120 Tahun Soekarno

Soekarno: Tokoh Besar yang Masa Kecilnya Miskin dan Sakit-sakitan

Soekarno: Tokoh Besar yang Masa Kecilnya Miskin dan Sakit-sakitan

WJtoday, Bandung - Siapa yang tidak mengenal nama Soekarno? Bapak Proklamator RI serta tokoh pergerakan kebangsaan negara-negara Asia-Afrika yang disegani di seluruh dunia kala menjabat sebagai Presiden RI yang pertama.

Soekarno akan selalu diingat sebagai tokoh besar tidak hanya oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga oleh dunia berkat jasanya terhadap dunia internasional khususnya Asia-Afrika di masa silam.

Soekarno adalah Presiden pertama Republik Indonesia yang menjabat pada periode 1945–1967. Ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945

Soekarno lahir dan tumbuh di keluarga yang jauh dari berkecukupan. Tak sedikit kisah getir yang dialaminya seperti diceritakan kepada Cindy Adams, penulis buku Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Pada 6 Juni 1901 di Surabaya, Soekarno lahir dengan nama Kusno. Kepada Cindy Adams, Soekarno bercerita ayahnya tidak mampu memanggil dukun beranak saat dia dilahirkan. Ida Ayu Nyoman Rai, ibu Soekarno, hanya ditemani sahabat yang sudah sangat tua saat melahirkan.

"Bapak tidak mampu memanggil dukun beranak untuk menolong kelahiran sang bayi. Kami terlalu miskin," kata Soekarno sebagaimana tertuang dalam buku Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Meski begitu, Soekarno merasa diliputi keberuntungan saat dilahirkan ke dunia pada 6 Juni 1901. Dia merasa bernasib baik lantaran dilahirkan di bawah bintang gemini.

Saat itu pula, Gunung Kelud yang berada tidak jauh dari rumah Soekarno meletus. Menurutnya, orang-orang Jawa yang mempercayai hal-hal gaib menyebut bahwa peristiwa itu merupakan bentuk penyambutan terhadap bayi Sukarno.

Sang ibu juga menceritakan Soekarnolahir saat fajar menyingsing. Idayu lantas berkata pada Soekarno kecil bahwa kelak ia akan menjadi sosok besar.

"Kita orang Jawa memiliki suatu kepercayaan, bahwa seseorang yang dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya telah digariskan sebelumnya. Jangan sekali-kali kau lupakan, nak, bahwa engkau ini putra sang fajar," kata Soekarno menirukan ibunya.

Soekarno memiliki garis darah bangsawan Jawa-Bali. Ayahnya Raden Soekemi Sosrodihardjo merupakan cucu dari seorang pejuang.

Nenek Soekemi merupakan pengikut Pangeran Diponegoro. Ia menunggang kuda di belakang sang pangeran dan terlibat dalam perang Jawa yang berkobar pada kurun 1825-1830. Dia tewas dalam perang yang paling merepotkan Belanda kala itu.

Sementara, ibu Soekarno, Ida Ayu Nyoman Rai merupakan keturunan Kerajaan Singaraja Bali dengan kasta Brahmana. Moyangnya gugur dalam Perang Puputan. Setelah kerajaan itu ditaklukkan, keluarga ibu Soekarnojatuh melarat.

Meski keturunan pejuang dan kasta Brahmana, Soekarno lahir dan tumbuh di keluarga yang jauh dari kemewahan. Dia mengaku tak pernah mengenal sendok dan garpu semasa kecil.

Ia tinggal bersama ibu, ayah, dan kakaknya, Sukarmini di sebuah rumah sewa di Jalan Pahlawan 88 seharga 15 rupiah. Gaji ayahnya dari menjadi seorang guru hanya 25 rupiah per bulan.

Saat Kusno menginjak usia enam tahun, mereka pindah ke Mojokerto. Keluarga Kusno kemudian tinggal di perkampungan di mana warga setempat juga memiliki taraf ekonomi yang tak kalah miskin.

Tetangga Kusno selalu masih bisa menyisihkan sedikit uang untuk sekadar membeli permen. Tapi tidak dengan Soekarno. Pun saat lebaran. Ketika orang-orang bisa makan besar dan berbagi hadiah, keluarganya tidak.

"Tetapi kami tak pernah makan besar ataupun memberi hadiah. Karena kami tidak punya uang," ungkap Soekarno.

Mereka sering tidak bisa makan nasi satu kali dalam sehari. Ibunya tidak mampu membeli beras, bahan pangan yang biasa dibeli penduduk desanya. Ia membeli padi lalu menumbuknya dengan lesung hingga tangannya melepuh agar dapat berhemat. Dibanding beras, keluarga Soekarno lebih sering makan ubi kayu dan jagung yang ditumbuk dengan makanan lain.

Soekarno kecil atau Kusno, dikenal sebagai anak yang sakit-sakitan. Ia terkena malaria, disentri, dan penyakit lainnya. Dia selalu membuat cemas orang tuanya lantaran sering mengidap penyakit.

"Aku terkena malaria, disentri, semua penyakit dan setiap penyakit," kata Soekarno.

Ayahnya lalu memutuskan untuk mengganti nama Kusno menjadi Soekarno. Orang Jawa kala itu percaya mengubah nama anak bisa membuat nasib menjadi lebih baik. Soekemi yang menyukai cerita-cerita pewayangan lantas memilih nama Karna. Sosok ksatria yang memiliki keteguhan hati membela kelompoknya.

Menurut Soekemi, Karna merupakan pahlawan besar dalam cerita pewayangan Mahabrata. Ia menggambarkan kepada Kusno kecil dalam menjalankan keyakinan hatinya, Karna membela kawan-kawannya tanpa peduli akibat yang ia terima. Sementara, awalan "Su" dalam kebanyakan nama orang Jawa berarti paling baik. Dengan demikian, Soekarnomemiliki arti pahlawan yang baik.

"Soekarno, sejak itu, menjadi namaku yang sebenarnya dan satu-satunya," kata Soekarno.

Meski tinggal di keluarga yang sangat berkecukupan, ayah Soekarno tetap berusaha agar putranya bisa menempuh pendidikan setinggi mungkin. Soekarno bisa menempuh pendidikan di sekolah tingkat menengah yang mengantarkannya hingga perguruan tinggi, Hogere Burger School di Surabaya.

Ayahnya lantas menitipkan Soekarno di rumah seorang tokoh pergerakan nasional, H.O.S Cokroaminoto. Cokro merupakan pemimpin Sarekat Islam (SI), organisasi pribumi terbesar saat itu. Sosok itu pula lantas menjadi salah satu guru yang sangat berpengaruh dalam perjalanan hidup sang proklamator.

Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian penamaan di Indonesia, terutama nama Jawa, yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga.

Soekarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Soekarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab. ***
(Sumber: CNNIndonesia dan sumber lainnya)