AS Resmi Larang Impor Barang China Hasil Kerja Paksa Warga Muslim Uighur

AS Resmi Larang Impor Barang China Hasil Kerja Paksa Warga Muslim Uighur
Lihat Foto

WJtoday, Bandung - Amerika Serikat (AS) resmi melarang mengimpor barang-barang yang dibuat dari hasil kerja paksa warga Uighur di Xinjiang, China, per Kamis (23/12/2021) waktu setempat. Keputusan ini berlaku seiring ditekennya sebuah rancangan undang-undang (RUU) untuk menjadi UU oleh Presiden Joe Biden.

UU Pencegahan Kerja Paksa Uighur, yang disetujui Kongres pada akhir pekan lalu setelah perundingan selama setahun, memuat larangan semua impor dari Xinjiang ke AS. 

Impor masih dapat dilakukan jika perusahaan bisa menunjukkan bukti dan meyakinkan bahwa rantai pasokan produk tersebut tak menggunakan tenaga kerja etnis muslim Uighur, yang diperbudak di kamp-kamp konsentrasi China.

AS terus berupaya menekan China, termasuk dengan isu muslim Uighur di Xinjiang. Langkah lain yang dilakukan "Negeri Paman Sam" adalah mendesak pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM menjelang Olimpiade Musim Dingin di Beijing, yang dijadwalkan diadakan pada Februari 2022.

Pada awal 2021, AS menyebut, tindakan China terhadap kelompok muslim Uighur sebagai genosida. Pekan lalu, mengumumkan boikot diplomatik terhadap Olimpiade Musim Dingin di Beijing, yang belakangan diikuti Inggris, Australia, dan Kanada.

Sementara itu, China mengecam keras UU Pencegahan Kerja Paksa Uighur. Beijing menilai, beleid tersebut merupakan bentuk AS yang terlalu jauh mencampuri urusan negara lain, padahal di negaranya sendiri masih terjadi kasus perbudakan.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, dalam konferensi pers pekan lalu mengatakan, pihaknya menentang "campur tangan" Kongres AS terhadap urusan internal negaranya dengan dalih mengeksploitasi muslim Uighur.

"Dengan mengarang kebohongan dan membuat masalah pada isu-isu seperti itu, sejumlah politisi Amerika berupaya menekan China dan menahan kemajuan China lewat manipulasi politik dan intimidasi ekonomi atas nama HAM,” katanya.

Meski demikian, beberapa kelompok HAM memuji pengesahan UU tersebut. Langkah ini dianggap sebagai titik awal yang penting bagi negara-negara di dunia dalam menjawab perlakuan China terhadap Uighur.   ***