun pengusaha mengeluhkan jika memakai mesin maka biaya produksi akan tinggi akibatnya harga jual genting Jatiwangi yang terkenal ekonomis akan menjadi lebih mahal.

Persoalan dilematis ini menurutnya juga ditopang oleh masih banyaknya pengusaha yang memakai manajemen tradisional. 

“Mereka tidak memahami manajemen perusahaan modern, tapi kami pemerintah akan hadir dalam menghadapi permasalahan pabrik genteng di sana,” katanya.

Pihaknya sudah meminta agar Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat untuk segera melakukan komunikasi dengan para pengusaha. Menurutnya persoalan dan kendala teknis akan dibicarakan lebih lanjut oleh pihaknya agar segera menghasilkan solusi kongkrit.

“Ini persoalan bertahun-tahun memang, solusinya dua software dan hardware, manajemen dan peralatan. Kalau keberlangsungan industri genting sendiri dari sisi pasokan tanah masih besar potensinya, para pengusaha itu memiliki tanah yang luas-luas,” katanya.

Data asosiasi pengusaha genting jatiwangi (Apegja) mencatat penurunan jumlah pengusaha genteng terus terjadi dalam dua dekade terakhir. Dari 600 pengusaha yang menghasilkan genting jenis morando dan palentong, kini jumlahnya terus menyusut di bawah angka 200 pengusaha.

Yang memprihatikan selain jumlah tenaga kerja yang makin minim, para pengusaha yang bertahan produksi saat ini juga lebih banyak mengandalkan bisnis warisan dari orang tua. Makin kompleks karena di Majalengka saat ini berdiri sejumlah industri garmen yang menyedot tenaga kerja dalam jumlah banyak.

Sementara untuk persoalan petani garam, Uu melihat produksi garam yang melimpah di Kabupaten Cirebon dirundung persoalan dan kelemahan dari para petani. Pertama, garam yang dihasilkan memiliki persoalan kadar yodium tinggi karena dikelola dengan tradisional.

“Kedua pengemasannya tidak menarik dan tidak membuat perusahaan besar melirik. Ini menjadi tanggung jawab kami juga, insyaaallah kami akan mendorong pelatihan bagi para petani mulai dari unsur kesehatan, halal, pengemasan dan pemasaran,” ungkapnya.

Menurutnya pengelolaan garam di Cirebon mayoritas masih bersifat tradisional dan perlu sentuhan teknologi dan manajemen modern. Selain itu petani juga perlu mendapatkan bantuan akses pada pendaaan perbankan.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat menurutnya akan berupaya membantu para petani mengatasi persoalan ini, namun pihaknya juga meminta agar pemerintah daerah dan para pengusaha besar membantu keberlangsungan usaha kecil tersebut. 

“Kalau mereka dibiarkan bersaing dengan para pengusaha besar pasti gulung tikar,” ujarnya.

Uu mengaku tugas pemerintah melindungi para petani dan pengusaha kecil harus terasa nyata mengingat persaingan bisnis di tingkat bawah sudah mengkhawatirkan. Menurutnya banyak petani garam kalah saing dengan pengusaha ritel yang mengambil langsung produksi ke tingkat bawah.

“Saya mohon pengusaha besar juga membantu, jangan karena manajemen mereka tidak modern datangnya pengusaha besar sudah pasti kalah, kami juga meminta para petani untuk jangan ragu berkomunikasi dengan pemerintah, kami akan fasilitasi,” tuturnya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Moh.Arifin Soedjayana mengatakan pihaknya sudah mendapatkan perintah dari Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum agar persoalan pengusaha genting di Jatiwangi dan petani garam di Cirebon untuk ditindaklanjuti.

Menurutnya persoalan di Jatiwangi memang dilematis mengingat pabrik modern juga kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja meski memiliki peralatan. 

“Pabrik genting tradisional susah mendapatkan tenaga kerja, begitu juga pabrik genteng yang modern, ini akan kami tindaklanjuti untuk memecahkan persoalan teknis di lapangan,” katanya.

Menurutnya pihaknya juga sudah berkomunikasi dengan Pemkab Majalengka dan Apegja untuk menyusun pertemuan lanjutan di Majalengka. Pihaknya juga meminta pada Apegja untuk menyusun proposal permohonan bantuan yang akan difasiltasi pihaknya ke Kementerian Perindustrian.

Sementara untuk petani garam di Cirebon, selain memberikan pelatihan manajemen produksi, pihaknya juga akan memfasilitasi adanya linkage antara para pengusaha kecil dengan industri besar.

Menurutnya kebutuhan garam untuk industri di Jawa Barat terbilang tinggi, namun daya serap garam produksi pengusaha kecil masih rendah. 

“Perlu adanya linkage antara industri kecil dan besar. Perbaikan manajemen produksi akan kami fasilitasi,” ujarnya.***