Bukan Demam, Berikut Deretan Keluhan Gejala Terbanyak COVID-19 Varian JN.1

Bukan Demam, Berikut Deretan Keluhan Gejala Terbanyak COVID-19 Varian JN.1

WJtoday, Jakarta - Tren kasus COVID-19 di Indonesia masih merangkak naik, per Rabu (3/1/2023) bertambah 404 kasus baru, dengan pasien sembuh lebih dari setengahnya. Para periode yang sama, empat kematian baru COVID-19 dilaporkan. Total kasus aktif atau pasien yang membutuhkan perawatan baik isolasi mandiri maupun di rumah sakit masih melampaui dua ribu orang.

Kementerian Kesehatan RI beberapa waktu lalu mengonfirmasi temuan kasus COVID-19 varian JN.1, sublineage dari Omicron BA.2.86 ini diyakini sudah mulai dominan di sejumlah wilayah Indonesia. Laporan ini tidak jauh berbeda dengan banyak negara lain yang kembali mencatat lonjakan kasus COVID-19 imbas varian JN.1.

Ahli epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia meminta masyarakat mewaspadai gejala COVID-19 hidung berair. Seperti yang terjadi di Eropa, keluhan ini banyak ditemukan saat varian JN.1 dominan.

Tidak seperti varian terdahulu, jarang sekali pasien COVID-19 yang saat ini mengeluhkan demam atau anosmia alias kehilangan kemampuan sementara untuk mencium dan merasa.

"Berikut ini saya update terkait subvarian JN.1 COVID-19, berdasarkan data yang diambil dari kasus-kasus terkini pasien COVID-19 terinfeksi JN.1 di Eropa khususnya Inggris. Keluhan atau gejala yang dominan adalah hidung berair atau beringus," kata Dicky melalui keterangannya, dikutip Sabtu (6/1/2023).

"Demam saat ini sangat jarang dirasakan sebagian besar pasien, apalagi hilang penciuman itu sudah sangat jarang, di bawah 3 persen."

Dicky menyinggung gejala COVID-19 lain yang banyak ditemukan adalah batuk dengan jangka waktu yang relatif lama, nyeri kepala, kelelahan, nyeri menelan, sampai sulit tidur.

Menurutnya, hal ini menjadi pertanda evolusi COVID-19 membuat gejalanya berada di tahap sedang ke ringan. Hal yang masih perlu menjadi kewaspadaan bersama adalah long COVID, efek jangka panjang pasca sembuh dari SARS-CoV-2.

"Ini menandakan bahwa evolusi infeksi COVID-19 ini memang sudah mengarah ke menengah-ringan untuk stadium akutnya. Namun, di sisi lain dalam konteks long COVID ini semakin menguat pada orang yang memiliki masalah imunitas," beber dia.

Kewaspadaan ini terutama harus diperhatikan oleh kelompok rentan, utamanya lansia, pengidap komorbid, hingga mereka dengan gangguan imunitas tubuh. Walhasil, vaksinasi COVID-19 bagi tiga kelompok tersebut menjadi sangat penting demi membangun kekebalan melawan COVID-19.

Meski begitu, perlu diingat, vaksinasi bukan satu-satunya 'bekal' melawan COVID-19.

"Kedua kita juga harus menekankan kepada publik dan pemerintah juga harus menyadari bahwa vaksin bukan solusi tunggal."

"Sehingga, (PHBS) perilaku hidup bersih sehat, 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas), peningkatan kualitas udara dengan ventilasi dan sirkulasi yang baik ini menjadi sangat penting," pungkas Dicky.***