Menghilangkan Nyawa Seseorang Seakan Membunuh Umat Manusia Seluruhnya

Menghilangkan Nyawa Seseorang Seakan Membunuh Umat Manusia Seluruhnya
Lihat Foto

WJtoday, Bandung - Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J masih saja menyita perhatian masyarakat. Perkembangan kasus pun terus ramai diberitakan media massa setiap saat.

Hukum menghilangkan nyawa manusia atau membunuh dengan tanpa alasan yang dibenarkan syari’at merupakan dosa besar

Pada dasarnya tidak ada satupun agama di dunia ini yang menghalalkan pembunuhan, sebab tujuan agama adalah untuk perdamaian, menyebarkan kasih sayang, dan mengatur tatanan sosial agar lebih baik.

Begitu pula dengan doktrin agama Islam, sejak awal penurunannya sudah ditegaskan Islam mengemban visi kerahmatan, sehingga hampir tidak ditemukan pembenaran kejahatan dalam ajaran Islam.

Allah SWT menegaskan hukum menghilangkan nyawa manusia terdapat dalam Alquran:

Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” (QS: Al-Maidah: 32).

Ayat ini adalah salah satu contoh kecaman Islam atas setiap pembunuhan yang dilakukan dengan semena-mena. 

Menghilangkan nyawa satu orang manusia ditamsilkan dengan membunuh semua manusia. Karena setiap manusia pasti memiliki keluarga, keturunan, dan ia merupakan anggota dari masyarakat.

Membunuh satu orang, secara tidak langsung akan menyakiti keluarga, keturunan, dan masyarakat yang hidup di sekelilingnya. Maka dari itu, Islam menggolongkan pembunuhan sebagai dosa besar kedua setelah syirik (HR: al-Bukhari dan Muslim).

Islam dengan segala syariatnya bertujuan menempatkan diri manusia pada derajat yang mulia dan terpuji. Standar kesempurnaan agama ini dapat dilihat dari tujuan pokok syariatnya yang menjamin lima prinsip hidup manusia, yaitu agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan.

Hukum menghilangkan nyawa dalam sebuah riwayat juga pernah disebutkan, apa bila ada dua Muslim berkelahi dan salah seorang meng angkat senjata kepada saudaranya, maka keduanya berada di jurang neraka Jahannam. Jika salah seorang di antaranya membunuh temannya, keduanya masuk neraka.

Kemudian para sahabat bertanya, “Wahai Rasul, kami memaklumi si pembunuh masuk neraka, tapi bagaimana dengan orang yang terbunuh?” Maka Rasulullah menjawab, “Karena dirinya hendak membunuh saudaranya juga” (HR Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: 

“Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan! Yaitu Syirik kepada Allah SWT, sihir, membunuh jiwa yang Allah SWT haramkan kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari perang yang berkecamuk, menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. (HR al-Bukhâri-Muslim).

Aturan ini tentu tidak hanya dikhususkan untuk umat Islam saja dan bukan berati non-muslim dihalalkan darahnya,karena misi kerahmatan yang dibawa Islam tidak hanya untuk orang Islam semata, tetapi untuk seluruh semesta. 

Dalam hadis riwayat al-Bukhari disebutkan: "Orang yang membunuh seorang dzimmi (non-muslim yang berada dalam perjanjian keamanan), maka ia tidak akan mencium aroma surga." 

Hadis ini ialah salah satu landasan larangan membunuh non-muslim dalam Islam.

Dalam kondisi terntentu, pembunuhan tetap diperbolehkan dengan beberapa syarat dan aturan. Ada dua kondisi yang dibolehkan untuk menghilangkan nyawa manusia: membunuh ketika perperangan dan membunuh ketika menghukum. Membunuh dalam kedua kondisi ini diperbolehkan selama tidak berlebih-lebihan (QS: Al-Baqarah: 190). 

Konflik yang berimbas pada perperangan tentu membunuh antara satu sama lainnya tidak terelakkan. Perperangan yang dimaksud di sini ialah perperangan yang terjadi dalam rangka mempertahankan agama, negara, dan harga diri. 

Perang bisa dilakukan ketika keberadan satu komunitas diancam oleh komunitas lain dan tidak menemukan cara lain  untuk mengatasinya kecuali dengan berperang. Selama masih bisa diselesaikan dengan cara lain, maka perang tidak boleh dilakukan. 

Oleh sebab itu, jika merujuk kepada sejarah Islam, perang adalah solusi terakhir dan biasanya terjadi ketika umat Islam sudah diserang dan dikhianati terlebih dahulu oleh musuh. 

Namun perlu digarisbawahi, membunuh diperbolehkan ketika kedua belah pihak sudah sepakat untuk berperang. Bila salah satunya sudah mengalah, maka menyerang lawan tidak boleh dilakukan. Dan perlu diketahui pula, yang diperbolehkan untuk dibunuh hanyalah pasukan perang saja.  ***

(Sumber: islam pos dan sumber lainnya)