Kubu Haris-Fatia Heran Saksi Ahli Puslabfor Tak Mau Buka Barang Bukti File di Sidang

Kubu Haris-Fatia Heran Saksi Ahli Puslabfor Tak Mau Buka Barang Bukti File di Sidang

WJtoday, Jakarta - Sidang lanjutan kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti diwarnai cekcok antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan kuasa hukum.

Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (24/7) ini, anggota Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri Herry Priyanto yang menjadi saksi ditanya beberapa hal terkait barang bukti dokumen pendukung oleh kuasa hukum Haris dan Fatia.

Herry mengatakan ia melakukan penelitian atau analisis forensik terhadap dokumen terkait pencemaran nama baik Luhut dari sebuah flashdisk yang diberikan penyidik kepadanya. Di dalam alat penyimpan file tersebut terdapat dokumen video yang diduga mencemarkan nama baik Luhut.

Kubu terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti geram karena tidak bisa membuka file yang diperiksanya di persidangan.

File berisi video berjudul Ada Lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1! >NgeHAMtam' itu tersimpan di dalam sebuah flashdisk bermerek Sandisk.

"Kan sebenarnya gampang, flashdisk dicolok ke laptop lalu munculnya apa. Kami dari tadi bertanya-tanya, bahan awalnya saksi ahli yang baik dan pintar ini apa? Kita ingin diuji, itu aja, kita enggak menolak hasilnya. Ini sidang pembuktian," kata Haris di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (24/7/2023).

Jaksa penuntut umum menerangkan bahwa penanganan alat bukti forensik digital tak bisa disamakan dengan alat bukti biasa. Jaksa mengaku khawatir alat bukti itu rusak apabila dibuka saat persidangan.

"Ada tata cara penanganan alat bukti elektronik, kami tawarkan nanti kami panggil lagi untuk membuktikannya. Ini cara penanganan alat bukti elektronik, bukan masalah pembuktian," ujar jaksa.

"Itu (flashdisk) ketika sudah dicolokkan akan ada perubahan. Ini berbeda cara penanganannya dengan alat bukti biasa," tambah dia.

Menurut Haris, membuka dokumen dalam flashdisk adalah hal yang mudah, cukup menggunakan laptop.

"Saya cuma minta, itu dicolokkin lalu munculnya apa. Saya butuh pembuktian, ini bukan kasus asusila atau kasus di bawah umur. Saya terdakwa berkepentingan file itu dibuka. Sesimpel itu aja, susah amat," tegas Haris.

"Kami hanya bertanya, apakah alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan ini bisa dibuka oleh jaksa penuntut umum? Jika dipinjamkan laptop, apakah bisa dibuka file tersebut tanpa harus menganalisis?" tambah pengacara Haris dan Fatia, Nurkholis Hidayat.

Namun, jaksa berdalih perlu ada alat khusus yang digunakan untuk membuka file tersebut sehingga majelis hakim tidak mempersoalkan file yang tidak dibuka di persidangan.

Majelis Hakim lantas ikut turut tangan untuk menenangkan kedua belah pihak. Ia mengizinkan file tersebut dibuka di dalam persidangan jika saksi menyanggupi lantaran ada beberapa prosedur yang diklaim musti dilewati untuk membuka file tersebut

"Ini di sini ada prosedurnya, harus menggunakan alat. Bukan kami tidak mengizinkan, kami izinkan kok," ucap hakim.

Kuasa hukum Haris dan Fatia kemudian bertanya kembali terkait kesanggupan saksi dan JPU untuk membuka file tersebut. Majelis Hakim juga turut meminta agar file tersebut bisa dibuka dalam persidangan.

"Kami hanya bertanya, apakah alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan ini bisa dibuka oleh jaksa penuntut umum? Jika dipinjamkan laptop, apakah bisa dibuka file tersebut tanpa harus menganalisis?" ucap kuasa hukum Haris dan Fatia.

"Bisa tidak dibuka sesuai dengan keinginan penasihat hukum untuk membuktikan keaslian barang bukti tersebut?" tambah Hakim.

Menjawab pertanyaan hakim, Herry Priyanto  yang menjadi saksi lantas menyanggupi untuk membuka flashdisk tersebut dengan alat yang digunakan Puslabfor.

"Bisa tapi saya butuh alatnya," ujar Herry.

Dalam sidang sebelumnya, Haris dan Fatia didakwa mencemarkan nama baik Luhut Binsar Pandjaitan oleh jaksa. Jaksa menyatakan pernyataan Haris dan Fatia dalam sebuah video yang diunggah melalui akun YouTube milik Haris telah mencemarkan nama baik Luhut.

Video tersebut berjudul 'Ada Lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1! >NgeHAMtam'. Hal yang dibahas dalam video itu adalah kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia dengan judul 'Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya'.

Haris dan Fatia didakwa Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP. Setiap pasal tersebut di-juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.***