Maraknya Kasus Penipuan melalui Platform WhatsApp, Tindakan Regulasi Mendesak

Maraknya Kasus Penipuan melalui Platform WhatsApp, Tindakan Regulasi Mendesak

WJtoday, Jakarta - Di era digital saat ini, penipuan online menjadi ancaman nyata yang semakin canggih. Terbaru, masyarakat Indonesia digemparkan oleh peningkatan penipuan melalui WhatsApp, yang tidak hanya menarget masyarakat luas tapi juga figur publik seperti Baim Wong. 

Dalam penipuan ini, para pelaku menggunakan APK atau Android Package Kit sebagai umpan untuk mengakses informasi pribadi dan rekening bank korban.

Kasus penipuan yang menimpa Baim Wong menjadi contoh nyata dari kerentanan layanan pesan instan terhadap serangan cyber. Pelaku penipuan mengirimkan file APK berbahaya melalui WhatsApp yang, setelah diunduh, memberikan mereka akses untuk menguras isi rekening korban.

Dr. Ir. Agung Harsoyo MSc., MEng, mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), menyatakan keprihatinannya atas maraknya penipuan yang memanfaatkan WhatsApp. Menurutnya, pengguna memang perlu waspada, namun yang lebih penting adalah tindakan regulasi yang substantif untuk mencegah kejahatan ini.

Agung menyoroti kelemahan dalam peraturan layanan over the top (OTT) seperti WhatsApp yang saat ini hanya mengikuti UU ITE, yang tidak mengharuskan penyelenggara layanan OTT menerapkan prosedur Know Your Customer (KYC), sebuah aturan yang wajib bagi operator telekomunikasi.

WhatsApp, yang memungkinkan satu akun digunakan di banyak perangkat, menawarkan celah yang bisa dimanfaatkan oleh penjahat digital. Akibatnya, tanpa adanya verifikasi identitas yang ketat, akun WhatsApp menjadi sasaran empuk bagi hacker.

Saat ini, industri telekomunikasi diatur oleh UU Telekomunikasi No. 36/1999, sedangkan layanan OTT tunduk pada UU ITE No. 19/2016. Agung menekankan bahwa pemerintah harus menetapkan aturan yang lebih jelas untuk layanan OTT.

WhatsApp menggunakan nomor seluler yang dikelola Kominfo dan operator telekomunikasi untuk mengidentifikasi penggunanya. Regulasi seperti PP 46/2021 dan PM 5/2021 telah mengatur kerjasama antara layanan internet dengan operator telekomunikasi.

Menurut Agung, kerjasama yang lebih erat antara WhatsApp dan operator telekomunikasi bisa memperkuat validitas data pengguna dan mencegah penipuan. Namun, kerjasama ini belum optimal, sehingga memudahkan pelaku kejahatan untuk beraksi tanpa takut jejak mereka terlacak.

Fitur enkripsi end-to-end WhatsApp, yang dimaksudkan untuk melindungi privasi pengguna, juga mempersulit penegakan hukum untuk mengidentifikasi dan mengatasi kejahatan siber.

Agung mengakhiri dengan seruan agar pemerintah dan regulator keuangan mengambil langkah preventif dan proaktif. Ia menyarankan agar penggunaan WhatsApp dalam transaksi keuangan dipertimbangkan ulang karena risiko keamanan yang terlalu tinggi. Ia juga mendesak Kominfo untuk mengimplementasikan pengawasan yang lebih ketat terhadap OTT guna melindungi masyarakat dari kejahatan digital yang semakin meningkat.

Melalui kasus-kasus ini, penting bagi kita semua untuk menyadari risiko yang ada di ruang digital dan mendesak pemerintah untuk memperkuat regulasi guna menjamin keamanan informasi dan aset keuangan masyarakat.***