Indonesia Darurat Literasi dan Numerasi

Indonesia Darurat Literasi dan Numerasi

WJtoday, Jakarta - Rendahnya budaya literasi di negeri ini cukup memprihatinkan dan harus menjadi perhatian kita semua.

Kualitas pendidikan di Indonesia memang sedang tidak baik-baik saja. Jika dibiarkan tanpa ada upaya peningkatan mutu, anak-anak Indonesia terjerumus dalam darurat literasi.

Darurat literasi di Indonesia harus diatasi secara sistematis dan melibatkan semua pihak agar mampu mengakselerasi peningkatan kemampuan literasi anak bangsa secara nyata.

Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani menyatakan, hasil asesmen (AN) 2021 menunjukkan Indonesia berada dalam darurat literasi dan numerasi.

Satu dari dua peserta didik belum mencapai kompetensi minimum literasi. Hasil AN 2021 juga konsisten dengan hasil PISA 20 tahun terakhir. Yaitu menunjukkan bahwa skor literasi membaca peserta didik di Indonesia masih rendah dan belum berubah secara signifikan dibandingkan peserta didik di negara OECD.

Kemendikbudristek telah melakukan berbagai dukungan kebijakan untuk mengatasi situasi darurat literasi ini. Setidaknya tertuang dalam berbagai kebijakan. Seperti lahirnya Kurikulum Merdeka, Program Merdeka Belajar, Pendidikan Guru Penggerak, Sekolah Penggerak dan Rapor Pendidikan.

Staf Khusus Wakil Presiden Gatot Prio Utomo mengusulkan pembentukan tim khusus, untuk mengawal percepatan peningkatan kualitas pendidikan dasar dan menengah.

Gatot menegaskan harus ada upaya semua pihak untuk mencegah Indonesia dalam situasi darurat literasi. Upaya ini perlu diupayakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Jika tidak diatasi, upaya mencapai SDM unggul dan generasi emas 2045 akan menemui tantangan yang sangat berat.

"Karena itu, perlu upaya semua pihak untuk melakukan percepatan peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah," katanya saat menyimpulkan hasil diskusi tentang Human Capital Index di sektor pendidikan di Sekretariat Wakil Presiden kemarin.

Lebih lanjut Gatot menjelaskan dari paparan Kemdikbudristek, memperlihatkan kondisi pendidikan nasional Indonesia sedang berada dalam darurat literasi dan numerasi.

Kondisi itu berpotensi menurunkan capaian Human Capital Index Indonesia yang hanya 54 persen. Terlebih lagi munculnya learning loss akibat pandemi Covid-19. "Jauh dibandingkan Singapura yang mencapai 88 persen,” tegas Gatot.

“Berbagai kebijakan pemerintah ini harus mendapat dukungan penuh masyarakat agar situasi darurat literasi dan numerasi bisa secepatnya kita berantas," jelas Gatot.

Menurutnya situasi sekarang tidak mudah. Tetapi dia percaya dan meyakini sinergi dan kolaborasi pemerintah dengan semua elemen masyarakat akan berhasil membawa Indonesia menjemput generasi emas 2045.

Menurutnya, organisasi profesi seperti PGRI, Ikatan Guru Indonesia, Pergunu, Perhimpunan Pendidik dan Guru (P2G) harus menjadi bagian penting dalam memberantas kondisi darurat literasi dan numerasi itu. Begitu juga lembaga pendidikan seperti LP Ma’arif NU, Majelis Pendidikan Muhammadiyah, lembaga pendidikan di bawah gereja Kristen dan Katholik, Taman Siswa, beserta seluruh elemen organisasi masyarakat di bidang pendidikan harus terlibat secara aktif.

“Program Organisasi Penggerak merupakan program awal yang perlu terus didorong secara lebih luas dengan sasaran yang lebih fokus," jelasnya.

Yaitu pada upaya pengentasan peserta didik dari kondisi darurat literasi dan numerasi. Arah kebijakannya tidak bisa lagi sporadis dan dikerjakan sendirian. Kolaborasi pemerintah dan semua elemen masyarakat adalah kunci keberhasilan mencapai generasi emas Indonesia 2045.

Ke depan Gatot mengusulkan upaya percepatan peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah. Caranya dapat meniru penanggulangan stunting yang memiliki Tim Percepatan Penanggulangan Stunting (TP2S).

“Harus ada semacam Tim Percepatan Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah yang dibentuk secara regulatif di bawah Presiden atau Wakil Presiden," jelasnya.

Sehingga kolaborasi seluruh stakeholder dapat terintegrasi secara utuh karena kerja kerja peningkatan mutu pendidikan tidak hanya menjadi urusan Kemendikbudristek.

Pemerintah sangat serius membangun generasi emas Indonesia 2045. Kemendimbud Ristek sekali lagi tak bisa sendirian dan single fighter dalam merumuskan dan merencanakan pendidikan nasional. Semua pihak harus terlibat secara aktif. Sejarah menunjukkan peran penting swasta dalam membangun pendidikan nasional.

“Kontribusi swasta seperti LP Ma’arif, Muhammadiyah, pendidikan kristen dan katolik, sangatlah besar bagi pembangunan pendidikan nasional dan mencerdaskan kehidupan bangsa," katanya.

Dia mengajak seluruh elemen terus merapatkan barisan dan bersinergi untuk percepatan peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah. Agar cita-cita Indonesia mewujudkan Indonesia Emas 2045 dapat terwujud.***