Menkes Minta Maaf, Ralat Rapor Merah Penanganan COVID-19 DKI

Menkes Minta Maaf, Ralat Rapor Merah Penanganan COVID-19 DKI

Wjtoday, Jakarta - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengklarifikasi soal penilaian penanganan pandemi dengan rapor E atau paling buruk kepada Provinsi DKI Jakarta.

“Saya menyampaikan permohonan maaf dari saya pribadi sebagai Menteri Kesehatan atas kesimpangsiuran berita yang tidak seharusnya terjadi. Bahwa indikator risiko ini tidak menjadi penilaian kinerja apalagi penilaian kinerja di salah satu provinsi yang sebenarnya menjadi salah satu provinsi terbaik, dan tenaga kesehatannya sudah melakukan hal-hal yang paling baik yang selama ini bisa mereka lakukan,” kata Menkes dalam konferensi pers daring tentang Klarifikasi Kategorisasi dalam Penilaian Situasi Provinsi, Jumat (28/5/2021).

Menkes menyebutkan, banyak sekali keunggulan telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. Misalnya, DKI Jakarta merupakan daerah dengan testing paling tinggi. Selain testing, Budi juga menyebutkan, DKI Jakarta sebagai daerah dengan vaksinasi paling cepat bersama Bali dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

“Saya juga terima kasih ke teman-teman kesehatan DKI, ke teman-teman aparat DKI, karena vaksinasi lansia paling tinggi itu di DKI Jakarta. Lebih 60% (lansia) sudah disuntik,” ucapnya.

Budi menjelaskan, penilaian yang dijabarkan Wakil Menteri Kesehatan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Kamis, 27 Mei, masih menggunakan indikator yang masih berupa simulasi atau percobaan.

"Terus terang, saya juga baru mendiskusikan angka-angka atau pedoman umum ini sekitar 4 minggu yang lalu. Kita lagi mempelajari bagaimana penerapannya apakah cocok atau tidak. Kita sedang melakukan simulasi di beberapa daerah, baik itu provinsi, kabupaten, dan kota," kata Budi

Budi menegaskan, indikator risiko laju penularan hingga penanganan COVID-19 yang disampaikan Dante merupakan indikator risiko berdasarkan pedoman WHO yang terbaru. 

Ada pun indikator penilaian penanganan pandemi tiap provinsi itu dilihat dari level laju penularan, yakni indikator jumlah kasus, adanya kasus impor, kemunculan klaster kasus, hingga transmisi kasus dalam skala komunitas. 

Kemudian, level laju penularan ini disandingkan dengan level kapasitas respons pemerintah provinsi dalam penanganan kasus, yakni testing, tracing, dan treatment (3T).

Lagipula, indikator ini digunakan sebagai analisa internal di Kementerian Kesehatan untuk melihat persiapan kita menghadapi lonjakan kasus sesudah liburan lebaran kemarin.

"Indikator risiko ini, saya tegaskan, bukan, sekali lagi, bukan merupakan penilaian kinerja dari daerah baik provinsi, kabupaten atau kota. Itu merupakan indikator risiko yang digunakan oleh Kemenkes secara internal untuk melihat laju penularan pandemi dan bagaimana kita harus merespons," jelas dia.

Budi pun mengaku Kemenkes masih perlu mendalami apakah akan menambah indikator lain dalam penilaian penanganan COVID-19 berdasarkan pengalaman sebelumnya.

"Dengan segala kerendahan hati, saya sampaikan masih banyak sekali kesempatan kita untuk memperbaiki diri. Masih banyak sekali hal-hal yang bisa kita tiru dari negara lain, kita juga bisa tiru dari daerah-daerah yang baik implementasinya," tutur Budi.

Sebelumnya, Dante menyebut DKI Jakarta jadi satu-satunya provinsi dengan nilai penanganan pandemi dengan rapor merah atau nilai E. 

"Kami melihat masih banyak yang masih dalam kondisi kendali, kecuali Jakarta. Jakarta ini kapasitasnya E, karena BOR (keterisian tempat tidur) sudah mulai meningkat dan kasus tracing-nya tidak terlalu baik," ungkap Dante.

"Berdasarkan atas rekomendasi yang kami buat matriks, ada beberapa daerah yang mengalami masuk kategori D dan kategori E seperti Jakarta. Tapi ada juga yang masih di C, artinya BOR tidak terlalu (terisi) dan pengendalian provinsi masih baik," jelas dia.***