China Desak AS Buktikan Tuduhan TikTok Disebut Ancam Keamanan

China Desak AS Buktikan Tuduhan TikTok Disebut Ancam Keamanan

WJtoday, Jakarta - Otoritas China mendesak pihak Amerika Serikat membuktikan pernyataannya bahwa aplikasi video singkat asal China ,TikTok menjadi ancaman bagi keamanan nasional AS.

"(Sampai sekarang) AS belum bisa menunjukkan bukti bahwa TikTok mengancam keamanan nasionalnya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China (MFA) Wang Wenbin melalui keterangannya, Jumat, dikutip Redaksi pada Sabtu (18/3/2023).

Karena tidak bisa membuktikan ancaman tersebut, Beijing menentang sikap AS yang dianggapnya berlebihan dan menyalahgunakan kekuasaan dengan melarang perusahaan asing, seperti ByteDance selaku perusahaan teknologi internet China yang mengembangkan Tik-Tok.

"AS harus menghormati prinsip ekonomi pasar dan persaingan usaha yang sehat," kata Wang.

Pihaknya juga mendesak AS tidak lagi menekan dan mendiskriminasikan perusahaan asing yang beroperasi di negara adidaya tersebut.

"Keamanan data tidak boleh digunakan sebagai alat untuk menyalahgunakan kekuasaan negara yang menghambat perusahaan asing," ujarnya menambahkan.

AS Minta Lembaga Pemerintahan untuk Hapus TikTok

Gedung Putih memerintahkan lembaga pemerintahan AS untuk menghapus aplikasi TikTok dari semua perangkat sesuai perintah Kongres. Aplikasi TikTok dianggap berpotensi mengancam keamanan nasional AS.

Pengguna TikTok di AS diperkirakan lebih dari 100 juta orang.

AS Bakal Adakan Pemungutan Suara untuk Blokir TikTok

Komite Urusan Luar Negeri DPR Amerika Serikat berencana untuk mengadakan pemungutan suara untuk Rancangan Undangan-undang (RUU) yang bertujuan memblokir penggunaan aplikasi media sosial asal China, TikTok.

Kabar tersebut dikonfirmasi pada Jumat (27/1) waktu setempat oleh komite, sebagaimana laporan Reuters, Sabtu.

"Kekhawatirannya adalah bahwa aplikasi ini memungkinkan pemerintah China mengakses telepon kami lewat pintu belakang," kata Ketua Komite Urusan Luar Negeri DPR Michael McCaul kepada Bloomberg News.

Sebelumnya, pada tahun 2020, Presiden Donald Trump berusaha memblokir pengguna baru untuk mengunduh TikTok dan melarang transaksi lainnya yang akan secara efektif memblokir penggunaan aplikasi tersebut di Amerika Serikat. Namun, upaya tersebut kalah di pengadilan.

Pada Juni 2021, di bawah pemerintahan Joe Biden, upaya tersebut resmi dibatalkan. Kemudian pada Desember, Senator Republik Marco Rubio meluncurkan undang-undang bipartisan untuk melarang TikTok, yang juga akan memblokir semua transaksi dari perusahaan media sosial mana pun yang berada di bawah pengaruh China dan Rusia.

Namun, pengesahan larangan aplikasi video pendek itu akan menghadapi tantangan di Kongres dan membutuhkan setidaknya 60 suara di Senat.

Di sisi lain, selama tiga tahun, TikTok yang kini telah memiliki lebih dari 100 juta pengguna di AS telah berusaha meyakinkan pemerintah negara tersebut bahwa data pribadi pengguna AS tidak dapat diakses siapapun. Konten para pengguna juga tidak dapat dimanipulasi oleh Partai Komunis China atau siapapun yang berada di bawah pengaruh Beijing.

Sekretaris pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre menolak mengomentari RUU tersebut.

"Ini sedang ditinjau oleh CFIUS jadi saya tidak akan merincinya," kata Jean-Pierre.

Bulan lalu, Biden menandatangani undang-undang yang mencakup larangan pegawai federal menggunakan atau mengunduh TikTok di perangkat milik pemerintah. Lebih dari 25 negara bagian AS juga telah melarang penggunaan TikTok pada perangkat milik negara.

Inggris dan Selandia Baru Ikut Larang TikTok

Aplikasi video pendek nan populer dari China, TikTok, bakal segera dilarang digunakan dalam perangkat seluler pemerintah Inggris.

