Anak-anak Jenderal Ahmad Yani Marah Ke Jokowi: Kami yang Korban PKI, Sejarah Jangan Diputar Balikkan

Anak-anak Jenderal Ahmad Yani Marah Ke Jokowi: Kami yang Korban PKI, Sejarah Jangan Diputar Balikkan

WJtoday, Jakarta - Anak-anak dari Pahlawan Revolusi Jenderal Anumerta Ahmad Yani Anak ketiga dari Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani, mengaku marah atas terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) dan Instruksi Presiden (Inpres) dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang seolah-olah pemerintah meminta maaf kepada anak hingga keturunan dari anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

Mereka menggugat Kepres yang diteken oleh Presiden Joko Widodo. Tiga anak Jenderal Ahmad Yani yakni Untung Mufreni A. Yani, Irawan Suraeddy A Yani dan Amelia A Yani mengajukan judicial review Inpres Nomor 2 tahun 2023, Keppres Nomor 17 tahun 2022 dan Keppres Nomor 4 tahun 2023 ke Mahkamah Agung (MA) pada 14 Juli 2023 lalu.

Untung Mufreni Ahmad Yani menegaskan bahwa pihaknya yang sebenarnya menjadi korban, bukan PKI.

"Kami ini sebenarnya korban, kami lihat ayah kami dibunuh di depan kita, di depan anak-anaknya, diseret keluar hingga dimasukin ke sumur lubang buaya, itu apa bukan pelanggaran HAM ya?" Kata Untung.

Kemudian Untung juga mengatakan bahwa seharusnya sejarah tidak diputar balikkan, sehingga pemerintah bisa bertindak adil dalam menentukan Keppres dan Inpres.

"Terus jangan diputar balikkan lah sejarah itu. Anak-anak keturunan PKI itu dia bisa masuk ke pemerintahan, dia bisa masuk ke kabinet, dia bisa masuk ke DPR, atau ke mana saja kami enggak pernah ribut kok," ucapnya.

Setelah itu pihaknya menilai bahwa Keppres dan Inpres merupakan produk hukum yang artinya harus dilawan melalui jalur hukum.

"Makanya kami hubungi Pak Alamsyah, salah satu pengacara kami untuk mengajukan gugatan ke MA. Bahwa itu gak bener itu, jangan diputar balikkan lah sejarah," ujarnya.

Adapun Keppres yang diterbitkan yaitu Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Masa Lalu dan Keppres Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat.

Sementara Inpres yang diterbitkan Jokowi yaitu Inpres Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat.

Amelia menyebut salah satu aturan yang membuatnya tidak terima adalah Inpres Nomor 2 Tahun 2023.

Salah satunya terkait pemerintah memberikan santunan dan bantuan kepada keturunan PKI.

“Di 2023, Inpres-nya yang keluar yaitu instruksi presiden kepada 18 lembaga kementerian yang harus memberikan bantuan dan santunan kepada anak-anak, cucu, dan keturunan PKI. Itu yang membuat kami itu, kami berusaha ketemu nggak bisa, tiba-tiba ditandatangani, jadi kayak kita dikesampingkan sama Presiden RI,”dikutip dalam wawancara eksklusif yang ditayangkan di YouTube Tribunnews, Jumat (29/9/2023)

Lantas Amelia mengutip dari pernyataan anak dari Ketua PKI DN Aidit, Ilham Aidit yang disampaikannya di sebuah acara di stasiun televisi swasta nasional.

Lewat Inpres itu, ilham mengatakan bahwa peristiwa G30S adalah kesalahan dari TNI dan bukannya PKI.

“Jadi Ilham di situ mengatakan bahwa dengan adanya Inpres menunjukan bahwa pemerintah meminta maaf kepada PKI. Jadi yang salah itu TNI bukan PKI. Jadi itu yang membuat keluarga Pahlawan Revolusi sangat berkeberatan,” katanya.

Amelia juga menyebut bahwa pemerintah akan mendanai perbaikan sejarah G30S jika keluarga Pahlawan Revolusi tidak terima.

“Malah dibilang sekarang ini, silahkan tulis sejarah ulang, katanya. Ada dananya, itu saya tidak mengerti,” katanya.

Amelia menyebut dirinya memiliki bukti bahwa adanya keterlibatan Presiden pertama RI, Soekarno dalam peristiwa G30S.

Bukti tersebut, sambungnya, dimiliki dalam bentuk tulisan tangan dari Ahmad Yani.

“Saya punya bukti tulisan tangan ayah saya yang diantaranya di situ menunjukan keterlibatan Pemimpin Besar Revolusi dalam peristiwa 1 Oktober 1965. Itu nyata, itu ada, dan itu bukti,” ungkapnya.***