Jadi Salah Satu 'Blue Zone' Tanpa Kontribusi Cara Tradisional, Ini Rahasia Panjang Umur Masyarakat Singapura

Jadi Salah Satu 'Blue Zone' Tanpa Kontribusi Cara Tradisional, Ini Rahasia Panjang Umur Masyarakat Singapura

WJtoday, Jakarta - Dalam sebuah buku berjudulThe Blue Zones, sang penulis Dan Buettner menyebut Singapura sebagai 'Blue Zone 2.0'. dia bertemu dengan penduduk dan meneliti data, menganalisis metrik kesehatan di pulau tersebut.

Angka harapan hidup telah meningkat sebesar 20 tahun sejak tahun 1960, dan jumlah orang yang berusia seratus tahun meningkat dua kali lipat dalam dekade terakhir, tulis Buettner dalam bukunya. 

“Selain memiliki kepuasan hidup yang sangat tinggi, mereka juga menghasilkan populasi yang paling lama dan paling sehat,” katanya. 

Singapura baru-baru ini dinobatkan sebagai salah satu bagian dari 'Blue Zone'. Masyarakat Singapura dinilai berumur panjang dan menjalani hidup yang sehat.

Namun, Berbeda dengan zona biru lainnya, yang metrik umur panjangnya berasal dari sejarah, budaya, dan tradisi selama bertahun-tahun, status Singapura berasal dari perubahan yang diterapkan seiring berjalannya waktu.

Dalam serial Netflix terbaru berjudul Live to 100: Secrets of the Blue Zones, Singapura termasuk di antara enam tempat yang mayoritas masyarakatnya memiliki umur panjang.

Blue Zone sendiri merupakan sebuah bagi wilayah dengan jumlah penduduk berusia 100 tahun yang tinggi. Dengan kata lain, masyarakat di wilayah Blue Zone menjalani gaya hidup yang sehat dengan rahasianya masing-masing.

Dan Buettner dalam bukunya menyebut ada lima wilayah Blue Zones. Di antaranya adalah Okinawa (Jepang), Sardinia (Italia), Ikaria (Yunani), Loma Linda (California, AS), dan Semenanjung Nicoya (Kosta Rika).

Masyarakat di masing-masing wilayah mengembangkan cara hidup di mana kebanyakan dari mereka menjalani pola makan nabati, bergerak aktif setiap hari, hidup dengan tujuan, dan terlibat dalam komunitas sosial.

Namun lucunya, sejatinya masyarakat Singapura tak mengadopsi gaya hidup sehat tradisional yang biasa diterapkan oleh wilayah-wilayah Blue Zones sebelumnya.

"Kebiasaan sehat yang baik tidak melekat dalam budaya dan gaya hidup tradisional kita. Singapura tidak seperti Okinawa atau Sardinia," ujar Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung.

Memang benar, hasil survei kesehatan nasional baru-baru ini membuktikannya. Masyarakat Singapura ditemukan tak begitu mempedulikan kesehatannya lewat kebiasaan sehari-hari. Jangankan memilih makanan sehat, tingkat aktivitas fisik pun menurun dari tahun ke tahun.

“Ini adalah zona biru yang direkayasa, bukan zona biru yang muncul secara organik seperti lima zona lainnya,” kata Buettner, seraya mencatat bagaimana Singapura bertransisi menjadi pusat perkotaan dalam beberapa dekade terakhir. “Mereka secara nyata telah memberikan hasil yang kami inginkan.”

Jadi, apa saja rahasia umur panjang masyarakat Singapura? Berikut di antaranya.

1. Kebijakan membatasi asupan bergula

Tapi di luar kekacauan itu, ada satu hal yang ternyata membawa pengaruh cukup besar. Masyarakat Singapura mengonsumsi lebih sedikit gula. Gara-garanya, kebijakan pemerintah dalam menekan angka diabetes dan membatasi asupan bergula.

Dalam film tersebut, Buettner berharap bisa menciptakan Zona Biru yang baru, di mana kebijakan pemerintah turut dapat membentuk lingkungan yang sehat, sebagaimana yang terjadi di Singapura.

Buettner mengatakan, angka harapan hidup di Singapura melonjak dengan cepat hingga 20 tahun. Berbeda dengan lima wilayah Zona Biru lainnya yang berkembang perlahan selama berabad-abad.

"Ini adalah hasil yang membuat iri seluruh dunia," ujar Buettner.

2. Angka kepemilikan mobil rendah

Selain soal kebijakan pembatasan asupan bergula, Buettner juga menyoroti siasat pemerintah untuk menekan tingkat kepemilikan mobil hingga 11 persen. Dengan ini, artinya 89 persen masyarakat Singapura berjalan kaki atau menggunakan angkutan umum untuk menjalankan keperluan sehari-hari.

"Saya rasa masyarakat Singapura tak menyadari seberapa sering mereka bergerak secara alami. Orang-orang yang saya wawancarai menganggap remeh aktivitas fisik non-olahraga (jalan kaki) ini. Padahal kenyataannya, dalam banyak kasus, aktivitas tersebut mencapai lebih dari 6 ribu hingga 8 ribu langkah per hari," jelas Buettner.

Singapura telah mewujudkan konsep kesehatan yang baik melalui infrastruktur dan program yang mendorong masyarakat menuju perilaku yang lebih sehat.

"Singapura sebagai Zona Biru dibangun melalui kebijakan," ujar Ong.

Jalan setapak di Singapura melindungi penduduknya dari sinar matahari, dengan “ruang hijau yang sengaja dibuat agar terlihat indah.” 

Papan petunjuk yang berfokus pada pejalan kaki menutupi seluruh kota, sehingga aman bagi orang untuk bepergian dengan berjalan kaki. Pulau ini juga mengenakan pajak atas mobil dan bensin, sehingga memberikan uang untuk sistem kereta bawah tanah yang kuat di mana orang-orang tinggal tidak lebih dari 400 meter dari stasiun, tambahnya. Selain manfaat angkutan umum bagi lingkungan, masyarakat juga melakukan latihan fisik dan koneksi ke dalam rutinitas mereka dengan berjalan kaki dan naik angkutan umum. 

“Pejalan kaki lebih diutamakan dibandingkan pengendara mobil saat menavigasi jalan melalui kota,” kata Buettner. “Mereka berjalan 10 atau 20.000 langkah sehari tanpa memikirkannya.” 

3. Akses Makanan Sehat yang Mudah

Berbeda dengan negara lain yang mengusung makanan cepat saji demi kemudahan warganya. Sedangkan makanan yang benar-benar segar dan sehat sulit didapatkan. Buettner dibuat kagum dengan suasana belanja makanan di Singapura. Makanan sehat disubsidi, sehingga memberikan insentif kepada masyarakat untuk membeli makanan utuh yang kaya nutrisi dibandingkan makanan olahan (Buettner belum melihat inisiatif ini diterapkan secara luas di seluruh dunia atau di zona biru lainnya). 

Dalam skala sistematis, pemerintah Singapura mengurangi jumlah gula dalam minuman manis dan menambahkan label makanan sehat pada produk dengan jumlah gula, lemak, dan natrium yang terbatas.***