Sky News melaporkan pada Kamis bahwa Menteri Sekretaris Kabinet Oliver Dowden akan menyampaikan pernyataan di depan parlemen Inggris sore ini mengenai keamanan perangkat-perangkat pemerintah.

Menurut Sky News, Dowden kemudian akan melarang TikTok digunakan dalam perangkat-perangkat seluler pemerintah.

Aplikasi berbagi video singkat dari China itu tengah dicermati oleh sejumlah negara, khususnya di Barat, karena kaitannya dengan keamanan dan privasi data. Mereka khawatir TikTok digunakan sebagai sarana mempromosikan suara-suara pro-China atau mengumpulkan data pengguna.

TikTok sendiri sudah berulang kali membantah tuduhan semacam itu.

Komisi Uni Eropa dan sejumlah negara bagian di Amerika Serikat, serta Kongres AS, sudah mengeluarkan larangan penggunaan aplikasi ini karena khawatir bakal menjadi sarana melancarkan serangan siber.

Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak sendiri mengaku mencermati perkembangan itu dan menyatakan Inggris mengikuti langkah yang diambil sekutu-sekutu Inggris.

Belum lama pekan ini, Menteri Keamanan Tom Tugendhat berkata kepada Sky News bahwa dia sudah meminta Pusat Keamanan Siber Nasional (NCSC) agar menyelidiki aplikasi ini guna memastikan keamanan dan kebebasan proses diplomatik Inggris.

Tahun lalu parlemen Inggris menutup akun TikTok mereka setelah para anggota parlemen mengkhawatirkan kaitan perusahaan media sosial itu dengan China.

TikTok menyebut larangan Pemerintah Inggris salah sasaran dan didasarkan pada miskonsepsi yang mendasar. TikTok juga menyatakan akan kecewa sekali seandainya Pemerintah Inggris melarang penggunaan aplikasi ini.

Menurut TikTok, keputusan melarang aplikasi ini di beberapa negara didasarkan kepada kekhawatiran yang tak berdasar, tapi menyatakan tetap kooperatif dengan pemerintah mana pun.

Akhir Februari lalu Pemerintah Kanada juga melarang TikTok digunakan dalam semua perangkat seluler milik pemerintah Kanada.

"Pemerintah (Kanada) mengambil langkah signifikan untuk memberi tahu semua pegawai federal bahwa mereka tidak bisa lagi menggunakan TikTok dalam ponsel kantor mereka," kata Perdana Menteri Justin Trudeau seperti dikutip laman Voice of America pada 28 Februari silam.

Selandia Baru Bakal Larang TikTok pada Perangkat Dinas Parlemen

Otoritas Selandia Baru menyatakan bahwa penggunaan aplikasi video populer TikTok akan dilarang pada perangkat yang tersambung dengan jaringan parlemen negara tersebut sebagai langkah menangkal potensi ancaman keamanan siber.

Kepala Eksekutif Dinas Parlemen Selandia Baru Rafael Gonzales-Montero pada sebuah surat elektronik kepada Reuters menyatakan keputusan tersebut diambil setelah mendengarkan saran ahli-ahli keamanan siber dan diskusi internal pemerintah serta dengan negara-negara lain.

"Berdasarkan informasi tersebut, Dinas Parlemen menyimpulkan bahwa risiko (media sosial TikTok) tidak dapat ditoleransi di tengah ekosistem Parlemen Selandia Baru sekarang," katanya.

Pengaturan khusus akan dibuat untuk pihak terkait Parlemen Selandia Baru yang memerlukan aplikasi daring tersebut dalam pekerjaannya, katanya.

Ia menambahkan pelarangan penggunaan TikTok pada semua perangkat yang tersambung dengan jaringan parlemen tersebut akan dimulai pada akhir Maret.

Sementara itu, pemilik TikTok, ByteDance, belum memberikan komentar apapun terkait langkah Selandia Baru kepada Reuters.

Selandia Baru kini mengikuti langkah-langkah beberapa negara yang membatasi penggunaan aplikasi tersebut pada perangkat dinas atas alasan keamanan belakangan ini.

Kekhawatiran meruak di beberapa negara mengenai potensi ancaman keamanan yang dapat muncul apabila Pemerintah China dapat mengakses data lokasi dan kontak ponsel setiap pengguna TikTok melalui pemiliknya, ByteDance.***