Ternyata 75 Persen Warganet di Jabar tak Suka Emil. Kenapa?

Ternyata 75 Persen Warganet di Jabar tak Suka Emil. Kenapa?
WJtoday, Bandung - Lembaga Survei Indo Barometer mengungkapkan 75% warganet atau netizen Jawa Barat (Jabar) kecewa terhadap kinerja Gubernur Ridwan Kamil,  terutama terkait penanganan bantuan sosial provinsi untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabar..

“Menganalisa pendapat para netizen di beberapa media sosial terutama youtube dan facebook soal bantuan sosial (bansos provinsi) di Jawa Barat menunjukkan banyaknya reaksi kekecewaan (terhadap Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil),” tutur Peneliti senior dari Indo Barometer, Asep Saepudin di Bandung, seperti dikutip Tagar.id, Kamis, (14/5/2020).

Menurut Asep, dari hasil analisis sentimen komentar netizen menunjukkan hanya 9% yang menanggapi biasa saja atau tidak merasa kecewa, 15,5% menunjukkan sikap bersabar dan terus menunggu bantuan sosial provinsi yang dijanjikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tersebut tiba.

Dan ternyata yang paling mendominasi adalah sentimen komentar netizen yang merespon kecewa di angka paling tinggi yakni 75,5%.

“(Kekecewaan netizen atau warga Jawa Barat) muncul sejak Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjelaskan perihal terdapat 9 (sembilan) jenis bantuan dari pusat atau dari Provinsi Jawa Barat. Sementara (realisasinya) bantuan sosial tersebut tidak kunjung datang ke masyarakat. Mereka menunjukkan kekesalannya sebagaimana terlihat dari banyaknya komentar yang menanyakan kapan bantuan akan segera didistribusikan,” kata Asep.

Selain itu lanjut Asep menjelaskan bahwa dari hasil analisis sentimen komentar netizen atau masyarakat Jawa Barat menunjukkan kekecewaan terhadap lambatnya pendistribusian bantuan sosial sejak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah Jawa Barat.

“Mereka (masyarakat) banyak yang tidak puas dengan kecepatan atau responsif dari Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Disaat penerapan PSBB di Jabar berdampak pada aktivitas masyarakat yang dibatasi, pendapatan semakin berkurang, munculnya pengangguran, kemiskinan bertambahnya dan menurunnya tingkat kesejahteraan,” jelas dia.

Disamping itu, masyarakat atau netizen pun kecewa terhadap Ridwan Kamil karena sengkarut data penerima bantuan sosial provinsi, terutamanya akurasi data yang menjadi acuan pendistribusian bantuan sosial. Netizen pun banyak mengeluhkan data yang digunakan (Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat) merupakan data lama dari BPS tahun 2011. Sebab, banyak kelemahan dari data tersebut.

“Contohnya, warga yang sudah meninggal dan yang sudah pindah pun masih terdata dan mendapat bantuan sosial. Belum lagi (kasus) warga yang sudah mendapatkan bantuan dari satu sumber bantuan (ternyata) masih terdata kembali dan mendapatkan bantuan sosial (double penerima),” keluh Asep.

Belum lagi terang Asep, kekecewaan terhadap data penerima bantuan sosial by name by addres hasil dari penjaringan RT, RW atau kepala desa yang diminta Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat pun nyatanya tidak dipakai sebagai dasar acuan pendistribusian bantuan sosial oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Oleh sebab itu, timbul kesalahpahaman yang memicu beberapa kepala desa komplain.

“Bantuan yang keluar tidak sama dengan yang diajukan, karena data dan pemetaannya tidak sama (antara RT, RW atau kepala desa dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat). Ketidakakuratan data penerima bantuan inilah menjadi pemicu bagi beberapa kepala desa komplain terhadap dinas sosial terkait,” terang dia.

Bahkan di beberapa video yang sempat diunggah oleh pihak desa seperti di Kabupaten Subang dan Kabupaten Sukabumi menyebutkan bahwa data yang digunakan pemerintah tidak akurat, tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Mereka pun meminta untuk dilakukan pendataan ulang.

“Ketidakakuratan data penerima bantuan pun mengakibatkan kesenjangan bagi masyarakat, dimana pihak desa menyebutkan banyak warga yang komplain akibat tidak terdata,” ungkap Asep.

Kemudian, netizen pun kecewa terhadap jumlah penerima bantuan sosial yang jauh dari ekspektasi mereka. Mayoritas masyarakat menyebutkan jumlah penerima bantuan sosial yang di data oleh dinas sosial masih jauh dari jumlah yang semestinya dibantu oleh pemerintah daerah. Beberapa diantaranya menyebutkan hanya sekitar 1% sampai 5% saja dari jumlah penerima bantuan yang semestinya.

“Persoalan jumlah penerima bantuan pun sempat dikeluhkan beberapa pihak desa melalui unggahan videonya. Mereka tidak mau menerima bantuan (menolak) dengan alasan jumlah bantuan tidak sesuai dengan kebutuhan di warga,” tegas Asep.

Mereka menilai jumlah bantuan yang diberikan dinas sosial sangat berisiko menimbulkan konflik atau kesenjangan di tengah masyarakat, terutama bagi warga yang tidak terdata menerima bantuan. Contohnya di Kabupaten Sukabumi, sejumlah kepala desa meminta Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil justru menunda pendistribusian bantuan sosial untuk masyarakat terdampak Covid-19. ***