Polemik Revitalisasi Pasar Banjaran, Pemkab Bandung Diminta Evaluasi Perbup No 52/2012

Polemik Revitalisasi Pasar Banjaran, Pemkab Bandung Diminta Evaluasi Perbup No 52/2012
Lihat Foto

WJtoday, Bandung - Revitalisasi pasar Banjaran yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung terus menuai pro kontra. Bahkan para pedagang pasar menggugat kebijakan tersebut ke meja hijau.

Kendati belum ada keputusan inkracht, Pemkab Bandung terus melanjutkan rencana revitalisasi pasar Banjaran.

Kondisi tersebut menarik perhatian Forum Evaluasi Kebijakan Daerah (FORSIKERAH) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nurtanio Bandung

Dalam focus group discussion (FGD) yang digelar di kampus Universitas Nurtanio Bandung, FORSIKERAH menyorot ambiguitas Pemkab Bandung dalam pelaksanaan Peraturan Bupati Bandung Nomor 52 Tahun 2012 tentang Penataan dan Penempatan Pedagang Pasar Tradisional di Kabupaten Bandung.

Siska (19), salah satu peserta FGD mengatakan Pelaksanaan Perbup 52/2012 belum optimal. Hal ini terlihat dari masih banyaknya persoalan dalam penataan dan penempatan pedagang pasar tradisional. Seperti masalah ketertiban, kebersihan, keindahan lingkungan dan penataan pedagang kaki lima. 

"Akibatnya, pasar tradisional cenderung semrawut dan tidak tertata dengan baik. Ini terjadi di seluruh pasar tradisional, tidak hanya di pasar Banjaran," jelas Siska.

Ilham (19), menambahkan, pasar tradisional seringkali bermasalah dalam status kepemilikan hak pakai. Hal ini seringkali terjadi dan menjadi hambatan serius dalam proses pelaksanaan penataan dan penempatan pedagang pasar tradisional.

Dikatakan Ilham, status kepemilikan hak pakai kios atau lapak dagang harus ditertibkan agar memiliki data yang jelas dan akurat.

"Dengan data yang akurat, dapat diketahui secara pasti berapa pedagang pasar yang ada, sehingga akan lebih memudahkan dalam penataan," lanjut Ilham.

Ervina (20) lebih menyorot keberadaan Perbup no. 52/2012 yang menurutnya belum mampu belum mampu meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin pelayanan pembeli. 

Hal ini disebabkan masih lemahnya   disiplin petugas dan pedagang pasar dalam melaksanakan tugasnya, seperti  pemeliharaan aset, kebersihan, ketertiban tempat parkir dan keamanan yang belum optimal.

Disisi lain, lanjut Ervina, dalam proses  penataan dan penempatan pedagang seringkali tidak merata, sehingga  banyak kios-kios yang kosong dan berdampak pada menurunnya pendapatan para pedagang dikarenakan tidak meratanya pengunjung pasar. 

Kurangnya koordinasi antar instansi menjadi sorotan dalam FGD FORSIKERAH. Hal ini disampaikan Azhar (20) yang menilai koordinasi 
 petugas pasar dengan unit lain, sepert Satpol PP masih kurang. 

Akibatnya banyak pedagang  yang berjualan diarea luar pasar. Hal ini semakin menambah kesemrawutan, bahkan kemacetan sebab sebagian badan jalan dijadikan lapak jualan. 

"Sikap ambigu pemerintah daerah dalam menata pasar tradisional, pada gilirannya memperkuat kesan jorok, semrawut dan tidak nyaman berbelanja di pasar tradisional. Tentu kondisi ini perlu diperbaiki, tidak hanya sebatas revitalisasi, tetapi juga sikap tegas dalam pelaksanaan perbup 52/2012," imbuhnya.

Perbup 52/2012 menurut Rahma (19) sudah cukup akomodatif dalam penataan dan penempatan pedagang pasar tradisional. Namun masih lemah dalam pelaksanaan dan pengawasannya. Masih banyaknya oknum yang bermain mata menjadikan Perbup 52/2012 tidak bertaji.

"Revitalisasi tanpa adanya penegakan aturan, hanya menghamburkan anggaran. Untuk itu diharapkan pemerintah kabupaten Bandung melakukan evaluasi terhadap Perbup 52 tahun 2012, apakah masih selaras dengan dinamika yang berkembang atau perlu penyesuaian? Sehingga perbup tersebut dapat diimplementasikan dengan baik, dan terpenting dapat melindungi para pedagang pasar," pungkasnya.

FGD yang digelar pada Selasa (6/6/2023) di Kampus Universitas Nurtanio Bandung, diikuti oleh seluruh anggota FORSIKERAH, yaitu Azhar Nur Azizah, Nada Aurelya, Siska Amelia, Yani Suryani, Diva Amalia, Ervina Hadyanti, Siti Lainufar Mariah, Rahmah Nurul, Syifa Bastian, Alviansyah, Firmanto Gea, Yoka Pratiyan, Ilham Nugraha dan Nizar Nazary.***