Pengakuan Kolonel Priyanto yang Tega Buang Handi-Salsa ke Sungai

Pengakuan Kolonel Priyanto yang Tega Buang Handi-Salsa ke Sungai
Lihat Foto

WJtoday, Bandung - Persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa perwira menengah TNI Kolonel Infanteri Priyanto di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, atas kasus pembunuhan dua remaja di Nagreg oleh terus bergulir dan memunculkan sejumlah fakta baru

Saat menjalani persidangan atas kasus pembunuhan dua ABG di Nagreg, Jawa Barat, Kolonel Priyanto  mengakui dan menyesali perbuatannya di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta Timur.

Sebelumnya, kepada Ketua Hakim Brigadir Jenderal Faridah Faisal, Kolonel Priyanto mengatakan bahwa yang menabrak dua korban atas nama Handi Saputra dan Salsabila itu adalah Kopda Andreas Dwi Atmoko.

Dalam perjalanan, terdakwa duduk di belakang Kopda Andreas yang menyopir mobil dan tertidur. Sementara itu, sopir pengganti yakni Kopral Satu (Koptu) Ahmad Sholeh duduk di samping Kopda Andreas.

"Akan tetapi, kemudian saya terbangun karena ada benturan keras. Ternyata ada tabrakan. Mobil berhenti. Sopir, yakni Kopda Andreas melaporkan menabrak. Semua keluar dan melihat ada laki-laki tergeletak di sebelah kanan mobil. Ada perempuan yang teriak di kolong mobil," kata Kolonel Priyanto.

Ia bersama Kopda Andreas dan Koptu Ahmad memiliki niat awal dua korban tersebut akan dibawa ke rumah sakit setelah diangkat ke dalam mobil.

Pada saat itu, yang awalnya menyopir untuk menuju ke rumah sakit adalah Kopda Andreas. Namun, beberapa waktu kemudian, Kopda Andreas gemetar saat menyopir dan tidak fokus.

"Andreas gemetar saat menyopir dan tidak fokus. Saya takut (jika terjadi apa-apa) sehingga saya gantikan," ujar Kolonel Priyanto.

Kolonel Priyanto pun mengatakan bahwa Kopda Andreas gemetar dan merasa takut karena memikirkan nasib keluarganya jika dia ditetapkan menjadi terdakwa dalam kasus penabrakan.

"Kopda Andreas Dwi Atmoko bertanya bagaimana nasib anak dan istri saya. Setelah mendengar pertanyaan itu, saya mengganti menyopir dan muncul ide untuk tidak membawa korban ke rumah sakit," kata Kolonel Priyanto.

Kedua anak buah Kolonel Priyanto rupanya sempat menolak rencana untuk menghilangkan jasad korban tabrak lari mereka. Hal ini terungkap dalam naskah kronologi yang dibacakan Oditur Militer Wirdel dalam sidang perdana.

Namun, Kolonel Priyanto justru menyuruh anak buahnya untuk diam dan mengikuti perintahnya.

"Itu anak orang pasti dicariin sama orang tuanya, mending kita balik," ucap Ahmad Sholeh dan Andreas Dwi Atmoko.

“Kamu diam saja, ikuti perintah saya," jawab Kolenel Priyanto.

Kopda Andreas Dwi Atmoko (kedua dari kanan) hadir sebagai saksi dalam sidang kasus tabrak lari Kolonel Priyanto di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (15/3/2022). (Kompas) 

Dalam pengakuannya, Kolonel Priyanto mengatakan, saat itu kondisi kaki Handi dalam posisi menekuk karena tubuhnya sudah kaku. Ia pun berpikiran kalau Handi sudah tewas, sehingga membuangnya ke Sungai Serayu adalah sebuah pilihan.

"Saya buang dalam keadaan kaki menekuk, karena sudah kaku. Apakah itu bisa dinyatakan dia bisa meninggal atau tidak?" tanya Kolonel Priyanto.

"Saya hanya menanyakan itu. Jadi memang saya orang awam, tidak tahu, saya temukan, kemudian saya buang sudah dalam keadaan kaku. Ya pikiran saya sudah meninggal. Demikian Pak, terima kasih, Yang Mulia," tutup Kolonel Priyanto.

Priyanto mengakui ide untuk membuang tubuh dua korban tersebut ke Sungai Serayu di Banyumas, Jawa Tengah, memang merupakan hal yang salah. Namun, sebagai atasan, dia ingin melindungi anak buahnya.

Ide tersebut muncul hingga akhirnya memilih Sungai Serayu, Jawa Tengah, menjadi lokasi membuang jasad Handi-Salsa. Dengan membuangnya ke lokasi tersebut, dia  berharap korban bisa lenyap dimakan ikan atau terbawa arus hingga ke laut lepas.

"Karena saya lihat yang kita lewati ini tidak ada tempat pembuangan kecuali sungai," kata Priyanto.

"Kok bisa muncul kenapa tidak dibuang ke semak-semak, dibuang di hutan?" kata hakim.

"Saya berpikir kalau di sungai bisa ke laut kemudian dimakan ikan, atau hilang sama sekali," timpal Priyanto.

"Oh jadi berpikir begitu?" tanya kembali majelis.

"Siap hanya berpikir itu," ujar Priyanto 

Priyanto berpendapat, jika jasad Handi dan Salsabila di buang di darat, pasti akan dengan mudah ditemukan orang. Akhirnya, sungai jadi pilihan membuang dua sejoli tersebut.

"Karena kalau di darat?" tanya majelis hakim.

"Di darat pasti ditemukan," pungkas Priyanto.

Baca juga : Kasus Tabrakan Nagreg, Ahli sebut Kolonel Priyanto Buang Handi Dalam Keadaan Hidup

Kolonel Priyanto mengatakan bahwa ia terpengaruh oleh bujukan setan sehingga tega membuang dua orang remaja. Menurutnya, bujukan setan itu masuk ke dalam kepalanya saat dirinya panik.

"Saya juga menyesal, sangat sangat menyesal, mungkin yang saya lakukan, saya tidak tahu ada setan dari mana yang masuk ke kepala saya, saya juga tidak tahu. Panik, kalap dan ada yang masuk tiba- tiba saya tidak tahu bagaimana. Itu yang terjadi," kata Kolonel Priyanto.

Kolonel Priyanto mengakui tindakannya salah. Ia pun berharap mendapatkan kesempatan untuk meminta maaf kepada keluarga Handi dan Salsabila.

"Siap kami menyesal. Tindakan yang saya lakukan memang salah. Saya akui dan saya menyesal. Siap. Siap. Harapan saya, saya bisa minta maaf kepada keluarganya," kata Priyanto.

Demikian fakta pengakuan Kolonel Priyanto di persidangan. Kolonel Priyanto kini didakwa dengan pasal berlapis, yakni Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 328 KUHP, Pasal 333 KUHP, Pasal 181 KUHP.***