Buntut Sopir Bus Tak Mau Berhenti Saat Waktu Salat, Isu Sekularisme di Turki Kian Memanas

Buntut Sopir Bus Tak Mau Berhenti Saat Waktu Salat, Isu Sekularisme di Turki Kian Memanas

WJtoday, Jakarta - Keengganan seorang sopir bus jarak jauh untuk berhenti agar para penumpang bisa salat, memicu perdebatan baru tentang sekularisme di Turki.

Turki diketahui merupakan salah satu negara berpenduduk mayoritas Muslim.

Isu sekularisme ini muncul setelah penumpang mengeluh di media sosial Twitter pada akhir pekan lalu.

Pihak perusahaan perjalanan kemudian memberikan tanggapan yang dinilai kontroversial.

"Tidak ada hak yang ditentukan oleh konstitusi (Turki) dapat digunakan untuk melanggar konsepsi demokratis dan sekuler republik," kata perusahaan Oz Ercis dalam sebuah pernyataan, dilansir Arab News.

Pernyataan yang viral itu menjadi contoh terbaru dari perdebatan lama di Turki, dengan mayoritas penduduk Muslim namun memiliki sejarah sekuler.

Sekularisme umumnya didefinisikan sebagai pemisahan agama dari urusan sipil dan negara.

Namun di bawah kepemimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan, prinsip ini pelan-pelan terkikis.

Bus yang tidak mau berhenti untuk membiarkan penumpangnya sholat itu merupakan bus jarak jauh.

Kendaraan tersebut menempuh salah satu rute terpanjang melalui Turki, menghubungkan wilayah Van dekat perbatasan Iran di timur ke Izmir di pantai Aegean di Turki barat, jelas pihak perusahaan pada Selasa (8/11/2022).

Perjalanan memakan waktu lebih dari 24 jam.

"Perusahaan menemukan dirinya di tengah kontroversi sekularisme. Kami dipilih sebagai target. Tapi kami menghormati semua keyakinan," kata pengacara yang mewakili perusahaan, Tuncay Keserci.

Menurutnya, sopir bus hanya ingin memenuhi hak semua penumpang baik yang beragama Islam maupun bukan terkait estimasi kedatangan.

"Tidak mungkin mengabaikan hak penumpang lain yang tidak shalat dan ingin tiba di tempat tujuan tepat waktu, bagi penumpang untuk shalat," tambah pernyataan perusahaan itu.

Tanggapan itu menuai pujian dan kritik.

Para pendukung memuji Oz Ercis karena dinilai berani dalam membela sekularisme.

Sedangkan pihak kontra mengaku tidak akan menggunakan jasa transportasi dari perusahaan itu lagi.

Iman Islam menetapkan bahwa para pelancong dapat menyesuaikan waktu dan lama shalat saat bepergian.

"Kami adalah korban dari kampanye hukuman mati, seolah-olah kami menghalangi orang untuk beribadah," kata Keserci.

Ia menambahkan bahwa penumpang yang bersangkutan dapat shalat ketika bus berhenti di tempat istirahat.

Keserci mengatakan sekularisme "tidak berarti bahwa kita tidak beragama. Sekularisme juga melindungi Muslim."

Referendum Hak Berjilbab

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menyarankan perubahan konstitusi untuk menjamin hak mengenakan jilbab di layanan sipil, sekolah, dan universitas yang diputuskan melalui referendum.

"Jika Anda memiliki keberanian, ayo, mari kita ajukan ini ke referendum," kata Erdogan dalam pidato yang disiarkan televisi, lapor Euronews pada 23 Oktober 2022. 

"Biarkan bangsa membuat keputusan," imbuhnya, berbicara kepada pemimpin partai oposisi utama Kemal Kilicdaroglu, yang awalnya mengusulkan undang-undang untuk menjamin hak mengenakan jilbab dalam upaya untuk menyelesaikan apa yang dia katakan sebagai "polarisasi mendalam."

Sebagai tanggapan, Kilicdaroglu menolak gagasan referendum dan menuduh Erdogan meniru pemimpin nasionalis Hungaria Victor Orban, yang menjadi ikon sayap kanan keras.

Perdebatan tentang jilbab di Turki baru-baru ini memanas menjelang pemilihan presiden dan parlemen tahun depan.

Turki telah lama menjadi negara di mana mengenakan jilbab dilarang di lembaga-lembaga publik karena sekularisme diabadikan dalam konstitusinya.

Namun pembatasan cadar dicabut pada tahun 2013 oleh pemerintah konservatif Erdogan.

Presiden Turki sering menggambarkan dirinya sebagai pelindung umat Islam melawan "elit" sekuler.

Meskipun jilbab memicu perdebatan sengit, tidak ada gerakan politik yang mengusulkan pelarangan di Turki.

Pada Juli 2008, Mahkamah Konstitusi membatalkan upaya partai AK yang berkuasa pimpinan Erdogan untuk mencabut larangan jilbab di universitas-universitas dengan alasan bahwa itu anti-sekuler.

Pasangan Erdogan, Emine Erdogan, dikenal mengenakan jilbab saat menemani suaminya dalam kampanye dan selama acara resmi.***