Virus Cacar Monyet Dapat Dikendalikan, WHO: Vaksinasi Massal Belum Diperlukan

Virus Cacar Monyet Dapat Dikendalikan, WHO: Vaksinasi Massal Belum Diperlukan

WJtoday, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, perkembangan kasus monkeypox atau cacar monyet di dunia terkendali. Salin itu, WHO menyampaikan vaksinasi massal untuk wabah cacar monyet belum diperlukan. WHO menyakinkan, kebiasaan menerapkan kebersihan dan perilaku seksual yang aman akan membantu mencegah penularannya.

Hal ini juga, diungkapkan eksekutif senior di badan PBB, mencatat penyakit menular yang mewabah di Afrika barat dan tengah itu, cenderung tidak berubah.

Meski terus bertambah, Rosamund Lewis, kepala sekretariat cacar dari program WHO mengatakan mutasi dari cacar monyet cenderung lebih rendah. 

Sejauh ini, pakar kesehatan memperhatikan mutasi yang bisa membuat virus lebih mudah menular atau parah.

Sebab terbukti darinya, lebih dari 100 kasus diduga dan dikonfirmasi dalam wabah baru-baru ini di Eropa dan Amerika Utara belum parah. 

"Ini adalah situasi yang dapat dikendalikan, khususnya di Eropa," kata Maria van Kerkhove, ahli kesehatan WHO dilansir Channel News Asia, Selasa (24/5/2022)

Sehubungan dengan kasus cacar monyet, WHO meminta klinik dermatologi dan layanan kesehatan primer, serta klinik kesehatan seksual, untuk waspada terhadap kasus-kasus potensial.

Sebab wabah cacar monyet dinilai tidak biasa, yang terjadi di negara-negara di mana virus tidak bersirkulasi secara teratur. Para ilmuwan berusaha memahami asal usul kasus dan apakah ada perubahan tentang virus itu.

Melansir dari website WHO, virus cacar monyet ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak dekat dengan lesi, cairan tubuh, tetesan pernapasan, dan bahan yang terkontaminasi seperti tempat tidur. 

Penyakit cacar monyet biasanya sembuh sendiri tetapi parah pada beberapa individu, seperti anak-anak, wanita hamil atau orang dengan penekanan kekebalan karena kondisi kesehatan lainnya.

Vaksinasi Massal untuk Virus Cacar Monyet Belum Diperlukan

WHO pada Senin (23/5/2022) menyampaikan vaksinasi massal untuk wabah cacar monyet di wilayah luar Afrika belum diperlukan. WHO menyakinkan, kebiasaan menerapkan kebersihan dan perilaku seksual yang aman akan membantu mencegah penularannya.

"Pasokan langsung vaksin dan antivirus (cacar monyet) relatif terbatas," kata Pemimpin Tim Ahli Patogen Ancaman Tinggi di WHO Eropa Richard Pebody dalam sebuah wawancara, dikutip dari Reuters.

Melihat laju transmisi wabah cacar monyet serta kurangnya penjelasan terkait apa yang mendorong penularannya, warga dunia pun khawatir acara-acara dan pesta-pesta besar yang biasa dilangsungkan pada musim panas dapat menjadi peluang penularan virus cacar monyet semakin menyebar luas.

"Saya tidak mengatakan kepada orang-orang jangan bersenang-senang, jangan pergi menghadiri acara-acara ini," kata Pebody.

"Yang terpenting, ini lebih tentang apa yang orang lakukan di pesta-pesta. Jadi ini tentang perilaku seksual yang aman, kebersihan yang baik, mencuci tangan secara teratur – semua hal ini akan membantu membatasi penularan virus (cacar monyet) ini," papar dia.

Menurut Pebody, langkah-langkah utama yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyebaran cacar monyet adalah melacak (tracing) kontak erat dan melakukan isolasi mandiri. Ia juga mencatat bahwa cacar monyet bukanlah virus yang menular dengan sangat mudah dan tidak menyebabkan penyakit serius.

"Vaksin yang digunakan untuk memerangi cacar monyet dapat memiliki beberapa efek samping yang signifikan," sambung Pebody.

Hingga kini, para ilmuwan masih belum dapat menjelaskan apa yang menyebabkan terjadinya virus cacar monyet. Para ilmuwan masih berupaya memahami asal usul virus yang telah menyebar di benua Afrika, Amerika Utara, dan Eropa itu.

"Tidak ada bukti virus (cacar monyet) telah bermutasi," kata salah seorang petinggi di WHO secara terpisah di hari yang sama.

"Banyak – tetapi tidak semua – orang yang telah didiagnosis virus cacar monyet saat ini adalah pria yang berhubungan seks dengan pria. Tapi itu mungkin karena demografi ini cenderung mencari nasihat medis atau mengakses pemeriksaan kesehatan seksual lebih mudah," kata pihak WHO di hari sebelumnya.

"Sebagian besar kasus yang dikonfirmasi belum dikaitkan dengan perjalanan ke Afrika, yang menunjukkan mungkin ada sejumlah besar kasus yang tidak terdeteksi," kata Pebody.***