Badai Eta Tewaskan Ratusan Orang di Guatemala dan Amerika Tengah

Badai Eta Tewaskan Ratusan Orang di Guatemala dan Amerika Tengah
WJtoday, Guatemala - Sekitar 150 orang tewas dan hilang akibat Badai Eta dan longsor yang melanda kawasan pemukinan di daerah pegunungan wilayah Guatemala, Jumat, 6 November 2020 waktu setempat.

Longsor terjadi akibat hujan lebat yang turun di kawasan tersebut.

Korban tewas melonjak setelah militer Guatemala mencapai desa pegunungan terpencil di mana hujan lebat telah memicu tanah longsor.

Presiden Guatemala Alejandro Giammattei mengatakan pada Jumat (06/10)  jumlah korban tewas dan hilang diperkirakan berjumlah sekitar 150 orang.

Banyak dari korban tewas dikuburkan di rumah mereka di desa terpencil Queja di wilayah tengah Alta Verapaz, di mana sekitar 150 rumah telah tertelan oleh tanah longsor.

Bencana terjadi di area sekitar perkampungan Queja, yang sebelumnya juga pernah terjadi longsor hebat sekitar 10 tahun lalu yang menewaskan lusinan warga.

“Sekarang dengan adanya badai Eta, hancur lagi,” tutur Giammattei.

Dikutip dari Aljazeera, Giammattei mengatakan dalam jumpa pers, kelompok tentara sudah melintasi pegunungan dengan berjalan kaki, untuk mencapai kawasan tersebut.

“Saat ini, kalkulasi, antara yang meninggal dan hilang, berdasarkan laporan sementara diperkirakan sekitar 150 orang tewas, kami mengatakan perkiraan sementara karena belum ada konfrimasi jumlah total,” tuturnya.

Salah satu badai terkuat yakni Eta, melanda kawasan Amerika tengah pada Jumat, yang mengakibatkan hujan deras melanda sebagian besar Amerika tengah.

Puing dan lumpur tertinggal setelah lewatnya Badai Eta, di Pimienta, Honduras [Jorge Cabrera / Reuters]


Juru bicara militer Guatemala Ruben Tellez mengatakan kepada kantor berita Reuters, mengutip angka-angka awal.

Tampaknya daerah di sekitar desa Queja sebelumnya mengalami tanah longsor besar di jalan sekitar 10 tahun lalu, yang menewaskan puluhan orang, tambah Tellez. "Sekarang dengan semua fenomena [Eta] ini, ia runtuh lagi," kata Tellez.

Giammattei mengatakan pada konferensi pers, tentara harus melintasi daerah pegunungan dengan berjalan kaki untuk mencapai desa tersebut.

“Saat ini kami menghitung bahwa, antara yang tewas dan yang hilang, angka non-resmi menyebutkan sekitar 150 orang tewas, dan kami mengatakan non-resmi karena kami belum mengonfirmasi secara total,” kata presiden.

Pusat Badai Nasional Amerika Serikat (NHC) memperingatkan bahwa banjir susulan bisa terjadi di kawasan tersebut.

Operasi penyelamatan yang melibatkan tim dari Honduras dan Guatemala, terhambat akibat rusaknya jalan dan jembatan, yang memaksa pihak berwenang menggunakan pesawat helikopter militer dan kapal cepat, untuk menyelamatkan warga yang mengunsi ke atap-atap rumah dan bangunan.

Pada Selasa, 3 November 2020, badai Eta dengan kategori 4 menerjang Nikaragua, dengan kecepatan angin 241 kilometer per jam, sebelum melemah akibat depresi tropis dan mengakibatkan hujan lebat yang menerjang wilayah Honduras dan Guatemala.

“Ini badai terburuk yang terjadi di Honduras dalam dekade ini. Kerusakan yang diakibatkan akan cukup signifikan,” tutur Mark Connolly, perwakilan UNICEF di Honduras.

Dia memperkirakan sekitar 1,5 juta anak-anak akan terdampak akibat badai Eta.

Giammettei sebelumnya menambahkan bahwa cuaca buruk juga telah menghambat upaya penyelamatan, dimana mereka juga dihadapkan pada keterbatasan vakuasi karena hanya memiliki satu helikopter untuk melakukan misi ini.

“Ada banyak warga yang terjebak yang belum kami jangkau,” ujarnya.

Sementara sejauh ini jumlah krban tewas di Honduras berjumlah delapan orang. Menurut Menteri Sistem Manajemen Resiko Nasional, Max Gonzales, sekitar 4.000 orang berhasil diselamatkan, namun masih banyak warga yang terjebak dan memilih bertahan di atap-atap bangunan.

“Kami telah berada dua hari tanpa makanan menunggu evakuasi,” tutur William Santos, yang mencoba bertahan di atas bangunan pengemasan pisang di sebelah utara Honduras, kepada Reuters.

Melintas kawasan Nikaragua, Honduras, Guatemala, dan Kosta Rika, angin kencang dan hujan lebat telah menyebabkan ratusan rumah rusak dan memaksa penduduk tinggal di tenda-tenda darurat. ***