Impor Pakaian Bekas Ilegal Hanya Menambah Jumlah Sampah di Indonesia

Impor Pakaian Bekas Ilegal Hanya Menambah Jumlah Sampah di Indonesia

WJtoday, Jakarta - Impor pakaian bekas illegal akhir -akhir ini menjadi sorotan di Indonesia karena dinilai hanya menambah jumlah sampah. Staf Khusus Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Fiki Satari mengatakan hal tersebut terjadi karena dari jumlah pakaian bekas yang masuk ke Indonesia setiap harinya, hanya 20% dari pakaian tersebut yang dijual kembali. 

Fiki mengatakan penjual biasanya membawa pakaian bekas dalam bentuk bal sebanyak 350.000 per hari, menurut data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Penjual juga membuat pilihan dan memilih pakaian yang cocok untuk dijual. 

“Dari 350.000 yang masuk, hanya 20% yang dijual kembali. Sementara 80% menumpuk jadi sampah di Indonesia,” ungkap Staf Khusus Menkop UKM, Fiki Satari melalui keterangannya, dikutip Kamis (20/4/2023).

Karena itu, menurut Fiki, pelarangan impor pakaian bekas sangat penting untuk mencegah penumpukan sampah. Selain itu, larangan tersebut bertujuan untuk mengalihkan masyarakat dari produk impor ke produk lokal.

Menurutnya, usaha mikro, kecil, dan menengah selama ini berada pada posisi rentan karena ekosistem yang tidak seimbang atau keuntungannya. Karena impor pakaian bekas tidak dikenakan pajak maupun persetujuan, sehingga bisa dijual dengan harga murah.  

“Makanya ekosistem yang adil ini yang ingin dibangun. Pelaku UMKM memiliki daya saing bila mereka ada pada posisi equality playing field,” imbuhnya. 

Namun, kata Fiki, Kementerian Koperasi dan UKM serta Kemendag tetap akan mengizinkan penjual untuk menutup stok pakaian bekas yang sudah diimpor. Pengawasan ketat ke hilir tetap dilakukan untuk mencegah masuknya barang-barang impor ilegal tersebut. 

Selain itu, Kemenkop UKM juga membuka hotline telepon untuk memfasilitasi pedagang baju bekas impor yang terdampak larangan pemerintah. Adanya pengaduan tersebut Kemenkop UKM akan menghubungkan pedagang dengan produsen produk dalam negeri.

“Sekarang sudah dalam tahap membangun sistem dan sudah ada puluhan brand yang siap dihubungkan dengan pedagang terdampak,” tandasnya. ***