HET Minyak Goreng Kemasan Dicabut, Pemerintah Jamin Tak Ada Lonjakan Harga

HET Minyak Goreng Kemasan Dicabut, Pemerintah Jamin Tak Ada Lonjakan Harga
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Pemerintah memastikan tidak terjadi lonjakan harga minyak goreng kemasan pasca Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencabut ketentuan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan senilai Rp14.000. Artinya, harga minyak goreng kemasan diserahkan kepada mekanisme pasar. 

Kepala Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi memastikan tidak terjadi lonjakan harga minyak goreng kemasan di pasar modern. Pasalnya, kebijakan tersebut diikuti oleh persiapan lainnya. 

"Kita pastikan bukan harga melonjak, memang kita siapkan," ujar Arif saat ditemui di kawasan Pasar Kramat Jati, Jakarta, Rabu (16/3/2022) Malam. 

Arief pun membandingkan harga minyak goreng kemasan Indonesia yang sebelumnya di kisaran Rp14.000 dengan harga minyak di Malaysia yang sudah mencapai Rp 22.000. Arief menilai minyak goreng kemasan mengikuti harga pasar nantinya dapat menjadi pilihan bagi masyarakat. 

Pemerintah, lanjut Arief, memprioritaskan kebutuhan minyak goreng curah yang tersedia dan terjangkau bagi masyarakat bawah.

"Yang harus diperhatikan itu masyarakat yang di bawah dalam membuat harga eceran tertinggi, bukan yang premium, nggak perlu, biarkan nanti masyarakat memilih minyak yang sesuai kebutuhan," ungkapnya.

Di lain sisi, pemerintah juga memutuskan menggunakan anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mensubsidi minyak goreng curah. Langkah ini menjadi inisiatif pemerintah di tengah lonjakan harga komoditas tersebut. 

Dalam skemanya, pemerintah akan akan mensubsidi harga minyak kelapa sawit curah itu sebesar 14.000 per liter. Hanya saja, hingga kini skema harga idela yang akan disubdisi masih dalam kajian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

Arirf menyebut skema subsidi masih dikaji oleh BPKP untuk menetikan harga idelanya. Setelah itu, otoritas akan mengumumkan ke masyarakat. 

"Ini baru dibuat skema bida jadi angkanya Rp 2.000- Rp 3 000, sedang dibuat skemanya. Dan ini akan jadi bahan reviu BPKP, angka berapa yang paling ideal karena ini menggunakan dana BDPKS," ungkap dia.