Amerika Tegaskan Tak Dukung Kemerdekaan Taiwan

Amerika Tegaskan Tak Dukung Kemerdekaan Taiwan

WJtoday, Istanbul - Presiden AS Joe Biden, Sabtu (13/1), mengatakan bahwa Washington tidak mendukung kemerdekaan Taiwan, saat kepulauan tersebut memilih William Lai Ching-te sebagai pemimpin selanjutnya, menurut laporan media.

"Kami tidak mendukung kemerdekaan,” kata Biden kepada wartawan pada hari Sabtu ketika dia meninggalkan Gedung Putih menuju Camp David.

Komentar presiden tersebut tampaknya dimaksudkan untuk meredakan kekhawatiran di Tiongkok, yang berharap wakil presiden Taiwan saat ini, Lai Ching-te, tidak terpilih sebagai presiden.

Sementara Hasilnya menunjukkan Lai, yang mempertahankan hubungan dekat dengan AS, mengalahkan Hou Yu-ih dari oposisi Partai Nasionalis. Hou telah berjanji untuk memperluas perdagangan dan diplomasi dengan Tiongkok.

Tiongkok telah lama mengklaim bahwa pulau Taiwan adalah wilayahnya, dan Presiden Xi Jinping telah menganjurkan unifikasi dan menolak mengesampingkan intervensi militer.

AS secara tradisional mengadopsi kebijakan ambiguitas strategis, yaitu mengakui klaim historis Tiongkok atas kedaulatan atas Taiwan dan hanya mempertahankan hubungan tidak resmi dengan Taipei sambil menjanjikan bantuan pertahanan.

Namun, saran Biden bahwa AS akan melakukan intervensi militer jika Tiongkok melakukan invasi telah mengguncang hubungan antara Washington dan Beijing.

Diketahui Lai memimpin Parti Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa meraih kemenangan ketiga berturut-turut yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Wakil pemimpin Lai, 64 tahun, memenangkan pemilihan dengan suara 40,1 persen.

Namun DPP kehilangan kursi di Dewan Legislatif dan memperoleh 51 kursi. Oposisi utama Kuomintang, memenangkan 52 dan delapan kursi diperoleh Partai Rakyat Taiwan.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sebelumnya mengatakan: "Kami mengucapkan selamat kepada Dr. Lai Ching-te atas kemenangannya dalam pemilihan Taiwan.

"Kami juga mengucapkan selamat kepada rakyat Taiwan yang berpartisipasi dalam pemilihan yang bebas dan adil serta menunjukkan kekuatan sistem demokrasi mereka."

Namun Kementerian Luar Negeri China mengangkat "pertanyaan Taiwan" sebagai "urusan dalam negeri" negara tersebut.

"Prinsip satu China adalah landasan kokoh untuk perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. Kami percaya bahwa komunitas internasional akan terus mematuhi prinsip satu China, dan memahami serta mendukung tujuan adil rakyat China dalam menentang aktivitas separatis 'kemerdekaan Taiwan' dan upaya untuk mencapai reunifikasi nasional," katanya.

China menganggap Taiwan sebagai "provinsi yang memisahkan diri" namun Taipei bersikeras mempertahankan kemerdekaannya sejak tahun 1949, dan menikmati hubungan diplomatik dengan 13 negara.

Dalam pidatonya segera setelah kemenangan tersebut, Lai menyerukan "pertukaran dan kerja sama dengan China" atas dasar "martabat dan kesetaraan."

Pemimpin terpilih tersebut berjanji untuk "mengganti konfrontasi dengan dialog."

Sebelumnya Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, mengecam Amerika Serikat (AS) karena mengirimkan sinyal yang mendukung kemerdekaan Taiwan.

Pernyataan ini muncul setelah pertemuan antara Ketua DPR AS Mike Johnson dan Duta Besar "de facto" Taiwan untuk AS Alexander Yui.

"AS perlu menghentikan kontak resmi dengan Taiwan, berhenti mengirimkan sinyal yang salah kepada kelompok pendukung 'kemerdekaan Taiwan' dan menahan diri dari campur tangan dalam pemilu di wilayah Taiwan dalam bentuk apa pun," kata Mao Ning saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, Rabu, (1/10/2024)

Mao Ning menekankan bahwa Taiwan adalah bagian integral dari China, dan AS harus menghentikan kontak resmi serta sinyal yang salah terkait kemerdekaan Taiwan.***