Keresahaan Umat Buddha soal Kenaikan Tiket ke Stupa Candi Borobudur

Keresahaan Umat Buddha soal Kenaikan Tiket ke Stupa Candi Borobudur
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Koordinator Publikasi Dewan Pimpinan Pusat Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Rusli Tan, berharap ada jalan keluar secepatnya supaya perdebatan tentang gagasan kenaikan tarif naik stupa Candi Borobudur tidak berlarut-larut.

Menurut Rusli, umat Buddha di Indonesia tidak ingin persoalan itu justru membuat masyarakat menjadi segan untuk berkunjung ke Candi Borobudur.

"Jadi kami umat Buddha sangat gelisah sebenarnya. Kami ingin supaya di sana ada ketenangan. Bukan bikin orang galau karena enggak bisa masuk," kata Rusli melalui keterangannya , dikutip Selasa (7/6/2022).

Di sisi lain, Rusli juga berharap pemerintah lebih bijak dalam mengelola Candi Borobudur. Sebab, situs itu mulanya memang dibangun sebagai tempat untuk beribadah bagi umat Buddha.

"Candi Borobudur itu dibangun zamannya Dinasti Syailendra. Waktu itu adalah bukan untuk pariwisata, waktu itu adalah untuk sembahyang. Kalau kita istilahkan sekarang ini kan klenteng atau vihara. Kalau dulu kan candi," ujar Rusli yang juga merupakan Ketua Umum Lembaga Keagamaan Buddha Indonesia (LKBI).

Rencana pemerintah menaikkan tarif untuk naik ke stupa Candi Borobudur sebesar Rp 750.000 bagi wisatawan lokal dinilai memberatkan. Hal itu juga dinilai bakal berdampak negatif bagi masyarakat sekitar yang hidup dari kegiatan pariwisata seperti menjual cinderamata, menjajakan makanan dan minuman, sampai kepada pelaku jasa transportasi.

Rusli menyatakan, umat Buddha terkejut dengan rencana pemerintah untuk menaikkan tarif naik ke stupa Candi Borobudur. Bahkan menurut dia jika gagasan itu diterapkan maka bakal melukai perasaan banyak pihak.

"Padahal umat Buddha sangat menjunjung tinggi ajaran kasih sayang," ucap Rusli.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, rencana menaikkan tarif untuk turis lokasi buat naik ke stupa Candi Borobudur belum diputuskan. Sebab, hal itu bakal dibahas oleh Presiden Joko Widodo pada pekan depan.

“Saya mendengar banyak sekali masukan masyarakat hari ini terkait dengan wacana kenaikan tarif untuk turis lokal. Karena itu nanti saya akan minta pihak-pihak terkait untuk segera mengkaji lagi supaya tarif itu bisa diturunkan," jelas Luhut dalam keterangan tertulisnya.

"Rencana tarif tersebut belum final. Akan dibahas dan diputuskan Presiden minggu depan," lanjutnya.

Luhut memastikan rencana kenaikan tarif untuk turis asing menjadi 100 Dollar AS tidak akan berubah. Begitu pula tarif untuk pelajar tetap sesuai rencana yang sebelumnya disampaikan, yakni Rp 5.000.

Sementara untuk sekedar masuk ke kawasan Candi, tarifnya juga tetap di angka Rp 50.000 seperti saat ini.

Luhut juga mengatakan berdasarkan masukan yang diterima, pihaknya tengah mempertimbangkan untuk menyediakan tarif khusus bagi warga Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Nantinya semua calon turis yang ingin mengunjungi Candi Borobudur diwajibkan untuk melakukan pemesanan secara online. Hal ini dilakukan untuk mengatur aliran pengunjung.

Warga lokal pun juga akan diajak untuk lebih berkontribusi. Semua turis nantinya harus menggunakan pemandu wisata dari warga lokal sekitar kawasan Candi Borobudur.

Selain itu, turis diwajibkan untuk menggunakan sandal khusus “upanat” supaya tidak merusak tangga dan struktur bangunan yang ada di candi. Sandal ini akan diproduksi oleh warga dan UMKM di sekitar Candi Borobudur.

Luhut mengungkapkan, rencana pembatasan kuota pengunjung dan kenaikan tarif untuk naik ke area stupa Candi Borobudur merupakan upaya pemerintah untuk menjaga warisan budaya dunia tersebut.

Menurut Luhut, sebagai situs sejarah, Candi Borobudur memiliki berbagai kerentanan dan juga ancaman.

Berdasarkan kajian dari berbagai ahli yang memberikan masukan kepada pemerintah, kondisi situs bersejarah itu saat ini mulai mengalami pelapukan. Selain itu, perubahan iklim, erupsi gunung berapi, gempa bumi, sampai perilaku pengunjung dan aksi vandalisme juga menjadi persoalan tersendiri.***