Polri Tegaskan tak Ada Anggotanya Terlibat Peretasan Akun Awak Redaksi Narasi TV

Polri Tegaskan tak Ada Anggotanya Terlibat Peretasan Akun Awak Redaksi Narasi TV

WJtoday, Jakarta - Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Dedi Prasetyo menyebutkan tidak ada anggota kepolisian yang terlibat peretasan akun digital milik sejumlah awak redaksi Narasi TV seperti yang diduga oleh Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

"Kalau dugaan tidak ada," jelas Dedi Prasetyo singkat, saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (29/9/2022).

Ia mengatakan Polri telah memperoleh informasi mengenai kasus peretasan yang dialami oleh karyawan Mata Najwa dan Narasi TV.

Bahkan, Dedi mengaku telah berkoordinasi dengan Dewan Pers mengenai kasus peretasan itu dan meminta para korban peretasan untuk membuat laporan polisi ke Polda Metro Jaya.

"Sudah saya koordinasikan dengan Dewan Pers untuk dapat melaporkan ke polda terkait peretasan tersebut," ujarnya.

Sebelumnya pada Rabu (28/9), Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta Polri mengusut dugaan anggotanya yang melakukan peretasan terhadap data milik Najwa Shihab dan sejumlah karyawan Narasi TV.

Menurut Usman, dalam perkara ini, informasi yang beredar itu cukup serius Narasi TV diserang karena mengkritisi kepolisian dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dan juga mengkritisi Ferdy Sambo.

Sebelumnya, ramai diberitakan 34 awak redaksi Narasi TV terkena peretasan massal. Peretas juga berupaya mengambil alih akun media sosial milik redaksi Narasi, seperti WhatsApp, Instagram, Facebook, dan Telegram.

Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid meminta aparat penegak hukum untuk mengusut kasus peretasan terhadap awak redaksi Narasi.

"Saya meminta aparat penegak hukum dalam hal ini Polri untuk proaktif menyelidiki secara tuntas sekaligus menemukan pelaku peretasan ini," tegas Meutya dalam keterangannya, Kamis (29/9).

Menurut dia, peretasan kerja jurnalistik yang dialami awak redaksi Narasi merupakan perbuatan melawan hukum yang menjadi ancaman bagi demokrasi.

"Kabar terakhir saya dengar ada 37 awak redaksi yang diretas, dari jumlahnya ini sangat besar sekali dan terlihat sangat masif. Ini mengganggu kerja jurnalistik serta kebebasan pers," tuturnya.  ***