Kasus Pembunuhan 2 Pakar PBB, 51 Orang di Republik Demokratik Kongo Divonis Mati

Kasus Pembunuhan 2 Pakar PBB, 51 Orang di Republik Demokratik Kongo Divonis Mati

WJtoday, Jakarta - Sebanyak 51 orang di Republik Demokratik Kongo divonis mati. Mereka semua terlibat kasus pembunuhan dua peneliti kekerasan PBB

Pengadilan militer Kongo menjatuhkan vonis mati kepada 51 anggota milisi pada Sabtu (29/1/2022). Mereka terbukti bersalah atas peran mereka dalam pembunuhan dua pakar PBB tahun 2017 di wilayah tengah yang bergolak.

Michael Sharp dan Zaida Catalan dipekerjakan oleh PBB untuk menyelidiki kekerasan di wilayah Kasai. Mereka sedang menyelidiki kuburan massal yang terkait dengan konflik mematikan antara pemerintah dan kelompok lokal.

Namun mereka tiba-tiba menghilang. Mayat mereka dilaporkan ditemukan di sebuah desa pada 28 Maret 2017. Itu lebih dari dua minggu setelah mereka hilang. Kepala Catalan bahakn telah dipenggal.

Vonis mati tersebut merupakan klimaks dari persidangan massal selama empat tahun. Keputusan itu kemungkinan akan diubah menjadi hukuman seumur hidup sejak Republik Demokratik Kongo menangguhkan eksekusi pada 2003.

Para terdakwa didakwa dengan berbagai tuduhan termasuk terorisme, pembunuhan, partisipasi dalam gerakan pemberontakan dan tindakan kejahatan perang melalui mutilasi. Jaksa menuntut hukuman mati untuk 51 dari 54 tersangka, termasuk 22 buronan yang diadili secara in absentia.

Pengadilan membebaskan dua terdakwa. Mereka merupakan jurnalis dan seorang polisi.

Salah satu terpidana, Kolonel Jean de Dieu Mambweni, dinyatakan bersalah melanggar perintah dan divonis 10 tahun penjara. Dia dianggap gagal membantu seseorang yang dalam bahaya dan dituduh berkolusi dengan anggota milisi serta mempersenjatai mereka. Namun tuduhan itu dibantah.

Menurut data resmi, kekerasan pecah di wilayah Kasai pada 2016, menyusul pembunuhan seorang kepala adat setempat, Kamuina Nsapu, oleh pasukan keamanan. Sekitar 3.400 orang tewas dan puluhan ribu mengungsi sebelum ketenangan kembali pada 2017. 

Laporan menunjukkan bahwa milisi pro-Kamuina Nsapu mengeksekusi pasangan tersebut pada 12 Maret 2017. Hari dimana keduanya dilaporkan hilang.

Tetapi sebuah laporan tahun 2017 yang diserahkan kepada Dewan Keamanan PBB menggambarkan, pembunuhan itu direncanakan. Anggota keamanan negara mungkin terlibat.

Selama persidangan, jaksa mengatakan, anggota milisi melakukan pembunuhan sebagai balas dendam terhadap PBB atas dugaan kegagalannya melindungi mereka dari serangan tentara.

Para terdakwa dapat mengajukan banding atas putusan di Pengadilan Tinggi Militer di ibukota Kinshasa.***